Korut Ancam Perbesar Persenjataan Nuklir, Rudalnya Sanggup Jangkau Negara AS

31 Mei 2021, 19:37 WIB
RUDAL KORUT - Rudal nuklir balistik Korea Utara dalam foto ini yakni Rodong memiliki jangkauan 1.300 kilometer. Rudal lainnya, Taepodong-2 meruakan jenis rudal balistik antarbenua berjarak 6.000 kilometer./FOTO: DEFENSE WORLD/CAPTION: OKTAVIANUS CORNELIS/ /DEFENSE WORLD

SEOUL, KALBAT TERKINI -  Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK)  bakal memperbesar kekuatan persenjataan nuklirnya selama AS tetap memusuhi pihaknya. Korut mengklaim telah memproduksi rudal nuklir balistik antarbenua.

Rudal Korut, semisal Rodong (rudal balistik jarak 1300 kilometer),  dan Taepodong-2 (rudal balistik antarbenua berjarak 6.000 kilometer),  sanggup menghancurkan AS dan banyak negara lain  di Benua Amerika. Sebelumnya, pihak Korut mengancam bahwa jika terus ditekan oleh AS,  pihaknya akan menunjukkan kepada dunia tentang 'perang yang tak terbayangkan'.

Adapun pernyataan terbaru Korut tentang akan memperbesar persenjataan nuklirnya, mengemuka dari seorang analisis di Korut, dan bukan pernyataan resmi Pemerintah Korut.  Korut selama ini diam alias tak menanggapi  KTT AS-Korea Selatan (Republic of  Korea/ROK), Jumat, 21 Mei 2021.  

Komentator ini berbicara atas nama warga Korut,  setelah AS dalam KTT tersebut ditudingnya setuju  mengizinkan Korsel membangun rudal yang lebih kuat sehingga dijadikan  contoh dari kebijakan permusuhan AS terhadap Korut, sebagaimana  dikutip Kalbar-Terkini.com dari The Associated Press, Senin,  31 Mei 2021.

Baca Juga: 5 Penyebab Kram Otot Kaki Yang Perlu Anda Ketahui, Salah Satunya Penyakit Hati

Diingatkan pula bahwa sikap AS  itu dapat menyebabkan 'situasi akut dan tidak stabil' di Semenanjung Korea. Pihak AS dalam KTT  telah mengakhiri pembatasan selama puluhan tahun terkait pengembangan rudal Korsel sehingga memungkinkan sekutunya itu mengembangkan senjata dengan jangkauan tak terbatas.

Tuduhan kebijakan AS yang memusuhi Korut ini diklaim penting. Sebab,  Korut tidak akan kembali ke pembicaraan, dan akan memperbesar persenjataan nuklirnya selama permusuhan AS terus berlanjut.

Tetapi karena pernyataan ini bersifat individu, maka Korut dprediksi masih ingin memberikan ruang untuk potensi diplomasi dengan pemerintahan  Presiden Joseph  'Joe'  Biden.

"Langkah penghentian adalah pengingat yang jelas dari kebijakan permusuhan AS terhadap (Korea Utara),  dan kesepakatan ganda yang memalukan," kata Kim Myong Chol, kritikus urusan internasional tersebut, menurut Kantor Berita Pusat Korut . "Ia asyik dalam konfrontasi,  meskipun hanya basa-basi dialog." 

“Namun, AS salah. Ini adalah kesalahan serius untuk menekan (Korea Utara),  dengan menciptakan ketidakseimbangan asimetris di dalam,  dan sekitar Semenanjung Korea, sehingga dapat menyebabkan situasi akut dan tidak stabil di Semenanjung Korea,  yang sekarang secara teknis sedang berperang, ”lanjutnya. 

Baca Juga: 5 Penyebab Kram Otot Kaki Yang Perlu Anda Ketahui, Salah Satunya Penyakit Hati

AS sebelumnya melarang Korsel mengembangkan rudal berjangkauan lebih dari 800 kilometer karena kekhawatiran tentang perlombaan senjata regional. Jangkauannya cukup bagi senjata Korsel untuk menyerang seluruh Korut, tetapi tidak mampu mencapai target kunci potensial di negara tetangga lain,  seperti China dan Jepang. 

Beberapa pengamat Korsel memuji diakhirinya pembatasan,  yang disebut sebagai pemulihan kedaulatan militer, tetapi yang lain menduga niat AS adalah untuk meningkatkan kemampuan militer sekutunya di tengah persaingan dengan China. 

Komentator Kim menuduh, Washington berusaha memicu perlombaan senjata, menggagalkan pembangunan di Korut, dan mengerahkan rudal jarak menengah,  yang menargetkan negara-negara di dekat Korut. 

Baca Juga: Turki Bantai Ribuan Pejuang: Orang Kurdi Pantang Menyerah

Pemerintah Korsel sendiri menyatakan,  pihaknya secara 'hati-hati mengawasi'  reaksi Korut, tetapi juru bicara Kementerian Unifikasi Lee Jong-joo,  tidak akan berkomentar sebaliknya. Sebab, pernyataan tersebut didistribusikan oleh seseorang, bukan pernyataan resmi Pemerintah Korut. 

Pernyataan Korut ini  muncul saat pemerintahan Biden membentuk pendekatan baru terhadap Korut di tengah pembicaraan yang sudah lama tidak aktif mengenai program nuklir Korut.  Selama KTT,  Biden dan Moon Jae-in menegaskan,  tinjauan kebijakan baru AS tentang Korut 'mengambil pendekatan yang terkalibrasi dan praktis yang terbuka untuk dan akan mengeksplorasi diplomasi' dengan Korut. 

Para pejabat AS telah menyarankan Biden akan mengadopsi kebijakan jalan tengah antara para pendahulunya - hubungan langsung Donald Trump dengan pemimpin Korut  Kim Jong Un,  dan 'kesabaran strategis' Barack Obama.  

Beberapa ahli menilai,  Biden kemungkinan tidak akan memberikan keringanan sanksi besar kepada Korut, kecuali Korut mengambil langkah-langkah denuklirisasi konkret terlebih dahulu. 

Pernyataan Korut mengkritik tinjauan pemerintahan Biden yang secara tidak langsung ini menegaskan bahwa , kebijakan baru tersebut dipandang oleh negara lain 'hanya sebagai tipu daya'. 

Baca Juga: Perang Hamas-Israel Diprediksi Berkobar: Pasca Koalisi  Pecat Netanyahu!

Pedoman Rudal Balistik  sejak 1979

Pada 1979, Korsel  menyetujui pedoman rudal balistik , membatasi pengembangan dan kepemilikan rudal balistik negara itu dalam jangkauan 180  kilometer.

Menyusul pada 2001,  dilansir dari Wikipedia, AS setuju untuk memperluas batas jangkauan rudal Korsel menjadi 300 kilometer, yang hanya diterapkan di rudal balistik penerbangan berkecepatan tinggi dan bebas, tidak termasuk senjata jelajah permukaan yang lebih lambat.

Korsel mengembangkan kendaraan udara tak berawak (UAV),  dan rudal jelajah yang disebut Hyunmoo-3 . UAV tidak akan memiliki batasan jangkauan sementara jangkauan rudal jelajah adalah 1500 kilometer. Kisaran rudal Korsel  ini, kurang dari rudal Korut seperti Rodong (rudal balistik jarak 1300 kilometer) dan Taepodong-2 (rudal balistik antarbenua jarak 6.000 kilometer).

Pada 6 Oktober 2012, setelah banyak kaukus antara Korseld an AS, keduanya sepakat untuk memperluas jangkauan rudal balistik menjadi 800 kilometer. Jarak ini lebih pendek dari jangkauan yang disarankan Korsel yakni 1000 kilometer, tetapi jauh lebih panjang dari batas 300 kilometer yang ada.

Baca Juga: Eropa Berusaha Jegal KTT Biden-Putin, Rusia: Memotong Leher Sendiri!

Setelah perpanjangan pedoman rudal terbaru, salah satu media China melaporkan bahwa rudal balistik Korsel akan mendapatkan kemampuan untuk mencapai China , Jepang , Rusia, dan  Korut. Media menunjukkan keprihatinan atas kemungkinan serangan Korsel ke Beijing , jika jangkauan rudal Korsel ini diperpanjang.

Media Pemerintah Tiongkok lainnya, Xinhua, menilai bahwa perluasan jangkauan rudal tersebut sebagai pelanggaran terhadap Rezim Kontrol Teknologi Rudal (MTCR).    

Departemen Luar Negeri Rusia menentang perpanjangan jangkauan rudal Korsel , melalui kolom Alexander Lukashcvich, juru bicara Departemen Luar Negeri Rusia.

Sementara Korut menyatakan akan memperkuat kekuatan militer pihaknya sebagai tanggapan atas perpanjangan tersebut. Korut menyatakan,  roketnya  mampu mencapai Korsel, Jepang, Guam, bahkan AS.

Baca Juga: Roman Protasevich: Milenial yang Ditangkap Melibatkan Jet Tempur MiG-29

Korut juga menegaskan akan 'menanggapi senjata nuklir dengan senjata nuklir, dan menanggapi rudal dengan rudal',  seperti dinyatakan oleh Komite Pertahanan Nasional Korut. Komite juga menyatakan,  satu-satunya yang tersisa adalah tindakan tegas, dan pihaknya akan menunjukkan kepada dunia: sebuah 'perang yang tak terbayangkan'.

Pada 2017 Korea Selatan menguji rudal Hyunmoo-2C dengan jangkauan 800 kilometer. Menyusul pada 4 September 2017, Presiden AS Donald Trump setuju 'pada prinsipnya' untuk membatalkan batas berat hulu ledak rudal Korsel setelah uji coba nuklir keenam Korut.

Dalam KTT AS-Korsel,  21 Mei 2021, Moon Jae-in dan Biden setuju untuk sepenuhnya menghapus pedoman rudal.***

 

Sumber:  The Associated Press, Wikipedia,

 

 

Editor: Oktavianus Cornelis

Terkini

Terpopuler