Orang pertama dalam monarki absolut di Qatar ini telah memegang berbagai jabatan pemerintahan di Qatar, dan telah berada di garis depan dalam upaya untuk mempromosikan olahraga dan hidup sehat di negara tersebut.
Pada 2018, Tamim menjadi raja termuda di antara negara-negara Arab di Teluk Persia (GCC), suatu kerja sama politik dan ekonomi yang beranggotakan, antara lain, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Bahrain, Qatar, dan Oman.
Baca Juga: Hamas Tembakkan Roket dari Lebanon: Pancing Konflik Israel dengan Tetangga
Lindungi Teroris, Negara Aman
Menurut Tamim, masih dikutip dari analisa TNR, Qatar memiliki dua tujuan kebijakan luar negeri, yang secara menyeluruh telah mendorong kebijakan negara mini tersebut. Di antaranya, memaksimalkan pengaruh Qatar di panggung regional dan internasional.
Dua tujuan tersebut, lanjut TNR, awalnya mencerminkan ambisi pribadi mantan penguasa dan ayah emir, Syekh Hamad bin Khalifa al Thani, dan menteri luar negeri dan akhirnya perdana menteri kala itu, Syekh Hamad bin Jassim al Thani. Kedua pria itu mengarahkan kebijakan luar negeri sampai sang ayah turun tahta demi putranya, Tamim, Juli 2013.
Demi menjaga keamanan keluarga dan negara yang berkuasa. Qatar menjorok ke Teluk Persia dari Arab Saudi, tetangganya yang jauh lebih besar, lebih kuat, dan terkadang bermusuhan, saru-satunya negara yang berbagi dengan Qatar di perbatasan darat. Pun dengan Iran, di mana Doha berbagi ladang gas terbesar di dunia, tidak jauh dari perairan Teluk.
Negara besar dan menantang lainnya di lingkungan itu adalah Irak, yang berada di seberang teluk sebelah utara.
Menjadi tuan rumah pangkalan militer utama AS sejak 2003 telah memberikan keamanan eksistensial bagi Qatar.
Sedangkan dengan keberhasilan merayu gerakan-gerakan garis keras alias teroris, telah menjadi penguat untuk kekuatan Qatar, terutama vis-à-vis dengan Arab Saudi. Vis-à-vis atau face to face dalam bahasa Inggris: berhadapan langsung- adalah ungkapan bahasa Prancis.