Demi mengejar target tersebut, paslon terkadang menggunakan cara tidak sah atau melanggar ketentuan penyelenggaraan dalam undang-undang, serta melanggar hak-hak asasi pasangan calon tertentu.
Oleh karenanya, menurutnya agak berbeda dari masa sebelumnya ketika norma ambang batas mulai diterapkan.
MK yang melihat masalah ambang batas dalam praktiknya menyebabkan tidak senantiasa menyatakan permohonan dengan jumlah selisih melewati ambang batas yang ada segera dinyatakan tidak dapat diterima.
"Jika ada petunjuk awal yang ditunjukkan dalam bukti-bukti yang menjadi lampiran permohonan.
MK akan menunda sikap tentang ambang batas setelah memeriksa pokok perkara, untuk melihat benar atau tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran, termasuk yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif, dalam proses penyelenggaraan," ujar Maruarar.***