Produk Hukum adalah Kesepakatan, Mahfud MD: Revisi UU ITE Harus Dilakukan

26 Februari 2021, 08:39 WIB
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD /Kalbar Terkini/Mulyanto Elsa

KALBAR TERKINI - Mengenai revisi Undang-Undang Informasi Teknologi Elektronik (UU ITE), saat ini pemerintah tengah memikirkan perubahan yang terbaik.

Nantinya, UU ITE dengan mempertimbangkan resultante baru, di mana sikap tersebut sesuai amanat yang disampaikan Presiden Jokowi yang meminta merevisi UU ITE.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, seperti dirilis Kalbar-Terkini.com dari Pikiran-Rakyat.com, Mahfud mengakui adanya masukan dari berbagai pihak mengenai efek pasal karet yang menimbulkan permasalahan dalam implementasi UU ITE, sehingga perlu adanya revisi UU ITE.

Baca Juga: Disiarkan Secara Live Streaming, Pelantikan Bupati-Wakil di Kalbar Sepi Penonton

Baca Juga: Transformasi Digital Sasar Jutaan UMKM, Presiden Ingin Ekonomi Kerakyatan Segera Bangkit

“Bahwa hukum adalah kesepakatan yang bisa diubah dengan resultan terbaru dan selalu berubah menyesuaikan perubahan masyarakat,” tuturnya.

Oleh sebab itu, ia meminta kepada seluruh pihak untuk tidak menutup diri terhadap perubahan hukum karena hukum adalah kesepakatan masyarakat.

“Hukum adalah resultante, yaitu kesepakatan yang dibuat oleh rakyat itu sendiri di dalam negara demokrasi,” kata Mahfud MD.

Menurutnya, pasal karet yang terdapat dalam UU ITE bisa dikendalikan sesuai kebutuhan dan sangat berbahaya dalam perpolitikan.

“Pasal karet itu artinya bisa ditarik tergantung kebutuhan. Dikencengin bisa, dilonggarkan bisa. Kalau dalam politik, bisa lebih berbahaya karena bisa dipakai pada si A, tetapi tidak dipakai pada si B,” katanya.

Baca Juga: Jaga Nama Baik Bangsa, Presiden: Sudah 5 Tahun Karhutla Indonesia Tak Dibahas Negara-Negara ASEAN

Baca Juga: Bahaya Kabut Asap Karhutla Mengancam, Curah Hujan di Kalbgar Rendah hingga Akhir Februari

Mahfud MD menyampaikan bahwa pemerintah menilai penting untuk melakukan revisi UU ITE yang akan dilakukan melalui kajian oleh tim yang dibentuk olehnya selaku Menko Polhukam, yaitu Tim Kajian UU ITE.

Pembentukan Tim Kajian UU ITE dilakukan melalui Keputusan Menko Polhukam Nomor 22 Tahun 2021 yang ditandatangani di Jakarta pada Senin, 22 Februari 2021.

Tim Kajian UU ITE memiliki waktu kerja selama 3 bulan hingga 22 Mei 2021 untuk menentukan perlu atau tidaknya revisi UU ITE.

Sementara itu, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Atal S. Depari mengingatkan keberadaan pasal karet sering memunculkan penafsiran berbeda yang disalahgunakan dalam menjerat warga.

Baca Juga: Demi Pencalonan Gubernur Lampung, Darius Akui Libatkan Diri di Kasus Korupsi Fee Proyek

Baca Juga: Hubungkan Jalur Darat Indonesia-Malaysia, Kalbar Bakal Miliki Lima Terminal Internasional

Atal S. Depari berharap UU ITE mampu memberikan rasa aman dan keadilan karena UU ITE harus memberi rasa keadilan bagi masyarakat, bukan menakut-nakuti alias menjadi momok bagi warga negara yang hendak menyampaikan pendapat berbeda dan kritis.

Ia menilai bahwa check and balance merupakan ciri kehidupan demokrasi yang baik dan terlaksanakannya kebebasan berbicara, berpendapat, berpikir kritis, serta kemerdekaan pers.

“Check and balance adalah ciri kehidupan demokrasi yang baik. Check and balance terjadi jika kebebasan berbicara, berpendapat, berpikir kritis, serta kemerdekaan pers tetap berjalan secara bebas dan bertanggung jawab,” kata Atal S. Depari.

Terkait upaya rencana revisi UU ITE, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo terbitkan Surat Edaran (SE) terkait pedoman bagi penyidik Polri dalam tangani kasus UU ITE .

Bahkan Anggota Komisi III DPR RI Heru Widodo menilai SE Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit memiliki semangat konstruktif terhadap demokrasi dan hak berekspresi masyarakat Indonesia.

Baca Juga: Dubes Italia Tewas, Milisi Hutu Balik Tuduh Pelakunya Tentara Kongo

Baca Juga: Akui Takkan Mudah Kalahkan Valentino Rossi, Luca Marini: Saya Akan Melewatinya di Trek Lurus

“Surat Edaran Kapolri tentang kesadaran budaya beretika untuk mewujudkan ruang digital yang bersih, sehat dan produktif, memiliki spirit yang sangat konstruktif terhadap demokrasi,” kata Heru Widodo.

Dia menilai sudah seharusnya Polri mengambil langkah tepat agar tidak ada upaya kriminalisasi, tetapi tetap menjamin ruang digital tetap produktif, bersih, sehat, dan beretika.

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo terbitkan Surat Edaran (SE) bernomor: SE/2/11/2021 Tentang Kesadaran Budaya Beretika Untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat dan Produktif.

Kapolri mempertimbangkan perkembangan situasi nasional terkait implementasi UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang dinilai kontradiktif dengan hak kebebasan berekspresi masyarakat melalui ruang digital. ***

Editor: Ponti Ana Banjaria

Tags

Terkini

Terpopuler