Padahal, pilihan semacam ini telah dicoba, dan gagal berulang kali sejak Hamas merebut kekuasaan di Gaza dari pasukan Abbas pada 2007. Banyak orang Palestina telah melihat ONP sebagai bagian dari sistem dominasi Israel yang mengakar dan semakin tak tertahankan, yang melampaui Tepi Barat yang diduduki, di mana PA mengelola pusat-pusat populasi utama di bawah kendali menyeluruh Israel.
Kemarahan warga Palestina memuncak selama April 2021 lewat aksi protes dan bentrokan di Yerusalem, yang akhirnya menyebar ke seluruh wilayah sehingga memicu perang Gaza.
Bahwa makian dari ribuan jamaah usai sholat di Masjid Al-Aqsa, usai solat Jumat pekan lalu, telah menjadi bukti dukungan rakyat ke Hamas termasuk bagi Mohammed Deif, komandan bayangan dari sayap militer Hamas, Brigade Ezzedine al-Qassam.
Deif tegas menentang kebijakan Israel atas Al-Aqsa dan upaya pemukim Yahudi untuk mengusir puluhan keluarga dari lingkungan terdekat. Deif telah mengeluarkan ultimatum ke Israel untuk menghentikan tindakan-tindakan itu.
Ketika waktu habis, sayap militer Hamas ini pun menembakkan roket jarak jauh, yang mengganggu parade Israel yang merayakan klaimnya atas kota tersebut. Serangan ini memicu perang Gaza yang menewaskan lebih dari 250 orang, sebagian besar adalah warga Palestina, dan menyebabkan kehancuran yang meluas di wilayah miskin itu.
Tapi, manuver itu juga memungkinkan Hamas untuk menggambarkan dirinya sebagai pembela Yerusalem yang cerdik, di mana Hamas dan Brigade Ezzedine al-Qassam selama konflik di Timur Tengah, memiliki ikatan emosional yang dalam sehingga memukul Israel.
Mkhaimar Abusada, seorang profesor ilmu politik di Universitas Al-Azhar di Gaza, menegaskan, dukungan untuk Hamas telah meningkat di tengah kekecewaan yang meluas dengan ONP. “Pada akhirnya, Israel menghancurkan gedung-gedung ini,” katanya. "Kami menderita karena pendudukan Israel, kami menderita karena penindasan Israel ... Palestina tidak akan menyalahkan Hamas."
Israel mengklaim, pihaknya membuat berbagai proposal selama bertahun-tahun untuk sebuah negara Palestina di sebagian besar Tepi Barat, Gaza dan Yerusalem timur, wilayah yang direbutnya dalam perang 1967.
Pihak Palestina sendiri selama bernegosiasi dalam posisi yang lemah, menyatakan bahwa tawaran Israel itu tidak cukup jauh.