Beberapa hari lalu, kami dari keluarga besar korban Mandor, menggelar Zoom, dengan melibatkan kalangan sejarawan di Jakarta. Kami sepakat bahwa Jepang sebagai bangsa, yang katanya berjiwa samurai, berjiwa ksatria, seharusnya gentleman, memberikan kompensasi ke Kalbar, dalam bentuk peningkatan SDM.
Kan mereka datang ke Kalbar dengan membawa bendera nasionalnya, Bendera Dai Nipon, dan bendera itu masih digunakan sampai sekarang.
Kembali ke Peristiwa Mandor, bisa dikilas balik tentang peristiwa yang menimpa kedua kakek Anda?
Tentunya sangat berat. Andaikan bom atom tidak dijatuhkan oleh pesawat-pesawat bomber Amerika Serikat di Pulau Hiroshima dan Nagazaki, tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, lebih banyak korban yang akan berjatuhan lagi di Kalbar, termasuk ayah saya, yang waktu itu maish berumur 14 tahun. Menurut ayah saya, Jepang waktu itu mulai mengincar pula kaum remaja.
Peristiwa itu, bagi keluarga besar saya, sangat membekas. Terutama kepedihan orang tua dan neneknya selama bertahun-tahun. Kakek saya, Tio Pia Cheng, meninggal dibunuh oleh Jepang saat berusia 34 tahun, masih enerjik, dan merupakan orang terkaya di Ketapang.
Baca Juga: Film Halloween Kills Akan Tayang Oktober 2020, Teror Michael Myers Hadir Kembali
Kakek saya ditangkap oleh tentara Jepang, sehari setelah pulang rapat dari Pontianak bersama Raja Muhammad Saunan, Raja Ketapang. Raja Muhammad Saunan masih terhitung kerabat, masih sedarah dengan kakek saya, walaupun sudah jauh.
Bisa dirinci penangkapan kakek Anda?
Menurut ayah saya, penangkapan berlangsung di rumah, dinihari. Kakek saya disungkup, dan dijanjikan akan dilepas, asal menyerahkan semua perhiasan, tetapi ternyata bohong. Betapa tidak, kemudian ada laporan dari anak buah kapal, bahwa ada sembilan tahanan termasuk kakek saya dan Raja Ketapang, yang sudah diangkut dengan kapal ke Pontianak.
Mereka dimasukan ke dalam drum minyak, dan diletakan di palka kapal. Kemudian, setelah Jepang menyerah, baru ketahuan bahwa kakek saya telah dipenggal di Mandor. Kakek saya yang satunya lagi, dari sebelah ibu, Lim Bak Yong yang menjabat Lotay Ketapang, ditangkap pada gelombang ketiga.