Beginilah suatu gaya militan yang kurang terlatih, terburu-buru karena tak terlatih, dan...ingin secepatnya masuk 'surga'! Hal ini juga karena JAD terorganisir dengan ISIS secara terdesentralisasi sehingga pelatihan antarsel kurang dilakukan.
Otoritas terkait di Indonesia pun diingatkan untuk tetap mewaspadai kemungkinan serangan dua organisasi teroris Islam lainnya, Mujahidin Indonesia Timur (MIT) dan Jemaah Islamiyah (JI).
Hanya saja, MIT dianggap tak begitu efektif , paska kematian pemimpinnya, Santoso, pada 2016, apalagiserangannya lebih terfokus ke skala lokal.
Dari semua kelompok militan Islam di Indonesia yang harus sangat diwaspadai adalah JI. Sebab, gerombolan ini lebih profesional dalam mengorganisir jaringannya: aktif tapi senyap. Dilansir Kalbar-Terkini.com dari The Diplomat, 23 Juni 2020, JI sangat siap beraksi secara dadakan, dan terindikasi berhasil mengambil keuntungan dari psikologis rakyat Indonesia selama masa pandemi Covid-19, sebagaimana dirangkum dari analisa dua pengamat terorisme spesialis Indonesia.
Pertama, pendapat Zachary Abuza, profesor di National War College, dan asisten profesor di Program Studi Keamanan Georgetown. Kedua, Alif Satria, analis terorisme di Indonesia, yang juga mahasiswa Program Studi Keamanan di Georgetown.
Terorisme dan Pandemi
Pada 1 Juni 2020, seorang militan pro-ISIS yang bersenjata pedang, membunuh seorang polisi, dan melukai lainnya di Provinsi Kalimantan Selatan, sebelum ditembak mati.
Ini adalah serangan pertama JAD selama pandemi. Itu juga sangat amatir. Serangan itu sesuai dengan pola JAD, yang dimulai sebagai organisasi payung bagi kelompok pro-ISIS di Indonesia, tetapi telah berubah menjadi organisasi teroris terkemuka di negara itu.
Beberapa serangan JAD memang kompleks, spektakuler, dan mematikan. Seperti bom bunuh diri Surabaya pada 2018, yang melibatkan dua keluarga. Hal ini tidak hanya menunjukkan kemampuan JAD untuk mengatur serangan simultan, tetapi juga menunjukkan kemampuannya untuk memperluas peran organisasi kepada perempuan dan anak-anak. Begitu pula dengan serangan di Sumatera, September 2019.
Sel tersebut memiliki cache TATP, ciri khas pembuat bom yang lebih terampil.