Junta Myanmar 'Nangis Darah': Total Energies dan Puma Hentikan Operasional!

- 30 Mei 2021, 15:49 WIB
PUMA ENERGY - Upacara pembukaan Puma Energy di kawasan industri Thilawa di Kota Yangon, Myanmar,  6 Mei 2017./EPA/VIA MYANMAR NOW)
PUMA ENERGY - Upacara pembukaan Puma Energy di kawasan industri Thilawa di Kota Yangon, Myanmar, 6 Mei 2017./EPA/VIA MYANMAR NOW) /EPA/VIA MYANMAR NOW

KALBAR TERKINI - Perusahaan energi raksasa Total Energies segera menghentikan produksinya sekaligus mengunci rekening keuangan rezim junta pimpinan Jenderal Min Aung Hlaing. Sementara Puma Energy resmi menghentikan pasokan bahan bakarnya di semua negara bagian  terhitung sejak Sabtu, 29 Mei 2021.

Jika perusahaan energi sudah mengambil tindakan, menurut catatan Kalbar-Terkini.com, maka berisiko 'selesai' sudah  operasional pasukan rezim ini serta juga keuangannya. Pendanaan untuk rezim junta memang masih ada, antara lain dari produksi tambang batu giok, intan, dan  mineral lain yang bekerjasama dengan Pemerintah Tiongkok.

Namun,  dengan tindakan dari perusahaan-perusahaan energi ini maka operasional pihak militer junta dipastikan akan macet, sebagaimana dikutip dari Myanmar Now,  Sabtu pekan silam. Argumen kuat penghentian operasional datang dari Total Energies, operator ladang gas Yadana. 

Ini karena  pihak perusahaan menyatakan sangat marah atas tindakan militer junta yang tidak berhenti menganiaya rakyatnya sendiri sejak rezim mengkudeta kepemimpinan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021. Selain itu, perusahaan Prancis yang berbasis di AS ini harus tunduk atas keputusan Pemerintah AS dan Uni Eropa terkait  sanksi ke rezim Myanmar.

Baca Juga: Fabio Quatararo Kembali Rebut Pole di Sirkuit Mugello, Akankah Trend Positif Ducati Berlanjut?

Pihak Total juga membenarkan bahwa penghentian produksi dilakukan tak lepas dari meningkatnya tekanan dari kampanye internasional untuk menghentikan pembayaran minyak kepada rezim militer.

Berbicara pada rapat umum tahunan perusahaan, ketua dan kepala eksekutif Total Patrick Pouyanné menegaskan, pihaknya 'mengutuk kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang telah terjadi di Burma'.

Pouyanné menyatakan,  'satu-satunya cara menghentikan aliran uang ke rezim Myanmar adalah dengan menghentikan produksi.

 Hanya saja, menurutnya, pihak Total  harus patuh ke hukum.  Artinya,  pihak Total  masih  harus mempertimbangkan  produksi dari  Yadana untuk menghormati kontrak yang ditandatangani dengan PTT, mitranya di Thailand, tetangga Myanmar. Sebab, Thailand selama ini membeli sebagian besar gas produksi Total dari  Yadana. "Di negara ini (Myanmar) juga terjadi kerja paksa," tegasnya.

Halaman:

Editor: Oktavianus Cornelis


Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x