Di AS, 'Wabah' Membunuh Orang Asia Tiga Abad Silam, Kini Terulang

- 18 Maret 2021, 07:49 WIB
LAWAN RASISME - Sabtu, 13 Maret 2021, siswa blasteran China-Jepang di AS bernama Kara Chu (18) INI memegang sepasang balon hati yang dihias sendiri untuk rapat umum bertajuk Cintai Komunitas Kita: Bangun Kekuatan Kolektif. Rapat tersebut untuk meningkatkan kesadaran anti-Asia kekerasan di luar Museum Nasional Jepang Amerika di Little Tokyo di Los Angeles. Penembakan di tiga panti pijat dan spa Georgia pada 16 Maret 2021, terjadi setelah gelombang serangan baru-baru ini terhadap orang Asia-Amerika sejak virus corona pertama kali memasuki AS./FOTO AP/DAMIAN DOVARGANES/
LAWAN RASISME - Sabtu, 13 Maret 2021, siswa blasteran China-Jepang di AS bernama Kara Chu (18) INI memegang sepasang balon hati yang dihias sendiri untuk rapat umum bertajuk Cintai Komunitas Kita: Bangun Kekuatan Kolektif. Rapat tersebut untuk meningkatkan kesadaran anti-Asia kekerasan di luar Museum Nasional Jepang Amerika di Little Tokyo di Los Angeles. Penembakan di tiga panti pijat dan spa Georgia pada 16 Maret 2021, terjadi setelah gelombang serangan baru-baru ini terhadap orang Asia-Amerika sejak virus corona pertama kali memasuki AS./FOTO AP/DAMIAN DOVARGANES/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

Adapun penembakan terhadap empat wanita Korea  pada Selasa lalu, sebagaimana dilansir Kalbar-Terkini.com dari The Associated Press, Kamis, 18 Maret 2021,  terjadi setelah gelombang serangan baru-baru ini terhadap orang Amerika keturunan Asia sejak virus korona pertama kali memasuki AS.  

Banyak anggota komunitas Asia-Amerika melihat pembunuhan di Georgia sebagai pengingat pelecehan dan penyerangan yang telah terjadi dari pantai ke pantai.

Seorang pria kulit putih, Robert Aaron Long (21) yang dicurigai dalam penembakan itu telah ditahan dan dituduh melakukan pembunuhan. 

Namun, pihak kepolisian Georgia menepis bahwa pembunuhan itu karena bermotif rasial. Pria bersenjata itu berdalih kepada polisi bahwa serangan itu tidak bermotif rasial. Melainkan untuk melawan sumber godaan dari para wanita seksi di spa tersebut, mengingat dirinya 'kecanduan seks'.

"Serangan itu tampaknya untuk mengecam apa yang dia lihat sebagai sumber godaan," kata pihak berwenang. 

Sementara itu, anggota parlemen Asia-Amerika lewat media sosial menyatakan sangat sedih atas kasus-kasus ini sehingga diperlukan adanya dukungan terhadap komunitas Asia-Amerika.

Akun Twitter resmi Kongres Kaukus Asia Pasifik Amerika misalnya: ngeri dengan berita ... pada saat kita sudah melihat lonjakan kekerasan anti-Asia. Banyak anggota parlemen mengakui bahwa meningkatnya rasa takut di antara orang Asia-Amerika, sebagai akibat dari meningkatnya jumlah insiden kebencian.

Judy Chu dari California mengingatkan orang-orang tentang efek retorika anti-Asia.  "Saya meminta semua orang untuk mengingat bahwa kata-kata dan retorika yang menyakitkan, memiliki konsekuensi di kehidupan nyata," tulisnya di Twitter. "Harap berdiri, mengutuk kekerasan ini, dan bantu kami #StopAsianHate." 

Adapun serangan baru-baru ini serta pembunuhan terhadap seorang pria San Francisco berusia 84 tahun pada Februari 2021, telah menimbulkan kekhawatiran tentang memburuknya permusuhan terhadap orang Amerika keturunan Asia.

Hampir 3.800 insiden telah dilaporkan ke Stop AAPI Hate, pusat pelaporan yang berbasis di California untuk Penduduk Kepulauan Asia Amerika Pasifik, dan kelompok advokasi mitranya, sejak Maret 2020. 

Halaman:

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah