HONGKONG, KALBAR TERKINI - Seorang pakar hukum di China mengklaim, maraknya aksi unjuk rasa di Hongkong terkait dengan pengaruh dari sejumlah penghianat negara yang telah memenangkan pemilihan legislatif atau dewan distrik di daerah otonomi khusus Tiongkok ini dalam beberapa tahun terakhir.
Dilansir Kalbarterkini.com dari China Daily, Jumat, 19 Februari 2021 malam, pernyataan ini dikemukakan Wang Zhenmin, Kepala Institut Pemerintahan Negara dan Direktur Pusat Studi Hong Kong dan Makau di Universitas Tsinghua.
Padahal, menurut Wang, orang-orang tersebut menolak tatanan konstitusional negara dan Hongkong serta menentang 'satu negara, dua sistem'. "Ini mengungkapkan kelemahan dalam sistem dan mekanisme terkait," kecamnya.
"Banyak orang tidak memberikan kontribusi positif untuk Hongkong, tetapi mereka memenangkan pemilihan, hanya dengan menganjurkan kemerdekaan Hongkong," kata Wang.
Baca Juga: Nord Stream II Dibayangi Sanksi AS ke Rusia, Jubir Kremlin: 'Pake' Akal Sehatlah!
Jumlah kalangan ini diklaimnya telah meningkat dan kenyataan ini sama sekali tidak normal. Itu sebabnya Wang menyerukan tentang pentingnya pembenahan aturan dan regulasi untuk lebih mewujudkan prinsip fundamental bagi kalangan patriot yang mengatur Hongkong.
Wang menilai, maraknya unjuk rasa di Hongkong dalam beberapa tahun terakhir ini telah mengindikasikan tentang kemunculan radikalisme. Kalangan ini diangap membahayakan negara karena tidak mengakui sistem sosialis pimpinan Partai Komunis China (PKC).
Menurutnya, sistem sosialis yang dipimpin PKC selama ini telah dipraktikkan di tubuh utama negara, demi menghormati konstitusi nasional, dan Undang-undang Hukum Hongkong, supaya Hongkong bisa berdiri kokoh bersama ibu pertiwi, Republik Rakyat Tiongkok.
Sistem sosialis tersebut dipandangnya sebagai prinsip fundamental, bagian integral, dan inti untuk mengikuti 'satu negara, dua sistem'. Karena itu Wang menekankan mengenai betapa pentingnya Hongkong dipimpin oleh kalangan yang berjiwa pahlawan.