Artinya, mendaftar terkait ganti rugi, semacam pampasan perang, tiap keluarga senilai 20 ribu dolar AS. Tapi, rupanya ini wacana, karena sampai sekarang tidak ada kabar beritanya.
Mungkin ada masalah sehingga ganti rugi dari Jepang ini hanya menjadi semacam wacana?
Baca Juga: Mengenal Ciri Golongan Orang yang Tak Tersentuh Api Neraka
ST: Ketika itu, setahu saya, adalah masa-masa yang sulit bagi negara kita, kala di era Presiden Bung Karno. Ada informasi, ganti rugi itu sudah diberikan kepada Bung Karno. Dananya digunakan untuk membangun Jembatan Ampera di Palembang (Kota Palembang, Ibu Kota Provinsi Sumatera Selatan, Red).
Sekarang ini, adakah upaya sama yang sudah dilakukan pihak Anda
ST: Yang pasti, kita, orang Kalbar , telah kehilangan banyak elitnya, dari raja, dokter, pengusaha, kepala sekolah, atau orang-orang terdidik. Termasuk dua datuk (kakek) saya, dari sebelah ayah dan ibu.
Keduanya berpendidikan Belanda. Pengaruhnya terasa hingga puluhan tahun ke depan, tepatnya sekarang ini. Contohnya, IPM di Kalbar cukup tertinggal secara nasional.
Setelah peristiwa memilukan itu, elit-elit kita yang masih hidup, tinggal sedikit. Banyak yang sembunyi, entah di mana. Raja Sultan Hamid sendiri, sempat tak tahu di mana. Jadi, selamatlah beliau. Makanya, berapa kali kami berbicara dengan pihak Jepang, antara lain dengan Universitas Tokyo, yang juga sempat saya temui.
Baca Juga: Khawatir Masyarakat Sesat, Begini Pesan Karolin Margret Natasa
Saya pribadi tidak bicara soal dendam, tapi bangsa Jepang harus punya tanggung jawab moral. Jadi, saya menilai, bisa dilakukan kompensasi oleh Jepang, dengan mengakomodasi anak-anak Kalbar di bidang pendidikan atau magang bekerja di Jepang, terkait peningkatan SDM kita.