Kejam! Gunakan Hak Veto, China Blokir Intervensi Pasukan PBB ke Myanmar!

- 17 Maret 2021, 19:20 WIB
KORBAN TEWAS - Anggota keluarga berduka atas kematian seorang pengunjuk rasa di kotapraja Hlaing Tharyar, Yangon, Myanmar, Senin  15 Maret 2021. Tharyar ditembak aparat saat berada di antara kerumunan pengunjuk rasa./MYANMAR NOW/
KORBAN TEWAS - Anggota keluarga berduka atas kematian seorang pengunjuk rasa di kotapraja Hlaing Tharyar, Yangon, Myanmar, Senin 15 Maret 2021. Tharyar ditembak aparat saat berada di antara kerumunan pengunjuk rasa./MYANMAR NOW/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

Keberadaan lima Anggota Tetap dan hak veto dianggap tak sesuai dengan perkembangan zaman karena merupakan warisan PD II. Banyak suara dari tokoh tokoh internasional agar PBB dirombak atau direformasi, supaya dapat mengakomodasi perkembangan dunia internasional, khususnya negara-negara dunia ketiga.

Tokoh tokoh ini, dilansir dari Wikipedia, antara lain, Presiden Sukarno yang mengajukan wacana pada dekade 1960-an disusul Perdana Menteri Malaysia, Dr Mahathir Muhammad.

Usulan dari Organisasi HAM ke PB

Terkait masalah Myanmar, DK PBB  hanya sebatas  memberikan pernyataan  'prihatin yang mendalam'. Namun,  tidak bisa berbuat lebih banyak karena kekuatan veto Rusia dan China. Padahal, Presiden Majelis Umum PBB telah mengutuk kudeta tersebut, dan menekankan bahwa upaya merusak demokrasi dan supremasi hukum, tidak dapat diterima.

Namun, Majelis Umum - organ musyawarah utama PBB - sendiri belum secara resmi mempertimbangkan situasi tersebut, apalagi mengeluarkan tanggapan. Saat DK PBB 'kehilangan arah' untuk mengirim pasukan dari negara-negara anggotanya ke Myanmar, muncul wacana dari Matthew Smith, CEO Fortify Rights, organisasi HAM nirlaba yang bekerja untuk mencegah dan memperbaiki pelanggaran HAM.

Smith menyarankan PBB untuk menggunakan Resolusi Bersatu untuk Perdamaian, sebuah resolusi yang disahkan oleh Majelis Umum PBB pada 1950. Resolusi ini menyatakan, jika DK gagal menjalankan tanggung jawabnya sehubungan dengan ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional, akibat minusnya suara bulat dari anggota tetap, maka Majelis Umum dapat 'mempertimbangkan masalah ini sesegera mungkin'.  

Tujuannya, membuat rekomendasi yang sesuai kepada anggota untuk tindakan kolektif. Isi dari Resolusi Bersatu untuk Perdamaian menekankan,,jika Majelis Umum tidak bersidang pada saat itu, maka dapat digelar sesi khusus darurat.

Sesi itu dapat diminta oleh mayoritas DK atau Majelis Umum.  Resolusi DK yang menyerukan sesi khusus darurat Majelis Umum,  adalah resolusi prosedural. Dengan demikian, tidak tunduk pada hak veto.

Mayoritas anggota DK dapat secara efektif mentransfer masalah ke Majelis Umum, ketika hak veto salah satu dari lima Anggota Tetap DK, mencegah DK untuk mengambil tindakan yang substansif.  

Menurut Smith, resolusi tersebut dapat diangkat terkait penanganan konflik di Myanmar.  Sebab, Piagam PBB memberdayakan Majelis Umum untuk membuat rekomendasi tentang masalah apa saja dalam lingkup piagam. Jadi hal ini secara eksplisit memberdayakannya untuk membuat rekomendasi tentang masalah perdamaian dan keamanan internasional, serta HAM. 

Halaman:

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x