Sejak menjabat, Rizal Ramli dinilai telah mencurahkan perhatian yang signifikan untuk mengkritik proyek-proyek yang terkait dengan kepentingan beberapa oligarki.
Perseteruan tingkat tinggi termasuk serangan publik Rizal Ramli terhadap Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pada Agustus 2015 terkait proyek pembangkit listrik 35.000 megawat yang diusulkan JK.
"Rizal Ramli secara terbuka menyerang Sudirman Said, yang terkait erat dengan Kalla, atas kontroversi Freeport dan kontroversi ladang gas Masela," tambah Emirza.
Sudirman Said dan Rizal Ramli kemudian diberhentikan dalam reshuffle kabinet, dan memberikan kesempatan kepada Jokowi untuk mendatangkan seorang profesional, Arcandra Tahar, untuk menggantikan Sudirman.
Namun, menteri baru itu sendiri dengan cepat diganti setelah diketahui memiliki paspor AS.
Setelah itu, Jokowi mempercayakan Luhut untuk sementara waktu menggantikan posisi Arcandra.
"Hubungan kuat Luhut dengan Setya Novanto, pemimpin baru Partai Golkar, juga meningkatkan pengaruh Jokowi karena dia memiliki opsi untuk beralih dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang dipimpin oleh Megawati Sukarnoputri, ke Golkar," lanjut Emirza.
Menurutnya, hal ini dilakukan ketika itu untuk pemilihan presiden berikutnya.
Setya sebelumnya adalah Ketua DPR RI, tetapi belakangan mengundurkan diri menyusul kontroversi seputar pembaruan kontrak dengan afiliasi Freeport-McMoRan.
Berbasis di AS, Freeport-McMoRan mengoperasikan tambang emas terbesar di dunia, dan juga tambang tembaga terbesar ketiga.