Menurut Strangio, fakta bahwa gagasan ini sedang diperdebatkan, mungkin mencerminkan bahaya dari konsensus dominan, yang telah terbentuk di bawah pemerintahan Presiden Joko 'Jokowi' Widodo, terutama selama masa jabatan keduanya.
Selama delapan tahun berkuasa, Jokowi dinilai telah memperluas tenda politiknya sedemikian rupa, sehingga sekarang ini sudah mencakup mayoritas spektrum politik di Indonesia.
Baca Juga: Jokowi Lantik Anggota KPU dan Bawaslu Pusat Periode 2022 2027, Ini Pesan Presiden Joko Widodo
Strangio menilai, koalisi parlementer dari Jokowi mencakup sembilan partai politik. Termasuk Gerindra, kendaraan politik mantan jenderal TNI garis keras di era Soeharto, Prabowo Subianto.
Prabowo mencalonkan diri sebagai Presiden RI melawan Jokowi pada 2014 dan 2019.
"Memang, Kabinet Indonesia Maju periode kedua Jokowi, adalah yang pertama dalam sejarah Indonesia, yang mencakup semua kontestan pemilihan presiden terbaru," katanya.
Ditambahkan, setelah pemilihan presiden terakhir, Jokowi menyambut Prabowo ke dalam kabinetnya sebagai Menteri Pertahanan RI.
Hanya dua partai, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang tetap menjadi oposisi.
"Dengan berbagai kepentingan yang terwakili dalam pemerintahan Jokowi, pertanyaannya adalah mengapa pemerintah ingin menulis ulang aturan untuk memperpanjang masa jabatannya?" lanjut Strangio.