Pemenang Kedua Bisa Ditetapkan Pemenang Pilkada, Berikut Penjelasan Mantan Hakim MK

- 8 Maret 2021, 06:39 WIB
Ilustrasi Sidang MK
Ilustrasi Sidang MK /MK RI

KALBAR TERKINI – Beberapa pasangan bupati dan wakil bupati mengakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pasca Pilkada 2020 lalu.

Dua di antaranya berasal dari Kalimantan Barat yakni Kabupaten Sekadau dan Kabupaten Sambas, hingga kini sengketa Pilkada dua kaupaten tersebut masih proses persidangan.

Keputusan MK nantinya, tidak serta merta berupa pemungutan suara ulang seluruhnya atau pemilihan suara ulang sebagian, namun juga bisa berupa diskualifikasi hasil Pilkada.

Baca Juga: Imbau Pendukung Tetap Tenang, PDIP Minta Masyarakat Sekadau Tunggu Putusan MK

Hal tersebut dijelaskan Mantan hakim MK Maruarar Siahaa, MK bisa saja memenangkan pasangan calon (paslon) pemilik suara terbanyak kedua sebagai kandidat terpilih di dalam Pilkada.

Maruarar Siahaan dalam keterangan pers di Jakarta Minggu, mengatakan keputusan itu bisa diambil MK ketika paslon pemilik suara terbanyak pertama di pilkada, terbukti melakukan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

"Tentang putusan, sampai kepada diskualifikasi dan paslon yang memiliki suara terbanyak kedua ditetapkan sebagai paslon yang dilantik, tetap dimungkinkan," kata Maruarar.

Baca Juga: Tidak Memenuhi Syarat, MK Putuskan 33 Perkara Sengketa Pilkada Tidak Dilanjutkan

Baca Juga: Lima Bupati Bakal Dilantik 26 Februari Tanpa Sekadau dan Sambas, Ini Daftarnya

Namun, kata dia, MK perlu memeriksa kinerja Bawaslu sebelum memenangkan paslon pemilik suara kedua sebagai kandidat terpilih.

Misalnya kemungkinan Bawaslu tidak menangani atau bekerja tidak sesuai dengan aturan.

Kemudian, kata dia MK perlu menguji pilkada yang terdapat pelanggaran hukum pemilu soal TSM.

Menurut dia, MK berwenang menyatakan paslon yang ditetapkan sebagai pemenang untuk didiskualifikasi jika pelanggaran TSM terbukti.

Setelah itu, paslon pemilik suara terbanyak kedua dilantik sebagai pemenang pilkada.

Namun, lanjut dia MK dapat menyatakan pemilihan ulang, ketika perolehan suara paslon yang diskualifikasi tidak berbeda jauh.

Mekanisme pemungutan suara ulang ini bisa terjadi ketika jumlah paslon lebih dari dua. Selanjutnya selisih suara antara Paslon yang tidak didiskualifikasi terpaut tipis.

"MK berwenang menyatakan paslon yang ditetapkan sebagai pemenang oleh KPU didiskualifikasi dan menyatakan pemenang kedua yang dilantik, atau jika suara pasangan calon di luar diskualifikasi tidak berbeda jauh, dapat menyatakan dilakukan pemungutan suara ulang, di luar keikutsertaan paslon yang didiskualifikasi," ucapnya.

Selain itu, menurut Maruarar adanya indikasi kecurangan juga menjadi pertimbangan mahkamah ketika menerima perkara sengketa pilkada yang selisih suaranya melebihi syarat ambang batas. 

Dia mengatakan syarat ambang batas sendiri telah mendorong pasangan calon untuk mengejar selisih suara yang menjamin kemenangan mereka tidak bisa digugat ke MK.

Demi mengejar target tersebut, paslon terkadang menggunakan cara tidak sah atau melanggar ketentuan penyelenggaraan dalam undang-undang, serta melanggar hak-hak asasi pasangan calon tertentu.

Oleh karenanya, menurutnya agak berbeda dari masa sebelumnya ketika norma ambang batas mulai diterapkan.

MK yang melihat masalah ambang batas dalam praktiknya menyebabkan tidak senantiasa menyatakan permohonan dengan jumlah selisih melewati ambang batas yang ada segera dinyatakan tidak dapat diterima.

"Jika ada petunjuk awal yang ditunjukkan dalam bukti-bukti yang menjadi lampiran permohonan.

MK akan menunda sikap tentang ambang batas setelah memeriksa pokok perkara, untuk melihat benar atau tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran, termasuk yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif, dalam proses penyelenggaraan," ujar Maruarar.***

 

Editor: Slamet Bowo Santoso

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x