Otoritas Palestina Dimaki 'Anjing': Saatnya Merangkul Hamas!

- 24 Mei 2021, 22:05 WIB
KORBAN - Seorang anak korban serangan roket Israel di gaza dalam perang 11 hari, 10-21 Mei 2021, dirangkul ayahnya./SCREENSHOT VIDEO ALARABIYA NEWS/CAPTION: OKTAVIANUS  CORNELIS/
KORBAN - Seorang anak korban serangan roket Israel di gaza dalam perang 11 hari, 10-21 Mei 2021, dirangkul ayahnya./SCREENSHOT VIDEO ALARABIYA NEWS/CAPTION: OKTAVIANUS CORNELIS/ /SCREENSHOT VIDEO ALARABIYA NEWS

KALBAR TERKINI - Merangkul Gerakan Perlawanan Islam (Harakat al-Muqawama al-Islamiyya/Hamas)  merupakan kiat  terbaik dalam membangun Palestina.  Sebab,  Otoritas Nasional Palestina (ONP sebagai pemerintahan diklaim telah kehilangan dukungan rakyatnya bahkan dimaki 'anjing'. 

Mayoritas rakyat Palestina pasca perang 11 hari Israel-kelompok Hamas, 10-21 Mei 2021, semakin marah, dan tak mendukung keberadaan ONP sebagai pemerintah yang sah atas legitimasi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).  

Presiden Palestina Mahmoud Abbas,  yang juga pemimpin Partai Fatah, lawan dari Partai Hamas, telah kalah wibawa.  Partai Hamas, yang singkatannya dalam bahasa Arab: ''pengabdian dan semangat di jalan Allah', telah dicap sebagai teroris oleh AS, Uni Eropa, sebagian negara-negara Arab, dan beberapa kekuatan lain, tapi faktanya: Hamas lebih mendapatkan dukungan rakyat Palestina ketimbang ONP.  

Abbas dan ONP-nya  tak memiliki berwibawa  lagi. Ini sangat kencang terlihat  usai solat Jumat di Masjid Al-Aqsa, 21 Mei 2021, ketika ribuan jemaah Palestina meneriakkan:  "Anjing penguasa, keluar!",  sebagai tanggapan atas khotbah Jumat dari mufti yang ditunjuk pihak ONP.  

Baca Juga: Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa, Berikut Implementasi Lima Sila dalam Kehidupan Sehari-hari

Fakta bahwa ONP telah kehilangan dukungan rakyat, harus menjadi pertimbangan pihak internasional termasuk AS dalam memperkuat gencatan senjata antara Hamas dan Israel, serta dalam upaya rekonstruksi atas infrastruktur di Palestina terutama di Kota Gaza pasca perang 11 hari. 

Dikutip Kalbar-Terkini.com dari The Associated Press, Senin, 24 Mei 2021,   setelah berminggu-minggu kerusuhan dan perang 11 hari yang menghancurkan di Gaza, AS dan komunitas internasional berencana terlibat dengan Palestina untuk menghidupkan kembali upaya perdamaian. 

Tapi, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken yang akan berkunjung ke Gaza pada Selasa, 25 Mei 2021, hanya akan bertemu dengan para pemimpin ONP, yang nota bene wibawanya sudah merosot dan dikesampingkan oleh protes dan dikalahkan oleh kelompok militan Hamas.  

Hal ini berbahaya, berisiko mengancam stabilitas keamanan internal di Palestina, dan juga gencatan senjata Hamas-Israel. Ini karena pihak ONP selama ini tidak lebih dekat dengan tugas-tugas kenegaraannya, dan terjadi sejak  Abbas terpilih sebagai Presiden Palestina pada 2005 setelah kematian Yasser Arafat. 

Bahkan, ketika Abbas membatalkan Pemilu Palestina pertama sejak 15 tahun terakhir pada April 2021, terindikasi disengaja oleh Abbas,  karena Fatah sendiri telah terpecah, dan  akan mengalami kekalahan memalukan andai pemilu tersebut  jadi digelar.   

Sikap keras Hamas sendiri  yang anti-Yahudi, dan tak bertoleransi dalam bentuk apapun dengan Israel, sangat bertolak belakang dengan sikap Abbas atas nama ONP.  ONP telah mempertahankan hubungan keamanan yang erat dengan Israel, dan sangat tertarik atas ide solusi Palestina-Israel.  

Baca Juga: Surat Al Kafirun, Asbabun Nuzul Beserta Artinya per Ayat Sebagai Berikut

ONP telah Gagal

Secara internasional, ide solusi kedua negara itu dipandang sebagai satu-satunya cara dalam menyelesaikan konflik, meskipun tidak ada pembicaraan damai yang substansial selama lebih satu dekade. 

Hamas menang telak dalam Pemilu Palestina pada 2006 alias pemilu terakhir,  dan Hamas siap untuk melakukannya dengan baik lagi pasca penundaan pemilu pada April 2021. Di sisi lain, Hamas bersikeras untuk tidak mengakui hak Israel untuk hidup, dan menolak dimaasukkan dalam daftar hitam sebagai organisasi teroris.  

Terbukti, berbagai protes di Yerusalem dan di tempat lain,menurut analisa, kebanyakan terjadi tanpa pemimpin aliasberlangsung spontan yang diklaim tanpa provokasi Hamas sbagai alwan politik Abbas. 

“Pilihannya adalah untuk terlibat dengan Hamas atau pemerintahan yang sangat tidak representatif dan tidak berfungsi - semacam pemerintahan - otoritas yang sama sekali tidak memiliki legitimasi,” kata Tahani Mustafa, seorang analis di Crisis Group, sebuah wadah pemikir internasional. 

Namun, Israel dan AS tampaknya mengambil rute kedua. Ini terindikasi lewat pernyataan para pejabat di kedua negara,  yang berharap untuk memperkuat ONP, dengan mengorbankan Hamas.

Baca Juga: Gerhana Bulan Total 26 Mei 2021 Berjuluk Gerhana Super Blood Moon, Catat Wilayah Lintasannya Berikut

Padahal, pilihan semacam ini telah dicoba,  dan gagal berulang kali sejak Hamas merebut kekuasaan di Gaza dari pasukan Abbas pada 2007.  Banyak orang Palestina telah melihat ONP sebagai bagian dari sistem dominasi Israel yang mengakar dan semakin tak tertahankan, yang melampaui Tepi Barat yang diduduki, di mana PA mengelola pusat-pusat populasi utama di bawah kendali menyeluruh Israel. 

Kemarahan warga Palestina memuncak selama April 2021 lewat aksi protes dan bentrokan di Yerusalem,  yang akhirnya menyebar ke seluruh wilayah sehingga memicu perang Gaza. 

Bahwa makian dari ribuan jamaah usai sholat di Masjid Al-Aqsa,  usai solat Jumat pekan lalu, telah menjadi bukti dukungan rakyat ke Hamas termasuk bagi  Mohammed Deif, komandan bayangan dari sayap militer Hamas, Brigade Ezzedine al-Qassam.

Deif  tegas menentang kebijakan Israel atas Al-Aqsa dan upaya pemukim Yahudi untuk mengusir puluhan keluarga dari lingkungan terdekat. Deif telah mengeluarkan ultimatum ke Israel untuk menghentikan tindakan-tindakan itu.

Ketika waktu habis, sayap militer Hamas ini pun menembakkan roket jarak jauh,  yang mengganggu parade Israel yang merayakan klaimnya atas kota tersebut. Serangan ini memicu perang Gaza yang menewaskan lebih dari 250 orang, sebagian besar adalah warga Palestina, dan menyebabkan kehancuran yang meluas di wilayah miskin itu. 

Tapi, manuver itu juga memungkinkan Hamas untuk menggambarkan dirinya sebagai pembela Yerusalem yang cerdik, di mana Hamas dan Brigade Ezzedine al-Qassam selama konflik di Timur Tengah,  memiliki ikatan emosional yang dalam sehingga memukul Israel.  

Mkhaimar Abusada, seorang profesor ilmu politik di Universitas Al-Azhar di Gaza, menegaskan, dukungan untuk Hamas telah meningkat di tengah kekecewaan yang meluas dengan ONP. “Pada akhirnya, Israel menghancurkan gedung-gedung ini,” katanya.  "Kami menderita karena pendudukan Israel, kami menderita karena penindasan Israel ... Palestina tidak akan menyalahkan Hamas." 

Baca Juga: Lifter Windy Berhak Tampil Olimpiade Tokyo 2020, Sabet Emas di Kejuaraan Junior Angkat Besi Dunia 2021

Israel mengklaim,  pihaknya membuat berbagai proposal selama bertahun-tahun untuk sebuah negara Palestina di sebagian besar Tepi Barat, Gaza dan Yerusalem timur,  wilayah yang direbutnya dalam perang 1967.     

Pihak Palestina sendiri selama bernegosiasi dalam  posisi yang lemah, menyatakan bahwa tawaran Israel itu tidak cukup jauh.

Khalil Shikaki,  yang telah mensurvei opini publik Palestina selama lebih dari dua dekade, menyatakan bahwa popularitas Hamas biasanya meningkat selama periode konfrontasi,  hanya untuk kembali normal ketika keadaan sudah tenang.  

Tapi ditegaskan, krisis legitimasi rakyat Palestina terhadap ONP itu nyata. "Perang terakhir antara Israel dan Hamas ini telah menunjukkan bahwa ONP benar-benar telanjang," katanya. 

"Hamas dapat berargumen bahwa mereka membela Yerusalem ketika tidak ada orang lain (baik Abbas, maupun negara-negara Arab maupun komunitas internasional) yang mau melakukan apa pun,"  lanjut Shikaki. 

"Narasi ini benar-benar fantastis dalam hal keefektifannya, dan Hamas lolos,  karena Abbas tidak memiliki kredibilitas di antara orang-orang Palestina sendiri," katanya.   

Toh hal itu tidak akan menghalangi Abbas untuk menyambut Blinken ke istana presiden di Ramallah pekan ini sebagai pemimpin Palestina.

Padahal, mandat presiden dari Abbas,  yang lewat ONP mengelola kurang dari 40 persen Tepi Barat, telah berakhir lebih dari satu dekade lalu.   

Karena  itu, secara luas diharapkan bahwa setiap uang pembangunan kembali Gaza, disalurkan melalui PBB dan Qatar. PBB dan Qatar, negara yang dituding mendanai kelompok-kelompok teroris Islam, sudah menyalurkan bantuan, dan melaksanakan proyek-proyek kemanusiaan di Gaza, sebagai bagian dari gencatan senjata tidak resmi antara Israel dan Hamas.*** 

 

Sumber: The Associated Press 

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah