Bom Mobil Kabul, Hazara Persenjatai Diri : Sudah Cukup Kami Diserang!

- 10 Mei 2021, 00:11 WIB
ETNIS HAZARA: Etnis Hazara di Afghanistan mendominasi lingkungan Dasht-e-Barchi,  lokasi pemboman. Kebanyakan Hazara adalah Muslim Syiah. DI Indonesia, banyak warga Hazara tinggal di kawasan Puncak, Bogor, terkait upaya mencai suaka./FOTO: WIKIPEDIA/CAPTION: OKTAVIANUS C/
ETNIS HAZARA: Etnis Hazara di Afghanistan mendominasi lingkungan Dasht-e-Barchi, lokasi pemboman. Kebanyakan Hazara adalah Muslim Syiah. DI Indonesia, banyak warga Hazara tinggal di kawasan Puncak, Bogor, terkait upaya mencai suaka./FOTO: WIKIPEDIA/CAPTION: OKTAVIANUS C/ /WIKIPEDIA

Pada Minggu, para pemimpin Hazara dari Dasht-e-Barchi bertemu untuk mengungkapkan rasa frustrasi mereka terhadap kegagalan pemerintah dalam melindungi etnis Hazara. Mereka memutuskan untuk mengumpulkan kekuatan berdasarkan perlindungan mereka sendiri bagi komunitas Hazara. 

Pasukan tersebut akan dikerahkan di luar sekolah, masjid, dan fasilitas umum dan akan bekerja sama dengan pasukan keamanan pemerintah. "Tujuan kami  dalah melengkapi pasukan lokal,"  kata anggota parlemen, Ghulam Hussein Naseri.

"Para peserta pertemuan memutuskan bahwa  tidak ada cara lain, kecuali orang-orang itu sendiri untuk memberikan keamanan mereka sendiri bersama dengan pasukan keamanan," lanjut Naseri, menambahkan bahwa pemerintah harus menyediakan senjata bagi warga Hazara. 

Naseri mengatakan,  Hazara telah diserang di sekolah mereka, di masjid mereka,  dan 'itu adalah hak mereka untuk marah'.  "Berapa banyak lagi keluarga yang kehilangan orang yang mereka cintai? Berapa banyak lagi serangan terhadap minoritas ini," kecamnya.

Salah seorang siswa yang berhasil melarikan diri dari sekolah,  mengingat serangan itu, dan jeritan gadis-gadis, dan darah.

“Saya bersama teman sekelas saya, kami meninggalkan sekolah, ketika tiba-tiba terjadi ledakan,” kata Zahra (15), yang lengannya patah karena pecahan peluru. 

"Sepuluh menit kemudian ada ledakan lagi,  dan hanya beberapa menit kemudian ledakan lain," katanya. "Semua orang berteriak,  dan ada darah di mana-mana, lalu saya tidak bisa melihat apa pun dengan jelas. Teman saya meninggal." 

Sebagian besar dari lusinan pelajar yang terluka dilarikan ke rumah sakit darurat untuk korban luka perang di ibu kota Afghanistan. "Hampir semua gadis dan wanita muda berusia antara 12 dan 20 tahun," kata Marco Puntin, koordinator program rumah sakit di Afghanistan. 

Dalam pernyataan menyusul serangan itu, pihak rumah sakit, yang beroperasi di Kabul sejak 2000 itu, menegaskan,  tiga bulan pertama tahun ini pihaknya telah mengalami peningkatan 21 persen korban luka perang. 

Bahkan ketika ISIS telah terdegradasi di Afghanistan, menurut pejabat pemerintah dan AS, ISIS telah meningkatkan serangannya terutama terhadap Muslim Syiah,  dan pekerja wanita. Serangan itu terjadi beberapa hari setelah 2.500 hingga 3.500 tentara AS yang tersisa, secara resmi mulai meninggalkan Afghanistan.

Halaman:

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x