Palestina Meratap: Rakyat Israel Tuding Negaranya Lakukan Genosida

20 Mei 2021, 21:55 WIB
Tentara Israel - Sebagian rakyat Israel menuding negaranya melakukan genosida di Palestina lewat politik apartheid alias politik atas dasar ras./TENTARA ISRAEL, FOTO: RAIMUND ANDREE DARI PIXABAY /CAPTION: OKTAVIANUS CORNELIS/ /RAIMUND ANDREE DARI PIXABAY

KALBAR TERKINI - Serangan bertubi-tubi terutama lewat udara oleh militer Israel ke Palestina telah dikecam oleh sebagian rakyatnya  sendiri. Ini memperjelas bahwa  walaupun  duluan diserang oleh puluhan rudal Hamas, Senin, 10 Mei 2021 malam, tindakan Israel, yang tanpa henti merudal Palestina, dianggap oleh rakyatnya sendiri, bahwa negaranya melakukan kejahatan kemanusiaan .

Hamas sendiri, yang dicap teroris oleh sejumlah negara termasuk Jepang, Kanada, dan AS, selama ini berperang denga Israel, tapi tega menggunakan warga biasa sebagai tameng hidup. Akibatnya,  membawa maut bagi orang-orang tak berdosa di Palestina.   

Dihuni oleh warga Muslim, Nasrani dan Yahudi, menurut pejabat Palestina,  219 orang, termasuk 63 anak-anak di Palestina telah tewas selama sepuluh hari terakhir sejak 10 Mei 2021. Sebanyak 1.500 warga Palestina lainnya terluka, serta 12 orang Israel juga tewas. 

Baca Juga: Biden Bernafsu Kirim Rudal ke Israel: Dilawan Partainya di Parlemen AS

Dikutip Kalbar-Terkini.com dari Middle East Monitor, Kamis, 20 Mei 2021, sekelompok aktivis Yahudi yang menggunakan tagar #IsraelisAgainstApartheid  telah mengutuk tindakan pemerintahnya  dalam serangan yang sedang berlangsung di Jalur Gaza, serta pembersihan etnis atau genosida di Tepi Barat dan pendudukan Yerusalem.

Kelompok tersebut berpidato di hadaoan komunitas internasional dalam surat terbuka yang ditandatangani oleh 400 orang. Menggambarkan negaranya  sebagai 'rezim supremasi Yahudi', para penandatangan mendesak komunitas internasional untuk 'segera campur tangan dalam membela Palestina': Tidak hanya di wilayah pendudukan tetapi juga di seluruh Palestina yang bersejarah.

"Kami percaya bahwa Zionisme adalah prinsip pemerintahan yang tidak etis,  yang secara inheren mengarah ke rezim Apartheid rasis,  yang telah melakukan kejahatan perang,  dan menolak hak asasi manusia dari Palestina selama lebih dari tujuh dekade," tulis mereka.

Baca Juga: Qatar Dituding Danai Terorisme: Ini Argumennya!

Sementara itu, Pusat Hukum Hak Minoritas Arab di Israel menyatakan pada Selasa, 18 Mei 2021,  pihaknya memecat warga Palestina-Israel dari pekerjaan karena mereka berpartisipasi dalam aksi bertajuk Mogok Martabat. Dinyatakan, aksi  yang diselenggarakan dalam solidaritas dengan Gaza, Sheikh Jarrah,  dan Masjid Al-Aqsa,  adalah ilegal. 

Beberapa pekerja dilaporkan dipecat dari pekerjaan mereka setelah mengambil bagian dalam aksi sipil yang diumumkan oleh Komite Tindak Lanjut untuk Warga Arab di Israel. Para pekerja sudah mengirimkan surat kepada Jaksa Agung dan Lembaga Urusan Kesetaraan Kerja. Dinyatakan dalam surat bahwa pemecatan pekerja Arab dalam keadaan seperti ini adalah ilegal. 

Pengacara Sawsan Zahr menegaskan, pihak majikan seharusnya tidak dapat menghukum karyawan atas perbedaan ideologis dan afiliasi politik mereka. Zahr pun menyerukan untuk mengambil tindakan terhadap pihak majikan itu karena dianggap sebagai pelanggar. 

Baca Juga: Hamas Tembakkan Roket dari Lebanon: Pancing Konflik Israel dengan Tetangga

Kecaman Pilot Israel ke Negaranya

Sementara seorang mantan pilot Angkatan Udara Israel, Yonatan Shapira, menggambarkan pemerintah dan tentaranya  sebagai 'organisasi teroris' yang dijalankan oleh 'penjahat perang'.

Kapten Shapira,  yang mengundurkan diri dari tentara Israel pada 2003 di puncak Intifadah II Palestina,  menyatakan kepada Kantor Berita Anadolu bahwa dia menyadari hal itu setelah bergabung dengan tentara, dan menjadi  'bagian dari organisasi teroris'. 

"Saya menyadari selama Intifada II tentang apa yang dilakukan Angkatan Udara Israel dan militer Israel adalah kejahatan perang, yang meneror populasi jutaan orang Palestina. Ketika saya menyadarinya, saya memutuskan untuk tidak hanya pergi,  tetapi untuk mengatur pilot lain,  yang secara terbuka akan menolak mengambil bagian dalam kejahatan ini," katanya.

Baca Juga: Palestina kian Berdarah: Teganya Bos-bos Hamas Hidup Bermewah-mewah di Qatar

"Sebagai seorang anak di Israel, Anda dibesarkan dalam pendidikan militeristik Zionis yang sangat kuat. Anda hampir tidak tahu apa-apa tentang Palestina, Anda tidak tahu tentang Nakba 1948, Anda tidak tahu tentang penindasan yang sedang berlangsung," lanjut Shapira. 

Sejak meninggalkan tentara Israel, Shapira telah meluncurkan kampanye yang mendorong anggota militer lainnya untuk tidak mematuhi perintah menyerang warga Palestina. 

Kampanye tersebut telah menyebabkan 27 pilot militer lainnya diberhentikan dari jabatan mereka di Angkatan Udara Israel sejak 2003.*** 

 

Sumber:  Middle East Monitor   

 

 

 

 

 

 

 

Editor: Oktavianus Cornelis

Tags

Terkini

Terpopuler