Herry Wirawan, Pemerkosa 13 Santri Divonis Mati. HAM: Tak Ada Korelasi Antara Hukuman Mati dan Efek Jera

- 4 Januari 2023, 00:35 WIB
Kassi Herry Wirawan pelaku pemerkosa 13 santrinya ditolak MA.
Kassi Herry Wirawan pelaku pemerkosa 13 santrinya ditolak MA. /

KALBAR TERKINI - Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan oleh terdakwa kasus pemerkosaan 13 santri, Herry Wirawan tetap divonis dengan pidana mati.

Di pengadilan tingkat banding sebelumnya, Herry juga divonis dengan pidana mati.

Vonis tersebut mengoreksi putusan pengadilan tingkat pertama yang menghukum Herry dengan pidana penjara seumur hidup.

Majelis hakim tingkat banding juga menghukum Herry untuk membayar restitusi alias uang pengganti kerugian terhadap korban perkosaan, mengoreksi putusan pengadilan tingkat pertama yang membebankan restitusi kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Adapun biaya restitusi nilainya mencapai Rp300 juta lebih.

Setiap korban yang jumlahnya 13 orang akan mendapatkan restitusi dengan nominal beragam.

Baca Juga: Profil AKBP Bambang Kayun,Tersangka Kasus Suap Rp 56 Miliar. Pernah Menjabat Kasat Serse di Polresta Pontianak

Vonis mati tersebut sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum.

Jaksa memandang Herry pantas dihukum mati karena telah memperkosa 13 santriwati.

Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tidak setuju pelaku pemerkosaan santriwati Herry Wirawan dijatuhi hukuman mati.

Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik menilai hukuman mati tak akan memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana.

"Kalau kita lihat kajian-kajian terkait dengan penerapan hukuman mati, tidak ditemukan korelasi antara penerapan hukuman mati dengan efek jera atau pengurangan tindak pidana.

Apakah itu tindak pidana kekerasan seksual, tindak pidana terorisme misalnya atau narkoba, dan tindak pidana yang lainnya," jelas Taufan

Baca Juga: Kronologi Kasus Suap AKBP Bambang Kayun, Diduga Terima Rp 56 Miliar dan Satu Unit Mobil Mewah

Menurutnya, sejumlah negara bahkan sudah menghapus hukuman mati dalam mengeksekusi pelaku tindak pidana. Ia lantas membandingkannya dengan konstitusi yang berlaku di Indonesia.

"Dari konstitusi kita Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28I ayat (1 )misalnya, di situ dikatakan bahwa hak untuk hidup itu adalah merupakan hak yang tidak bisa dikurangi atau dibatasi dalam kondisi apapun. Karena itu dia merupakan suatu hak asasi yang absolut," tambahnya.

Atas dasar itu, Taufan pun meminta para penegak hukum memberikan kesempatan bagi Herry apabila nanti sang terpidana mengajukan kasasi.

Ia menambahkan, dalam RKUHP sendiri, ujar dia, ada aturan yang memberikan kesempatan bagi terpidana mati untuk suatu periode tertentu.

Dalam periode tersebut, apabila sang terpidana tercatat mengalami perubahan-perubahan sikap, maka hukuman mati dapat dimungkinkan untuk diturunkan menjadi hukuman yang lebih ringan.

Halaman:

Editor: Yulia Ramadhiyanti

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x