Dengan akses situs jejaring sosial, peran ekstrimis perempuan Indonesia menjadi sangat istimewa di zaman sekarang. Di situs sosial seperti Facebook atau Telegram, perempuan menunjukkan peran operasi dalam menyebarkan kekerasan.
Misalnya, keterlibatan Ika Puspitasari, seorang Indonesia yang teradikalisasi, ikut berkampanye secara online dan memilih seorang suami dari kelompok Telegram Pro-Daesh pada 2015. Tujuannya, memberikan bantuan keuangan, dan melakukan operasi teroris di rumah.
Untuk memenuhi tujuan finansial, Ika mengidentifikasi pembuat bom berbakat melalui Facebook dan Telegram. Dia kemudian membentuk grup Telegram tertentu untuk membahas transfer uang dan perencanaan serangan dengan rekrutannya, tetapi rencananya gagal ketika suaminya ditangkap.
Kasus Bahrun Naim
Pernikahan adalah hubungan terpenting untuk menarik ekstrimis perempuan dan laki-laki radikal dari kelompok ekstremis satu sama lain. Pernikahan lintas batas, membawa para calon teroris di seluruh dunia untuk dihubungkan dengan Asia Tenggara, ketika mereka menikah dengan perempuan Indonesia atau sebaliknya
Contoh klasik dari keterkaitan kuat perkawinan dengan penyebaran aktivitas teroris adalah Bahrun Naim, yang merupakan pemimpin ISIS Indonesia, dan memiliki dua istri, Rafiqa Hanum dan Sri Lestari.
Keduanya bermigrasi bersamanya ke Suriah, dan mengasuh keluarga dan anak-anak mereka di ISIS. Kedua wanita tersebut diketahui mempromosikan pentingnya hidup di Suriah melalui media sosial.
Hanum dan Lestari menjadi bagian dari tulang punggung kepemimpinan Naim di ISIS Asia Tenggara ISIS: menarik perempuan dan laki-laki lain untuk bermigrasi ke Suriah.
Beberapa Muslim radikal dari negara lain juga tertarik kepada wanita Indonesia, karena kualitas potensi penggalangan dana mereka telah memainkan peran strategis dalam penggalangan dana untuk kelompok ekstremis.
Dalam beberapa kasus lain, anggota keluarga perempuan, diindoktrinasi oleh keikutsertaannya dalam lingkaran studi radikal, dan mempengaruhi keluarganya untuk bermigrasi dari Indonesia ke Suriah. Misalnya, enam wanita Indonesia yang dicurigai berafiliasi dengan ISIS ditangkap oleh pihak berwenang Turki pada 14 November 2015, saat mereka mencoba memasuki Suriah.