Leila Khaled, Teroris Wanita Palestina: Membajak dan Ledakkan Pesawat

- 21 Mei 2021, 22:21 WIB
LEILA KHALED -  Aktivitas Leila Khaled dalam misi-misi berbahaya Palestina dianggap mengerikan oleh Israel dan Barat. Khaled pun diidentikkan dengan  Ernesto 'Che' Guevara, tokoh revolusioner Marxis Argentina, tokoh utama Revolusi Kuba,  yang juga dokter, penulis, pemimpin gerilya, diplomat, dan ahli teori militer./PHOTO: JADALIYYA/CAPTION: OKTAVIANUS CORNELIS/
LEILA KHALED - Aktivitas Leila Khaled dalam misi-misi berbahaya Palestina dianggap mengerikan oleh Israel dan Barat. Khaled pun diidentikkan dengan Ernesto 'Che' Guevara, tokoh revolusioner Marxis Argentina, tokoh utama Revolusi Kuba, yang juga dokter, penulis, pemimpin gerilya, diplomat, dan ahli teori militer./PHOTO: JADALIYYA/CAPTION: OKTAVIANUS CORNELIS/ /JADALIYYA

KALBAR TERKINI - Dikaruniai wajah yang ayu dan bodi nan atletis, Leila Khaled bukanlah wanita sembarangan. Khaled mahir menggunakan beragam senjata baik senjata api maupun tajam, bahan peledak, terlibat aksi-aksi pengeboman, dan dua kali membajak pesawat, satu di antaranya dia ledakkan.

Beginilah sepak terjang Khaled pada dekade 1960-an hingga 1970-an, ketika aktif dalam berbagai tugas rahasia yang diembannya dari para petinggi Front Pembebasan Palestina (PLO),  pimpinan Yasser Arafat. Atas aksinya inilah, Khaled,  yang kini berusia 77 tahun,  masih dicap teroris oleh Israel.

Aktivitasnya yang dianggap mengerikan oleh Israel dan Barat terutama AS membuat  Khaled diidentikkan dengan  Ernesto, tokoh revolusioner Marxis Argentina, dokter, penulis, pemimpin gerilya, diplomat, dan ahli teori militer.

Baca Juga: Genjatan Senjata Adalah Langkah Akhir Israel dan Hamas, Warga Palestina Sebut Sebagai Kemenangan

Wajah dari 'Che' Guevara, tokoh utama Revolusi Kuba ini telah menjadi simbol pemberontakan kontra budaya di mana-mana, dan lambang global dalam budaya populer.

Sepak terjang Khaled inilah yang menghilhami Sarah  Irving untuk menulis sebuah biografi berjudul Leila Khaled: Ikon Pembebasan Palestina. Belakangan, selain karena sepak terjangnya yang tak takut mati, Khaled pun semakin dikenal  dunia lewat biografi tersebut.

Khaled dewasa ini kerap diundang sebagai pembicara di banyak negara termasuk di AS dan Uni Eropa yang pernah mencekalnya karena dicap teroris. Bahkan di mata Israel, Khaled dianggap sebagai 'seorang teroris tetaplah teroris'.   

Setahun silam,  kuliah umum virtualnya  di beberapa kampus di AS,  atas sponsor  Zoom Video Communications Inc, perusahaan teknologi komunikasi AS, sempat menimbulkan pro kontra di kalangan perguruan-perguruan tinggi termasuk para mahasiswanya.

Baca Juga: Israel-Hamas Gencatan Senjata, Iran dan Turki malah 'Panas'

Jalankan Misi Pembajakan Pesawat 

Lahir di Haifa, kini  kota ketiga terbesar di Israel, 9 April 1944, Khaled adalah perempuan pertama asli Palestina, yang membajak dua pesawat sebagai protes atas penjajahan Israel di negerinya, Palestina.  Ini dilakoni Khaled selama menjadi aktivis kemerdekan Palestina yang diawalinya sebagai anggota  Barisan Rakyat untuk Pembebasan Palestina (PFLP) yang berganti nama menjadi PLO.

Masa kecilnya sarat dengan derita sebagai anak pengungsi perang.  Dikutip Kalbar-Terkini.com  dari Pluto.com, penerbit buku biografinya,  Khaled  dalam usia empat tahun pada dekade 1940-an, mengungsi bersama keluarganya. Ini terjadi  setelah Israel merebut kota kelahirannya dalam perang dengan negara-negara Arab.   

Ketika beranjak dewasa, Khaled bergabung dengan Gerakan Nasionalis Arab,  yang dimotori oleh George Habash.  Meski sempat menempuh pendidikan kedokteran di Universitas Amerika di Beirut, Khaled lebih tertarik ke politik, kemudian masuk ke organisasi militan ini, yang didirikan oleh Habash pasca Perang Enam Hari pada 1967.  

Dalam perang yang dimenangkan Israel pada 5-10 Juni 1967, negara zionis ini dikepung oleh Mesir (kala itu masih bernama Republik Arab Bersatu), Yordania, Lebanon, Suriah, dan Irak, plus PLO. 

Aksi pembajakan pertama dilakukan oleh Khaled pada 29 Agustus 1969. Sasarannya,  Boeing 737 milik maskapai Trans World Airlines,  bernomor penerbangan 840, rute  Roma, Italia- Athena, Yunani.

Baca Juga: Israel dan Hamas Sepakat Gencatan Senjata: Alhamdulillah, Gloria in Excelsis Deo!

Khaled dan seorang temannya beraksi sehingga pilot dengan todongan senjata keduanya, mendadak mendaratkan pesawat  di Bandar Udara Internasional Damaskus, Ibu Kota Suriah. Pesawat menuju Athena ini, dipaksanya melintasi Haifa, kota kelahirannya.

Setelah semua penumpang dan awak pesawat turun, Khaled meledakkan pesawat tersebut sebelum akhirnya ditahan oleh aparat keamanan Suriah, dan dilepas tak lama kemudian.

Setelah bebas, Khaled melakukan operasi plastik untuk menyembunyikan wajahnya yang terlanjur 'terkenal', dan kembali beraksi pada 6 September 1970. Bersama pria asal Nikaragua dari jaringan 'Che' Guevara bernama Patrick Arguello, keduanya membajak pesawat bernomor 219 milik maskapai Israel, El Al Nahas. 

Pesawat yang terbang dari Kota Amsterdam, Belanda menuju Kota New York, AS, dipaksanya mendarat di  Bandar Udara Heathrow, Kota London, Inggris. Dalam aksi pengepungan oleh polisi London, Arguello tewas ditembak.   

Khaled berhasil diringkus dengan dua granat di tangan.

Belakangan, Khaled dibebaskan pada 1 Oktober 1970,  sebagai bagian dari pertukaran tahanan, kemudian menjadi anggota Dewan Nasional Palestina,  dan aktif di Forum Sosial Dunia.  

Pernikahannya dengan Dokter Fayez Rasyid berakhir dengan perceraian di Kota Yaman, Yordania.  Pernikahan mereka dikaruniai dua anak, Badir dan Basyar. 

Setelah bercerai, Khaled pindah ke tiur tengKuwait, dan mengajar bahasa Inggris di sekolah dasar, dan sekolah menengah pertama. 

Baca Juga: Genjatan Senjata Adalah Langkah Akhir Israel dan Hamas, Warga Palestina Sebut Sebagai Kemenangan

Film Leila Khaled si Pembajak

Sepak terjangnya menarik perhatian  Lina Makboul, sutradara asal Swedia untuk  membesut sebuah film dokumenter mengenai kisahnya, Leila Khaled si Pembajak.

Adapun dalam buku Leila Khaled: Ikon Pembebasan Palestina, diulas rinci tentang masa kecil, masa remaja, dan aktivitasnya di organisasi radikal Palestina.  Termasuk suasana rumahnya di Timur Tengah pada 1967, ketika Israel berhasil mempermalukan militer gabungan negara-negara Arab yang mengeroyoknya.

Israel kala itu berhasil  merebut wilayah Palestina yang tersisa di barat Sungai Yordania dan utara Sinai. Orang-orang Palestina di Tepi Barat dan Gaza. Termasuk ribuan pengungsi Palestina yang tinggal di dua kawasan itu sejak awal berdirinya Israel pada  1948.

Sebelumya, warga Palestina ini hidup di bawah pemerintahan Yordania dan Mesir, kemudian menjadi sasaran pendudukan militer Israel.

Meski demikian, menurut Khaled dalam biografi tersebut, perhatian dunia ke Palestina sendiri sangatlah minim. Mereka dipandang oleh Barat sebagai pengungsi kecil yang dirampas, terjebak dalam permusuhan antara orang Yahudi dan Arab di Timur Tengah, dan tidak terlalu penting, kecuali sebagai alasan untuk menjadi korban agresi kekuatan-kekuatan Arab.

Baca Juga: Palestina Meratap: Rakyat Israel Tuding Negaranya Lakukan Genosida

Selama dekade itu, menurut Khaled,  muncul ketidakpuasan di antara orang-orang Palestina di kamp-kamp pengungsi di Yordania, Lebanon, dan Suriah. Sebuah gerakan perlawanan rakyat Palestina pun tumbuh pada pertengahan 1960-an.

Gerakan ini kian , diradikalisasi,  dan dipopulerkan usai Perang Enam Hari,  dan lewat kecurigaan warga Palestina sendiri atas dukungan kosong rezim negara-negara Arab. Kemunculan pertama PRM telah menuai pemujaan kepahlawanan yang meluas dari sudut pandang opini publik Arab.

PRM  pun dianggap sebagai 'malaikat'  dan 'penyelamat'. Dukungan semacam ini untuk sementara waktu telah memberikan tekanan kepada rezim-rezim Arab untuk memberikan dukungan resmi sehingga menempatkan PRM secara tepat dalam kerangka perjuangan Dunia Ketiga melawan dominasi ekonomi dan politik AS.

PRM kemudian merevitalisasi elemen-elemen radikal di dunia Arab,  dan mengungkap karakter sebenarnya dari rezim-rezim [Arab reaksioner].

Aksi Khaled membajak pesawat yang terpaksa mendarataudrey di London, membuat namanya disejajarkan dengan Che Guevara. Poster Khaled pun terpampang di ribuan dinding di Palestina.

Baca Juga: Polisi Jerman Grebek Tiga Entitas Hizbullah, Depdagri: Teroris tak Aman di Sini

Pada dekade 2000-an, Khaled menjadi pola dasar bagi para revolusioner Palestina terutama kaum perempuan. Aksi-asi Khaled membuatnya muncul dalam berbagai diskusi yang bertemakan  taktik perjuangan pembebasan Palestina, dan emanisipasi politik kaum perempuan Timur Tengah.  

Seperti perkataan penulis feminis Robin Morgan: "Di mata banyak orang di Barat, ada dua stereotip yang dibina dengan baik tentang wanita Palestina: dia adalah Leila Khaled,  yang sarat granat, atau pengungsi buta huruf,  yang rela melahirkan anak laki-laki demi revolusi."

”Generalisasi ini,  mungkin berbicara lebih banyak tentang persepsi Barat,  ketimbang realitas Palestina. Tapi, ini telah menggambarkan sejauh mana Leila Khaled bergabung dengan jajaran kecil individu,  yang bersama dengan Yasser Arafat (pendiri PLO) dan berbagai pelaku bom bunuh diri, muncul di benak banyak orang Barat, ketika nama Palestina disebut. Ini adalah hal yang sangat ambivalen bagi Leila dan bangsanya," lanjutnya.  

Morgan antara lain mencatat bahwa ketika melakukan pembajakan pesawat, Khaled  masih muda, mirip aktris AS legendaris,  Audrey Hepburn. Khaled  adalah teroris wanita pertama yang menjadi sorotan media dunia. 

Lepas dari citra sebagai teroris, bagi banyak orang,  Khaled adalah sosok yang dikagumi, mempesona, dan inspiratif.  

Bahkan,  selama dua kali beraksi membajak pesawat, para penumpang tak menyangka bahwa wanita secantik itu bisa menjadi teroris, Khaled dilaporkan ramah, berbincang-bincang dengan penumpang,  tanpa mengurangi kewaspadaannya.*** 

 

Sumber: Pluto Press

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah