KALBAR TERKINI - Peluru tajam digunakan oleh aparat militer dan polisi Myanmar selama menindak aksi unjuk rasa rakyatnya yang berlangsung sejak 1 Februari 2021 menyusul kudeta oleh pihak junta pimpinan Jenderal Senior Min Aung Hlaing terhadap Pemerintahan Aung San Suu Kyi.
Hingga Minggu, 14 Maret 2021 malam, sekitar 80 warga telah tewas, yang semuanya akibat tembakan dari beragam senjata api dari aparat di banyak kota di Myanmar.
Senjata-senjata ini serta jenis persenjataan berat yang digunakan adalah hasil belanja bernilai puluhan juta dolar AS oleh pihak militer dari uang rakyat untuk memerangi bangsanya sendiri: alih-alih untuk menjadi kekuatan tempur kelas satu!
Baca Juga: Ayahnya Tewas Ditembak Junta, Tangis Balitanya Pecah di Pemakaman
Baca Juga: Hadapi Junta Myanmar, 10 Kelompok Etnis Bersenjata Sepakat Bela Rakyat
Baca Juga: Pasukan Malaikat Suci Iran Bertaruh Nyawa, Khamenei: Puji Tuhan Semesta Alam!
Dilansir Kalbar-Terkini.com dari France 24, edisi 29 Mei 2019, pengeluaran besar-besaran ternyata dilakukan oleh pihak junta militer, meskipun Myanmar mengalami embargo senjata dari Uni Eropa (UE) dan AS serta seruan pada awal Mei 2019 dari misi pencari fakta PBB bagi komunitas internasional untuk memutuskan hubungan keuangan dengan militer Myanmar.
Bisnis persenjataan terus dilakukan, walaupun para jenderal senior Myanmar juga menghadapi sanksi atas kampanye bumi hangus yang telah memicu evakuasi lebih dari 740 ribu warga Muslim Rohingya ke Bangladesh.
Belum lagi dengan tuduhan pelanggaran HAM yang kian meningkat karena militer Myanmar harus menangani gerakan bersenjata dari etnis Rakhine yang notabene beragama Buddha, menurut laporan Amnesti International.