KALBAR TERKINI - Kecaman internasional bermunculan menyusul tidak secara terbukanya AS memprotes dan menyerukan penghentian serangan udara Israel ke Palestina. Pun terkait langkah AS yang memveto kecaman Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK-PBB) atas bombardemen serangan itu.
Sikap AS yang tak terbuka dan memveto itu, diklaim sebagai diplomasi belakang layar. Ini dikaitkan dengan panggilan telpon pribadi Presiden Joe Biden kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Senin, 17 Mei 2021.
Biden hanya meminta penghentian serangan dan gencatan senjata tapi enggan merinci isi pembicaraan. Itu sebabnya jika perang udara terus terjadi antara Israel dan Hamas sejak Senin, 10 Mei 2021, maka PBB diyakini akan menurunkan DK-PBB sebagai badan yang paling kuat di lembaga ini, terkait pengamanan di wilayah konflik tersebut.
Menyusul kian berdarahnya konflik ini, dikutip Kalbar-Terkini.com dari IRNA, Rabu, 19 Mei 2021, Sekretaris Dewan Tinggi Hak Asasi Manusia Iran Ali Baqeri Kani menyatakan, AS telah mengubah DK-PBB menjadi altar hak asasi manusia (HAM).
Berbicara di Teheran, Baqeri Kani membuat pernyataan tersebut dalam pertemuan virtual Pemuda Mendukung Palestina, sebagai reaksi terhadap pemvetoan AS baru-baru ini atas pernyataan DK-PBB terhadap serangan Israel yang ditudingnya sebagai kekejaman Zionis di tanah pendudukan.
Pertemuan tersebut diikuti oleh para aktivis hak asasi manusia dari berbagai negara termasuk Italia, Suriah, Pakistan, Bahrain, Palestina, Irak dan Yaman. Menurutnya, veto AS ke DK-PBB yang diyakini mendukung rezim Zionis, yang datang untuk ketiga kalinya, sebenarnya adalah 'veto hak asasi manusia'.
Baca Juga: Iran Kuasai 35 Persen Saham Industri Persenjataan Sudan di Yarmouk
Israel dan sekutu Baratnya dianggap membayangkan bahwa mereka bisa membungkam 'suara perlawanan'. Padahal, menurut Baqeri Kani, perlawanan sekarang ini lebih kuat dari sebelumnya, sementara Zionis lebih lemah dari sebelumnya.