Pantang Menyerah Hadapi Covid-19, Penyadap Nira Sungai Itik Raup Rp 165 Ribu Setiap Hari (Bag-1)

- 20 Februari 2021, 20:51 WIB
Menyadap nira pohon aren zaman kolonial Belanda dan masa kini.
Menyadap nira pohon aren zaman kolonial Belanda dan masa kini. /

  Sehari sebelumnya, mayang muda dari pohon kelapa yang sudah diiris dan ditampung dipanen dan diiris kembali agar keesokan harinya bisa dipanen lagi.

Itulah aktifitas rutin yang dilakukan Baam, warga Sungai Itik, Desa Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.

Kecuali saat hujan dan angin kencang, Baam dan  warga lainnya yang mayoritas petani kelapa dalam tersebut  terpaksa berhenti produksi menyadap mayang.

Baca Juga: Fokus Garap Mobil Listik, Honda Malah “Ditinggal Kabur” CEO nya

Ketika kondisi cuaca mendukung baru aktivitas yang ia kerjakan selama belasan tahun atau saat lajang kembali dijalankan.

Setiap harinya, ia menyadap sekitar 27 batang pohon kelapa dalam yang memang sudah dipilih dari total ratusan pohon kelapa yang ada. Dari 27 batang tersebut air nira yang dihasilkan mencapai 50 liter.

Nira hasil panen sekitar pukul 09.00 WIB langsung ia masak di tungku yang telah disediakan secara khusus. Dengan kuali yang menganga berdiameter sekitar 1 meter, 50 liter nira ia masak.

Api melahap kayu, pelepah, kulit kelapa dan mendidihkan air nira kurang lebih 1 jam. Sambil menunggu air nira mengental dan berubah menjadi kecoklatan.

Baca Juga: Tatap Muka dengan Teten Masduki, Shopee Katakan Pedagang Lokal dan UMKM di Platform Capai 97 Persen

Baam yang biasa dibantu istrinya menyiapkan cetakan gula merah dengan plastik gelas yang di dalamnya sudah dilapisi kantong plastik transparan. Untuk berat gula merah yang dicetak berbentuk batangan bulat tersebut sekitar 3 ons per buah.
 
Nira berubah warna dan mengental menandakan proses memasak berakhir dan selanjutnya dituangkan ke wajan lainnya.

Setelah itu diaduk rata hingga lebih mengental dan baru dituangkan ke dalam cetakan. Tunggu waktu berselang 3 jam, gula merah batangan siap dikemas, dijual atau dikonsumsi. 

Baca Juga: Harga Bitcoin Tembus Rp 741 Juta, Potensial Kenaikan Harga di 2021

"Membuat gula merah pekerjaan rutin dan utama saya setiap harinya kecuali hujan atau angin kencang. Produksi dalam sehari dari 50 liter nira menghasilkan sekitar 13 kilogram gula merah.

Itu lah sumber pendapatan dan ekonomi keluarga saya," ujar Baam saat ditemui di Desa Sungai Itik, Kecamatan Sungai Kakap dilansir Kalbar-Terkini.com dari Antara, Kamis 18 Februari 2021.

Meski di tengah pandemi COVID-19, permintaan dan harga gula masih stabil. Sehingga komoditas tersebut sebagai penyokong utama ekonomi Baam serta warga sekitar yang berprofesi sama.

Baca Juga: Bangun 43 Pertashop Baru, Pertamina Bidik Wilayah Kalimantan

Untuk menjual gula merah juga  tidak lah terlalu sulit. Terdapat 10 agen di desanya siap menampung kapan saja.  Harga gula merah lebih stabil dibanding kelapa dalam bentuk bulat.

Halaman:

Editor: Slamet Bowo Santoso

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x