Berdosanya Taliban Gelar 'Ramadhan Berdarah': Gertak AS Mundur dari Afghanistan

14 April 2021, 23:34 WIB
PASUKAN AS - Pasukan AS telah hampir 20 tahun berada di Afghanistan untuk membendung aksi kelompok teroris al-Qaeda yang dilindungi oleh milisi ekstrimis Taliban. Pada 9 September 2021, tepat '20 Tahun Peringatan 9/11 Serangan al-Qaeda di AS', pasukan AS akan ditarik dari Afghanistan./FOTO: PIXABAY/CAPTION: OKTAVIANUS CORNELIS/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

WASHINGTON (AP) -  Gerilyawan Taliban melancarkan serangan pada hari pertama Ramadan di Afghanistan. Serangan terakhir -yang berlangsung sejak tiga pekan silam- disebut  Ramadan Berdarah telah menewaskan 70 warga sipil dan tentara pemerintah.  

Serangan Taliban yang tak menghormati bulan suci Ramadan ini kian memperkuat rencana Presiden Joe Biden untuk menarik mundur pasukan AS dari negara Timur Tengah wilayah Persia Raya tersebut, 11 September 2021.

Rencana ini pun mendulang kecaman dari lawan Biden di Senat AS.  Para senator dari Partai Republik menganggap Biden pengecut karena mundur  ketika Taliban sebagai musuh, belum ditaklukkan.  Apalagi AS telah berkorban banyak selama  20 tahun di Afghanistan sejak 11 September 2001.  

Biaya yang dikeluarkan selama membiayai operasi telah mencapai 1 triliun dolar AS. Bahkan sebanyak 2.200 tentaranya tewas, dan  20 ribu lainnya terluka. Sejumlah laporan intelijen yang bocor ke media menyebutkan, jumlah yang tewas sebenarnya lebih dari itu. 

Baca Juga: Hillary Clinton Tulis Novel 'Negara Teror'

Baca Juga: Kurniawan alias Huang, 'Manusia Sampah' ini Dikembalikan ke Indonesia

Baca Juga: Kota Pekalongan Disorot Media Internasional, CNA: Bakal Tenggelam 2036 Mendatang

Jumlah yang tak didata ini berasal dari  kalangan personel atau kelompok militer AS yang tewas selama menjalankan operasi intelijen  dan kematian mereka disembunyikan.     

Pasukan AS berada di Afghanistan dengan misi khusus untuk melibas gerombolan senjata Taliban, yang dianggap melindungi kawanan al-Qaeda,  pimpinan Osama in Laden. Al-Qaeda bertanggung jawab atas serangan yang populer dinamakan  9/11,  11 September 2001.

Ketika itu, terjadi serangkaian empat serangan bunuh diri, yang telah diatur terhadap beberapa target di Kota New York dan Washington. Pada 11 September 2001 pagi, 19  anggota al-Qaeda membajak empat pesawat jet penumpang.

Para pembajak sengaja menabrakkan dua pesawat ke Menara Kembar World Trade Center di New York.  Kedua menara runtuh hanya dalam waktu dua jam. Pembajak juga menabrakkan pesawat ketiga ke Gedung Departemen Pertahanan AS, Pentagon, di Arlington, Virginia.

Ketika penumpang memberanikan diri berusaha mengambil alih pesawat keempat, pesawat United Airlines Penerbangan 93 ini jatuh di lapangan dekat Shanksville, Pennsylvania,  dan gagal mencapai target aslinya di Washington DC. 

Menurut laporan Tim Investigasi 911, sekitar tiga ribu orang tewas dalam serangan. Dugaan langsung jatuh kepada al-Qaeda.

Pada 2004, Osama bin Laden, yang awalnya menolak terlibat, mengklaim bertanggung jawab atas serangan. Al-Qaeda dan bin Laden menyatakan, dukungan AS terhadap Israel, keberadaan tentara AS di Arab Saudi, dan sanksi terhadap Irak, menjadi motif serangan.  

Pada 11 September 2001, AS langsung merespon serangan ini dengan meluncurkan Perang Melawan Teror, dengan menyerang Afghanistan untuk menggulingkan Taliban, yang melindungi anggota-anggota al-Qaeda.

Banyak negara yang memperkuat undang-undang anti-terorisme mereka, dan memperluas kekuatan penegak hukumnya.  

Pada Mei 2011,  setelah diburu bertahun-tahun,  Presiden Barack Obama mengumumkan bahwa bin Laden ditemukan,  dan ditembak mati oleh marinir AS, walaupun belum ada bukti yang dipublikasikan yang secara gamblang menyatakan kematian tersebut. 

Taliban akan kian Ganas

Walaupun penarikan pasukan AS dari Afghanistan diprediksi akan membuat Taliban kian ganas, Presiden Joe Biden sudah memastikan hal itu. Dikutip Kalbar Terkini.com dari The Associated Press, Rabu, 14 April 202, Biden menyatakan, penarikan itu  akan menandai peringatan 20 tahun serangan teroris di AS. 

Keputusan AS untuk menarik pasukan pada musim gugur nanti,  melanggar tenggat waktu 1 Mei 2021 untuk penarikan penuh berdasarkan perjanjian damai yang telah dicapai di masa Pemerintahan Presiden Donald Trump dengan Taliban pada 2020, tetapi tidak menyisakan ruang untuk perpanjangan tambahan.  

Seorang pejabat senior pemerintahan pada Selasa, 13 April 2021  menyebut,  tanggal  11 September 2021 merupakan  tenggat waktu absolut yang tidak akan terpengaruh oleh kondisi keamanan di negara itu.

Sementara keputusan Biden ini, membuat pasukan AS di Afghanistan empat bulan lebih lama dari yang direncanakan. 

Konflik tersebut sebagian besar telah melumpuhkan al-Qaeda, dan menyebabkan kematian bin Laden, arsitek serangan 11 September 2001. Tetapi,  penarikan diri AS juga sangat menguntungkan untuk kehidupan berdemokrasi, hak-hak perempuan,  dan pemerintahan, sambil memastikan bahwa Taliban -yang menyediakan tempat berlindung bagi al-Qaeda- tetap kuat, dan mengendalikan sebagian besar negara itu. 

Biden telah mengisyaratkan selama berminggu-minggu bahwa dia akan membiarkan tenggat waktu Mei 2021 lewat.

Seiring berjalannya waktu, maka menjadi jelas bahwa penarikan teratur dari sekitar 2.500 pasukan yang tersisa, akan sulit,  dan tidak mungkin dilakukan. Pejabat administrasi menyatakan, penarikan akan dimulai pada 1 Mei 2021. 

Pilihan Biden pada tanggal 9/11, menggarisbawahi alasan bahwa pasukan AS berada di Afghanistan untukmencegah kelompok ekstremis seperti al-Qaeda membangun pijakan lagi, yang dapat digunakan untuk melancarkan serangan terhadap AS. Pejabat Pemerintah AS menegaskan,  

Biden memutuskan bahwa batas waktu penarikan harus mutlak, bukan berdasarkan kondisi di lapangan. "Kami berkomitmen hari itu untuk menjadi nol pasukan AS pada 11 September 2021, dan mungkin jauh sebelumnya," kata pejabat itu.

Pejabat dan komandan pertahanan telah menentang tenggat waktu 1 Mei 2021, dengan argumen bahwa penarikan pasukan AS harus didasarkan pada kondisi keamanan di Afghanistan, termasuk serangan dan kekerasan Taliban. 

Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki hanya menyatakan, Biden telah konsisten dalam pandangannya bahwa tidak ada solusi militer untuk Afghanistan, karena AS sudah terlalu lama di Afghanistan.

Psaki mentweet Selasa malam bahwa kunjungan Biden ke Makam Pahlawan AS Arlington National Cemetery adalah ;untuk memberikan penghormatan kepada pria dan wanita pemberani yang telah memberikan pengorbanan terakhir di Afghanistan. 

Menurut pejabat pemerintah, satu-satunya pasukan AS yang tersisa di Afghanistan adalah yang dibutuhkan untuk melindungi diplomat.

Tidak ada jumlah pasti yang diberikan, tetapi jumlah pasukan AS di Afghanistan telah dikecilkan oleh pemerintah AS selama bertahun-tahun.   

Deadline  Biden yang baru dan diperpanjang,  akan memungkinkan penarikan pasukan AS secara aman dan teratur dalam koordinasi dengan sekutu NATO.

Keputusan Biden, bagaimanapun, diprediksi berisiko memicu pembalasan oleh Taliban terhadap pasukan AS, dan Afghanistan, mungkin semakin meningkatkan perang 20 tahun. Dan,  itu akan menyulut  kembali perpecahan politik atas keterlibatan AS terkait apa yang disebut banyak orang sebagai perang tanpa akhir. 

Sebuah laporan komunitas intelijen yang dikeluarkan pada Selasa menyatakan,  prospek kesepakatan damai di Afghanistan  menjadi 'rendah',  dan memperingatkan bahwa Taliban kemungkinan akan mendapatkan keuntungan di medan perang.

Jika koalisi menarik dukungan, menurut laporan, Pemerintah Afghanistan akan berjuang sendiri untuk mengendalikan Taliban. 

Reaksi Kongres terhadap tenggat waktu baru beragam.

"Menarik pasukan AS secara tiba-tiba dari Afghanistan adalah kesalahan besar," kata pemimpin Senat Republik Mitch McConnell, R-Ky. "Ini sama saja dengan mundur dalam menghadapi musuh yang belum ditaklukkan,  dan pengunduran diri ini dari (perintah) kepemimpinan (presiden) Amerika." 

Senator Republik Jim Inhofe dari Oklahoma di Komite Angkatan Bersenjata Senat AS mengecamnya sebagai keputusan sembrono dan berbahaya. "Penarikan apa pun, harus berdasarkan kondisi. Tenggat waktu yang sewenang-wenang,  dapat membahayakan pasukan, menciptakan tempat berkembang biaknya teroris, dan menyebabkan perang saudara di Afghanistan,"tegasnya.

Demokrat umumnya lebih mendukung. Senator Jack Reed D-R.I, Ketua Komite Angkatan Bersenjata, mengatakan tenggat waktu 1 Mei  2021 dari Presiden Donald Trump telah membatasi opsi Biden.

"Kami masih memiliki kepentingan vital dalam melindungi (Afghanistan) dari serangan teroris,  yang mungkin berasal dari bagian dunia itu, tetapi ada area lain juga yang harus kami waspadai," kata Reed. 

Sementara itu, senator Tim Kaine, D-Va menyatakan, pasukan harus pulang, dan AS harus memfokuskan kembali keamanan nasional AS untuk menghadapi tantangan yang lebih mendesak. 

Tapi,  setidaknya satu senator senior Demokrat di Senat AS Jeanne Shaheen dari New Hampshire menegaskan dalam sebuah tweet, AS telah berkorban terlalu banyak untuk membawa stabilitas ke Afghanistan,  dan meninggalkan jaminan yang dapat diverifikasi tentang masa depan yang aman. 

Sementara Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahed menegaskan kepada The Associated Press bahwa milisi religius sedang menunggu pengumuman resmi untuk mengeluarkan reaksinya.

Taliban sebelumnya memperingatkan AS tentang konsekuensi, jika mengingkari tenggat waktu 1 Mei 2021. 

Dalam perjanjian Februari 2020 dengan pemerintahan Trump, Taliban setuju untuk menghentikan serangan, dan mengadakan pembicaraan damai dengan Pemerintah Afghanistan, sebagai imbalan atas komitmen AS untuk penarikan penuh pada Mei 2021. 

Selama setahun terakhir, komandan militer dan pejabat pertahanan AS menyatakan bahwa sebagian besar serangan terhadap pasukan AS telah dihentikan, tetapi serangan Taliban terhadap Afghanistan telah meningkat.

Para komandan berargumen bahwa Taliban telah gagal memenuhi persyaratan perjanjian damai karena Taliban melanjutkan serangan ke Afghanistan,  dan gagal memutuskan hubungan total dengan al-Qaeda,  dan kelompok ekstremis lainnya. 

Ketika memasuki Gedung Putih pada Januari 2021, Biden sangat menyadari tenggat waktu yang semakin dekat,  dan memiliki waktu untuk memenuhinya,  jika dia memilih untuk melakukannya.

Biden memulai peninjauan perjanjian Februari 2020, tak lama setelah menjabat, dan telah berkonsultasi panjang dengan penasihat dan sekutunya. 

Dalam beberapa pekan terakhir, semakin jelas bahwa Biden cenderung menentang tenggat waktu.

“Akan sulit untuk memenuhi tenggat waktu 1 Mei,” kata Biden pada Maret 2021 lalu. “Hanya dalam hal alasan taktis, sulit untuk mengeluarkan pasukan itu. Dan jika kami pergi, kami akan melakukannya dengan cara yang aman dan tertib." 

Taliban Tewaskan 70 Warga dan Tentara

Sementara itu, Afghanistan Times, Selasa, 13 April 2021 melaporkan, lebih 60 warga sipil dan 10 tentara Afghanistan tewas dalam tiga pekan terakhir akibat kekerasan yang dilakukan oleh Taliban, menurut Tanq Arian, Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri Afghanistan. 

Dijelaskan, total  164 warga sipil lainnya termasuk wanita dan anak-anak mengalami luka-luka dalam periode waktu yang sama akibat ledakan ranjau dan serangan gerilyawan Taliban. 

Menurut statistik kementerian, tingkat jatuhnya korban sipil dalam tiga pekan  terakhir telah meningkat dibandingkan periode  yang sama pada 2020.

Arian menambahkan,  Taliban tidak memenuhi komitmen untuk mengurangi kekerasan, melainkan terus membunuh warga sipil, dan menghancurkan fasilitas umum. Pemerintah Afghanistan telah menyerukan gencatan senjata pada malam bulan suci Ramadan, tapi kelompok Taliban terus 'membunuh' yang menyimpang dari Fatwa Ulama. 

Persatuan Internasional untuk Cendekiawan Muslim (IUMS) meminta pihak yang bertikai di Afghanistan untuk mengakhiri kekerasan saat bulan suci Ramadan. Dikutip Kantor Berita Anadolu.

Sekretaris Jenderal IUMS Ali al-Qaradaghi dalam pernyataannya meminta Pemerintah Afghanistan dan Taliban untuk membiarkan orang-orang Afghanistan melakukan ritual dan sholat selama Ramadan,  tanpa pertempuran dan kekerasan. 

“IUMS mendesak (pihak yang bertikai) untuk mencapai rekonsiliasi yang komprehensif dan adil,  berdasarkan ajaran Alquran, prinsip kenabian, dan referensi dari para cendekiawan Muslim,” kata al-Qaradaghi. 

Ditegaskan, IUMS menganggap Pemerintah Afghanistan dan Taliban bertanggung jawab untuk menjaga keamanan di Afghanistan,  karena 'mereka bertanggung jawab di depan Allah SWT'. Jadi kedua belah pihak harus mencari yang baik untuk orang-orang Muslim [Afghanistan]. 

Sementara itu, Reid Sirrs, Duta Besar Kanada di Kabul, Ibu Kota Afghanistan dalam pesan Ramadan, meminta semua pihak yang bertikai, terutama Taliban, untuk mengakhiri kekerasan.

"Kami menyerukan diakhirinya pembunuhan sasaran terhadap warga sipil, jurnalis, wanita, pembela hak asasi manusia dan lainnya yang bekerja untuk perdamaian," katanya. 

Deborah Lyons, Perwakilan Khusus Sekjen PBB untuk Afghanistan dalam pernyataannya juga mengatakan bahwa  'Ramadan merupakan waktu khusus untuk berdoa dan merenung, serta berbelas kasih untuk yang rentan. "Saya berharap, Ramadan akan memberikan kesempatan bagi semua warga Afghanistan untuk menemukan kedamaian," katanya.  

"PBB tetap berkomitmen kepada rakyat Afghanistan dalam pencarian mereka untuk negara yang damai, bersatu dan makmur," lanjutnya. 

Sepuluh Tentara Tewas

Sedikitnya 10 anggota Tentara Nasional Afghanistan (ANA) tewas dan tiga lainnya menderita luka-luka setelah sejumlah gerilyawan Taliban menyerang pos pemeriksaan mereka di provinsi Balkh utara, kata sumber-sumber lokal pada Selasa. 

Lima lagi pasukan keamanan disandera oleh Taliban, sumber menambahkan. Insiden itu terjadi di sebuah pos terdepan di Desa Sar Asyab di Distrik Chimtal, Provinsi itu, Senin malam lalu. 

Kelompok Taliban belum menyatakan bertanggung jawab atas serangan itu. 

Serangan ini terjadi setelah Taliban menolak untuk melakukan gencatan senjata di bulan suci Ramadan. Taliban bahkan membunuh tiga tentara Afghanistan pada hari pertama Ramadan di Provinsi Badakhshan. 

Presiden Ashraf Ghani meminta Taliban untuk menghentikan pertempuran,  dan melaksanakan gencatan senjata selama bulan suci Ramadan. Dalam pesannya di awal Ramadan, Ghani meminta kelompok Taliban untuk membuktikan kesediaannya untuk mencapai perdamaian dalam tindakan, dan bukan dalam kata-kata. 

Sementara itu, dalam pesan terpisah mereka pada kesempatan tersebut, PBB, Kanada dan Persatuan Internasional untuk Cendekiawan Muslim juga telah meminta pihak yang bertikai termasuk Taliban untuk melaksanakan gencatan senjata selama bulan suci tersebut.*** 

 

Sumber: The Associated Press, Wikipedia, Afghanistan Times 

 

Editor: Oktavianus Cornelis

Tags

Terkini

Terpopuler