KTT Undang Aung Hlaing, Pengamat Myanmar: ASEAN Penyemir Sepatu Jenderal Pembunuh!

- 24 April 2021, 18:25 WIB
UNJUK RASA - Sehari sebelum KTT ASEAN yang membahas khsusus konflik di Myanmar, para pengunjuk rasa di negara tersebut kembali berdemo. Mereka memegang spanduk bertuliskan ‘Apa kita ini? Kami adalah orang Yangon!'  saat mereka berbaris di pusat kota Yangon, Jumat,  23 April 2021./EPA-EFE/VIA MYANMAR  NOW/
UNJUK RASA - Sehari sebelum KTT ASEAN yang membahas khsusus konflik di Myanmar, para pengunjuk rasa di negara tersebut kembali berdemo. Mereka memegang spanduk bertuliskan ‘Apa kita ini? Kami adalah orang Yangon!' saat mereka berbaris di pusat kota Yangon, Jumat, 23 April 2021./EPA-EFE/VIA MYANMAR NOW/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

Sedikit harapan untuk terobosan selama pertemuan dua jam di KTT antara  Aung Hlaing dengan enam kepala negara dan tiga menteri luar negeri yang mewakili ASEAN.   “Tragedi yang sedang berlangsung memiliki konsekuensi serius bagi Myanmar, ASEAN, dan kawasan,” kata Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan pada malam KTT.

Diplomat lain menyatakan, bantuan kemanusiaan dapat ditawarkan ke Myanmar jika kondisinya membaik. Sementara Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi berharap, semua pihak  dapat mencapai kesepakatan tentang langkah-langkah selanjutnya yang dapat membantu rakyat Myanmar keluar dari situasi yang sulit ini.

Sebagaimana prediksi U Than Soe Naing, analis politik di Myanmar, KTT tersebut hanya sebatas 'imbauan' atau 'menyarankan'.  Dikutip dari The Associated Press, ASEAN melalui Brunei mengeluarkan pernyataan yang tidak diharapkan atas skudeta:  mengutuk perebutan kekuasaan,  tetapi ironisnya, mendesak  adanya 'upaya dialog, rekonsiliasi,  dan kembali normal sesuai kemauan dan kepentingan rakyat Myanmar.

Di tengah tekanan Barat, bagaimanapun,  ASEAN sebagai kelompok regional telah berjuang untuk mengambil posisi yang lebih kuat dalam berbagai masalah,  tetapi tetap pada pendekatan non-konfrontatifnya.

"Semua negara ASEAN setuju untuk bertemu  Aung Hlaing,  tetapi tidak menyebutnya sebagai kepala negara Myanmar di KTT itu," kata diplomat Asia Tenggara itu.

Para kritikus menilai,  keputusan ASEAN untuk bertemu dengannya tidak dapat diterima. Sebab, ini  sama saja dengan melegitimasi penggulingan dan tindakan keras mematikan.  Amnesti Internasional mendesak Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya,  untuk menyelidiki Aung Hlaing terkait  'tuduhan kredibel atas tanggung jawab kejahatan terhadap kemanusiaan di Myanmar'.

"Sebagai negara pihak dalam konvensi PBB melawan penyiksaan,  Indonesia memiliki kewajiban hukum untuk menuntut atau mengekstradisi tersangka pelaku di wilayahnya," demikian Amnesti Internasional.

“Krisis Myanmar yang dipicu oleh militer,  telah memberi ASEAN ujian terbesar dalam sejarahnya,” kata Emerlynne Gil dari kelompok HAM  yang berbasis di London. "Ini bukan masalah internal Myanmar, tetapi masalah hak asasi manusia dan kemanusiaan yang besar, dan  berdampak pada seluruh wilayah dan sekitarnya."

Aparat Polri selama KTT telah membubarkan puluhan pengunjuk rasa yang menentang kudeta dan kunjungan pemimpin junta itu. Lebih 4.300 polisi disebarkanke seluruh wilayah DKI Jakarta  untuk mengamankan pertemuan, yang diadakan di bawah pengamanan ketat di tengah pandemi.

Keragaman ASEAN, termasuk ikatan yang berbeda dari banyak anggotanya dengan China atau AS, bersama dengan kebijakan dasar untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri satu sama lain,  dan memutuskan melalui konsensus. Hal ini telah melumpuhkan kemampuan ASEAN  untuk secepatnya menangani krisis di Myanmar.***

Halaman:

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x