KALBAR TERKINI - Ledakan bom di depan pintu masuk Gereja Katedral Makassar di Kota Makassar, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan, Minggu, 28 Maret 2021 Wita, ditengarai dilakukan lewat aksi bom bunuh diri Penyerang Tunggal (Lone Wolf ). Bisa pula dicitrakan sebagai Lone Wolf karena sebenarnya serangan tersebut sudah direncanakan kelompok teror secara matang.
Ironisnya, aksi Lone Wolf -istilah internasional untuk teroris penyerang tunggal- terjadi hanya dua bulan paska penangkapan 20 tersangka teroris dari kota tersebut yang kemudian dibawa ke Jakarta, Kamis, 6 Januari 2021.
Baca Juga: Bom Gereja Guncang Makasar, Menag Yaqut: Tidak Ada Agama Membenarkan Terorisme
Baca Juga: Sejarah 28 Maret, Peristiwa Woyla Pembajakan Pesawat Bermotif Jihad Pertama di Dunia
Baca Juga: Bantu Vietcong Usir AS dari Vietnam, Inilah Pasukan Khusus Korut
Pantauan Kalbar-Terkini.com belum lama berselang di sejumlah kabupaten dan kota di Sulsel, Tanah Anging Mamiri sebenarnya merupakan wilayah yang antarumat beragamanya hidup rukun dan damai, walaupun didominasi umat Muslim.
Di beberapa kabupaten wilayah Sulsel, semisal Luwu atau Luwu Utara (Lutra), yang wilayahnya berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), bahkan tak sedikit terdapat komunitas-komunitas Muslim fanatik. Dalam keseharian, mereka berbaju jubah.
Misalnya di Kota Palopo, kota kedua terbesar di Sulsel, terdapat sebuah komunitas Islam, yang hidup berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain, atau dari satu kabupaten ke kabupaten di Sulsel, bahkan kerap menyeberang ke Kabupaten Poso di Provinsi Sulteng. Poso merupakan kawasan yang berbatasan dengan Sulsel, tepatnya Lutra.
Adapun anggota komunitas berjubah ini, hidup dari sedekah beras pemberian warga, dan melakukan syiar Islam dari rumah ke rumah atas inisiatif sendiri. Jika misalnya terdapat keluarga baru di suatu pemukiman, mereka kerap mendatangi nya untuk bersilaturahmi, dan menunjukkan toleransi ketika mengetahui bahwa yang dihadapi adalah non-Muslim.