Rivanlee mengatakan persidangan kasus penembakan Laskar FPI telah terbukti sejumlah warga sekitar diduga mengalami intimidasi oleh aparat.
Warga kala itu diminta aparat tidak merekam peristiwa dan bahkan diminta untuk menghapus file rekaman.
“Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Komnas HAM ketika memberikan keterangan di persidangan,” kata dia.
Rivanlee mengatakan kasus serupa terjadi dalam penyiksaan terhadap Alm. Hermanto yang merupakan tahanan Polsek Lubuklinggau Utara.
Saat itu, pihak kepolisian terkesan menutupi kasus dengan menghalangi jenazah yang meninggal untuk dilihat oleh pihak keluarga.
“Untuk lari dari pertanggungjawaban pidana pun, anggota Kepolisian berdalih bahwa tindakan diambil merupakan langkah terukur terhadap pelaku kriminal.
Padahal dalam peristiwa ini, kami justru menemukan adanya dugaan rekayasa kasus dan fakta,” kata dia.
Rivanlee mencatat ada enam kejanggalan yang tak masuk akal dalam pengusutan kasus penembakan terhadap Brigadir J.
1.Ada disparitas waktu yang cukup lama antara peristiwa dengan pengungkapan ke publik yakni sekitar dua hari.
2.kronologis yang berubah-ubah disampaikan oleh pihak Kepolisian ke publik.