Ingat, Orang Dayak Harus Patuhi Hukum Negara: Hasil Rapat Kepala Suku dan Adat se-Borneo

- 3 Maret 2021, 15:36 WIB
HUKUM  DAYAK - Rapat virtual para kepala suku dan adat Dayak Internasional se-Pulau Borneo sepakat, keberadaan hukum adat, termasuk hukum adat Dayak dan hukum negara, adalah hukum positif sebagai yang berlaku saat ini. Hukum adat sebagai hukum positif  berlaku di mana-untuk menciptakan kedamaian dan ketertiban masyarakat./THE LEADERS/
HUKUM DAYAK - Rapat virtual para kepala suku dan adat Dayak Internasional se-Pulau Borneo sepakat, keberadaan hukum adat, termasuk hukum adat Dayak dan hukum negara, adalah hukum positif sebagai yang berlaku saat ini. Hukum adat sebagai hukum positif berlaku di mana-untuk menciptakan kedamaian dan ketertiban masyarakat./THE LEADERS/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

Yulius Yohanes, Salfius Seko dan Tobias Ranggie, menggarisbawahi bahwa tidak mungkin dilakukan penyeragaman terhadap hukum adat Dayak. Langkah modernisasi bisa dilakukan, tapi tidak menghilangkan makna religi di dalam hukum adat di masing-masing rumpun Suku Dayak. Di antaranya, perlunya keberadaan Hukum Adat Dayak secara tertulis dari masing-masing rumpun Suku Dayak, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembenahan jaringan infrastruktur kebudayaan Dayak.

Di samping itu, perlunya pemahaman kolektif bahwa hukum adat Dayak pada dasarnya bertujuan menciptakan rasa keadilan dan ketentraman masyarakat, sehingga terhindar dari penyalahgunaan dan praktik komersialisasi, dan siapa saja yang berwenang menggelar peradilan adat Dayak.

Materi dari Yulius Yohanes, Salfius Seko dan Tobias Ranggie, kemudian ditanggapi Jiuhardi (Samarinda), Dagut H Djunas (Palangka Raya), Bujino A Salan (Banjarmasin), Marli Kamis (Tanjung Selor), Dr Benedictus Topin (Presiden International Dayak Justice Council, dan Presiden Hakim Adat Dayak Internasional).

Hadir pula  Jalumin bin Bayogoh (Perwakilan Dayak International Organization di Negara Bagian Sabah), Andrew Ambrose Atama Katama (Perwakilan Tetap Suku Dayak di Perserikatan Bangsa-Bangsa), Mike M Jok (Sabah), Peter John Jaban (Panglima Ribut dari Sarawak), dan Buni Japah (Sarawak).

Para penanggap menggarisbawahi penyusunan materi Hukum Adat Dayak dari masing-masing rumpun Suku Dayak. Filosofinya harus mengacu kepada 96 pasal Hukum Adat Dayak, penjabaran dari sembilan poin kesepakatan para tokoh Dayak se-Pulau Borneo di Desa Tumbang Anoi, Kecamatan Damang Batu, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia, 22 Mei - 24 Juli 1894.

Baca Juga: Lantik dan Kukuhkan Pengurus KONI Singkawang, Fachrudin Harap Kekompakan Pembinaan Atlet

Hukum adat, termasuk hukum adat Dayak adalah salah satu sumber dari segala sumber hukum negara, di samping Pancasila sebagai sumber utama. Karena itu penerapan hukum negara, filosofinya harus sejalan dengan hukum adat. Jadi, hukum adat Dayak adalah salah satu filosofi dalam pembentukan hukum negara di Indonesia.

Keberadaan hukum adat, termasuk hukum adat Dayak dan hukum negara adalah hukum positif sebagai hukum yang berlaku saat ini. Hukum adat itu sebagai hukum positif, berlaku di mana-mana untuk menciptakan kedamaian dan ketertiban masyarakat.

Itu sebab dalam filosofi hukum, dipahami bahwa jika terjadi sengketa perdata dan pidana, bisa diselesaikan sesuai kearifan lokal, maka hukum adat dijadikan pilihan selagi sejalan dengan filosofi hukum negara. Karena tujuan penerapan hukum positif (hukum negara dan hukum adat), untuk menciptakan ketertiban dan kedamaian masyarakat.

Kemudian para penanggap akan menggarisbawahi tuntutan Otonomi Khusus Kebudayaan Suku Dayak sebagaimana tertuang di dalam Protokol Tumbang Anoi 2019, hasil Seminar Internasional dan Ekspedisi Napak Tilas Tumbang Anoi 1894 di Desa Tumbang Anoi, 22 - 24 Juli 2019.

Halaman:

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x