Jika 'Keseringan' Mengancam, Menlu Rusia: AS Kehilangan Banyak Dukungan

2 April 2021, 00:34 WIB
TIDAK BANYAK DIDUKUNG - Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mencatat, jika AS bergerak untuk mengancam koeksistensi damai negara-negara di seluruh dunia, maka langkahnya itu hampir tidak akan mendapat banyak dukungan./©MIKHAIL JAPARIDZE/TASS/ /Mikhail Japaridze/ KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

MOSKOW, KALBAR TERKINI -  Keberhasilan dari kencangnya diplomasi antarnegara yang tak semisi atau 'disakiti' AS diduga bakal menguat lewat kesepakatan pembentukan sebuah blok kekuatan baru sehingga menjadikan AS dan sekutu-sekutunya menjadi tak berarti dari berbagai aspek.

Wacana ini pernah dikemukakan oleh seorang politisi di Parlemen Pakistan dalam berita The Associated Press of Pakistan belum lama berselang. Bahwa tanpa bekerjasama dengan AS, menurutnya, negara-negara yang tak semisi atau 'tersakiti' oleh AS - semisal China, Rusia, Iran, Pakistan-  lewat blok kekuatan baru ini, akan lebih mandiri lewat berbagai kerjasama.

Senada itu, dikutip Kalbar Terkini.com dari TASS, Kamis, 1 April 2021,  Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mencatat, jika AS bergerak untuk mengancam koeksistensi damai negara-negara di seluruh dunia, maka langkahnya itu hampir tidak akan mendapat banyak dukungan.

Jika pun didukung termasuk dari negara-negara Uni Eropa (UE), maka mungkin UE akan berdiri sendiri untuk menyelaraskan dirinya dengan AS.  "Uni Eropa telah berjanji setia kepada AS, dengan cara yang belum pernah terlihat sebelumnya," katanya dalam acara Great Game Channel One pada Kamis ini, mengomentari pertemuan puncak virtual UE yang melibatkan Presiden AS, Joe Biden yang berlangsung pada Senin, 22 Maret 2021.

Baca Juga: Lagi, Psikopat 'Ngamuk' di AS: Tembak Mati Empat Orang termasuk Anak-anak

Baca Juga: Bikin Galau, Pakistan akhirnya Cabut Blokir 'Tik Tok'

Baca Juga: IPW: Serangan Teroris ke Mabes Polri Terkait Dendam Tewasnya Anggota FPI di Tol Cikampek!

Lavrov menunjukkan, Rusia tidak mencari konfrontasi dengan AS.  Bahkan setelah Biden melontarkan pernyataan kasar tentang Presiden Rusia Vladimir Putin dalam sebuah wawancara televisi, pemimpin Rusia tersebut tetap menegaskan kembali kesiapan Moskow untuk bekerja sama dengan Washington untuk memastikan kepentingan rakyat kedua negara, dan menjaga keamanan internasional. 

Pernyataan kasar Biden ini langsung membuka mata 'negara-negara yang selama tersakiti oleh AS': temperamen Biden ternyata tak jauh beda dengan sejumlah pendahulunya yang berangasan, termasuk mantan Presiden Donald Trump.  

Padahal, negara-negara ini sempat masih dalam 'tahap menunggu' kebijakan pemerintahan AS yang baru, sekaligus membaca karakter pemimpinnya.

Sejak mengetahui 'siapa sebenarnya' Biden, maka sejumlah negara ini ditengarai mulai bereaksi (meledek), antara lain Korea Utara lewat uji coba rudal-rudal balistiknya. 

Belum Pernah Terjadi  

Menurut Lavrov, cepatnya UE bergabung dan berjanji setia ke AS dalam KTT virtualnya dengan Biden, belum pernah terjadi sebelumnya.

"Saya belum pernah mendengar sumpah setia seperti itu. Apalagi, sambutan yang disampaikan kepada publik mengungkap kurangnya pengetahuan tentang sejarah Perserikatan Bangsa-bangsa, dan banyak hal lainnya,"  tambahnya. 

Lavrov  menekankan, masih ada saja politisi di AS yang tidak masuk akal, yang sadar bahwa kebijakan yang ditujukan untuk konfrontasi dengan Rusia, tidak akan mengarah ke mana pun.

Dia mencatat bahwa 27 organisasi di AS sebelumnya mendesak pemerintah Biden untuk menghentikan penggunaan retorika sembrono' dengan Rusia, dan terlibat dalam 'pembicaraan bilateral yang konstruktif'.  

Dalam pertemuan puncak virtual UE, Biden secara khusus menyoroti perlunya AS dan UE untuk mengoordinasikan tindakan mereka terhadap Rusia dan China.

Para pemimpin UE pun menyatakan keinginannya untuk bekerja dengan AS guna memastikan pasokan vaksin, pemulihan ekonomi paska  pandemi, dan perluasan demokrasi.*** 

 

Sumber: TASS & The Associated Press of Pakistan

 

Editor: Oktavianus Cornelis

Tags

Terkini

Terpopuler