Ketua MPR RI Soal KKB: Sikat Habis! Memangnya Mereka 'Pake' HAM?

- 27 April 2021, 18:14 WIB
/ILUSTRASI  KKB DI PAPUA /PIXABAY/CLKER-FREE-VECTOR-IMAGES/VIA PIKIRAN RAKYAT/
/ILUSTRASI KKB DI PAPUA /PIXABAY/CLKER-FREE-VECTOR-IMAGES/VIA PIKIRAN RAKYAT/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

KALBAR TERKINI - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menegaskan kepentingan dalam negeri dan rakyat adalah yang utama. Karenanya,  jangan sampai ada ruang toleransi bagi tumbuh suburnya gerakan separatis dan terorisme  di bumi Indonesia.

"Termasuk Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua, yang oleh Badan Intelijen Negara, kini dilabeli sebagai kelompok separatis dan teroris. Memangnya para separatis dan teroris itu pakai teori Hak Asasi Manusia (HAM) saat membunuh rakyat dan aparat yang bertugas?"  tegas Bamsoet -panggilan akrabnya- dalam siaran pers yang dibagikannya  ke grup Whatssupp Forum Redaktur, Selasa, 27 April 2021.

"Sikat habis, tumpas dan ratakan para separatis dan teroris yang tidak berprikemanusiaan itu. Sebagai pimpinan MPR RI, demi melindungi rakyat dan negara, saya siap menjadi orang yang bertanggungjawab di hadapan hukum internasional atau hukum manapun. Terpenting, para separatis dan teroris bisa musnah dari bumi Indonesia," tegasnya Bamsoetmerespon pernyataan Amnesti Internasional Indonesia.

Baca Juga: Penyebab Kecelakaan Masih Selidiki, Asrena Kasal: Kapal Selam KRI Nanggala-402 Tidak Kelebihan Muatan

Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, dari aspek pertahanan keamanan nasional dan hukum, sangat jelas bahwa KKB di Papua bukanlah kelompok kriminal bersenjata biasa. Melainkan termasuk gerakan yang memiliki motivasi politik untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Mereka jelas tidak punya right to self determination (hak menentukan nasib sendiri). Karena ketika Papua telah menjadi bagian integral NKRI berdasarkan New York Agreement 1962, maka hak menentukan nasib sendiri serta merta batal demi hukum," jelas Bamsoet.

Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menekankan, sangat tepat jika gerakan KKB dinilai sebagai gerakan pemberontakan melawan pemerintah yang sah (makar) dengan cara-cara teror. Sehingga penetapan keadaan darurat militer, baik secara hukum nasional maupun internasional, sudah sah dan bisa segera diberlakukan.

Baca Juga: Jokowi Pastikan Kenaikan Pangkat 53 Awak Kapal Selam KRI Nanggala, Bintang Jasa Jalasena jadi Dedikasi Terbaik

"Tidak boleh lagi ada toleransi terhadap para separatis dan teroris untuk melakukan aksi kejahatan yang meresahkan masyarakat serta mengakibatkan korban jiwa," tegansya.

"Kerahkan seluruh kekuatan yang dimiliki negara. Kalau perlu turunkan kekuatan empat matra terbaik yang kita miliki selain Densus 88 dan Brimob Polri. Yakni Gultor Kopassus, Raiders, Bravo dan Denjaka. Kasih waktu satu bulan, mereka pasti bisa menumpas habis para separatis dan teroris di Papua hingga ke akarnya," pungkas Bamsoet.

Reaksi Amnesti Internasional  

Sementara itu,  Pernyataan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo,  yang meminta aparat TNI-Polri untuk menumpas habis KKB Papua dengan kekuatan penuh di Papua dan mengabaikan hak asasi manusia (HAM), dinilai keliru.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai penggunaan kekuatan penuh dalam menumpas kelompok kriminal bersenjata (KKB) dan menyampingkan HAM di Papua adalah tindakan keliru.

"Apalagi kalau mendengar arahan dari Ketua MPR yang mengatakan bahwa tumpas habis urusan HAM belakangan. Saya kira cara itu keliru, HAM itu perintah konstitusi. HAM itu memiliki landasan konstitusional bahkan dasar negara Republik Indonesia. Pancasila sila pertama, dan kedua, itu menegaskan pentingnya soal perlindungan HAM," kata Usman kepada VOA, Senin, 26 April 2021.

Bukan tanpa alasan, menggunakan kekuatan penuh dan menyampingkan HAM dalam menumpas KKB juga akan mengancam keselamatan masyarakat yang ada di Papua. Pendekatan-pendekatan yang dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan konflik dan kekerasan di Papua harus melihat perspektif HAM.

Baca Juga: Turut Berduka Cita Atas Musibah KRI Nanggala-402, Personel Lanud Supadio Selenggarakan Doa Bersama

"Termasuk dalam konteks rencana untuk melabeli Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai kelompok teroris. Saya kira kebijakan tersebut hanya akan mendorong eskalasi konflik, karena rencana itu harus dibatalkan sebab tidak sesuai dengan prinsip-prinsip negara hukum," ucap Usman.

Usman juga menjelaskan faktor penyebab konflik dan kekerasan di Papua tak pernah berhenti. Salah satu penyebabnya lantaran kasus-kasus kekerasan yang terjadi di Papua tak pernah diselidiki secara tuntas.

"Kalau pun ada penyelidikan biasanya hanya diselesaikan sebatas mekanisme yang tertutup atau internal. Apalagi kalau ada keterlibatan aparat," jelasnya.

Pada Minggu, 25 April 2021,  Kepala Badan Intelijen Negara Daerah (Kabinda) Papua Brigjen TNI Putu Dani di Kampung Dambet, Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, tewas ditmebak KKB dari kelompok Lekagak Telengen. Sebelumnyya gerombolan ini menggelar teror di wilayah tersebut, dan tak pernah berhenti menyerang aparat selain juga warga sipil.***

 

Sumber: Rilis Ketua MPR RI, VOA

 

 

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x