Jepang Dikejar Tanggung Jawab Pancung Sultan Pontianak

- 2 Juli 2021, 20:10 WIB
SULTAN PONTIANAK -  Raja Pontianak Sultan Syarif Muhammad Al Qadri dan sederet raja di daerah lain di Kalbar tercatat dalam daftar puluhan ribu warga yang dipancung Jepang pada 28 Juni 1944.(FOTO:  KAMEK PONTIANAK/CAPTION: OKTAVIANUS CORNELIS)
SULTAN PONTIANAK - Raja Pontianak Sultan Syarif Muhammad Al Qadri dan sederet raja di daerah lain di Kalbar tercatat dalam daftar puluhan ribu warga yang dipancung Jepang pada 28 Juni 1944.(FOTO: KAMEK PONTIANAK/CAPTION: OKTAVIANUS CORNELIS) /KAMEK PONTIANAK

PONTIANAK, KALBAR TERKINI - Warga Kalimantan khususnya Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) tak bisa melupakan Peristiwa Mandor pada 28 Juni 1944. Inilah kebrutalan tentara Angkatan Laut Kekaisaran Jepang (Kaigun) yang memancung 21.037 warga di Kalbar termasuk sejumlah raja dan pangeran.

Para korban, antara lain, Syarif Mohammad Alkadrie (Sultan Pontianak, 74 tahun); Pangeran Adipati (Putra Sultan Pontianak, 31 tahun); Pangeran Agung (26 tahun). "Benar-benar biadab," kecam Santyoso Tio (ST), SH MH, Ketua Dewan Harian 45 Kalbar yang juga Ahli Waris Korban Peristiwa Mandor kepada   Kalbar-Terkini.com di Kota Pontianak, Ibu Kota Kalbar, Jumat,  2 Juni 2021.

Peristiwa Mandor yang juga dikenal pula dengan istilah Oto Sungkup (Mobil Penutup Kepala) adalah peristiwa massal, yang menurut catatan sejarah,  puncaknya terjadi pada 28 Juni 1944. Peristiwa Mandor dikenal pula dengan istilah Tragedi Mandor Berdarah, yakni  suatu kejadian tanpa batas etnis dan ras oleh Kaigun.

Baca Juga: Mbak You Tuliskan Tanggal Kematiannya di Mobil dan Akun Twitter Pribadi, Berikut Penjelasannya

Selama dua tahun sejak 1943, terjadi serentetan pemancungan oleh Tentara Dai Nippon Peristiwa Mandor di kawasan Mandor, Kabupaten Landak, Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar). Dari data koran berbahasa Jepang di Kalimantan, Borneo Shimbun, sekitar 21.037 orang tewas dari berbagai suku, ras, bangsawan, dan sebagian korban berasal dari Kalimantan Timur dan Kalimatan Tengah.

"Peristiwa memilukan ini menjadi bukti sejarah bahwa rakyat Kalbar dari berbagai suku, agama, ras dan golongan, telah melakukan perlawanan terhadap pendudukan Jepang. Peristiwa ini juga merupakan pembelajaran bahwa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), orang Kalbar sejak dulu telah bersatu," katanya, sebagaimana cuplikan wawancara dengan ST berikut ini.

Lahirnya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2007 tentang Peristiwa Mandor pada 28 Juni  1944 sebagai Hari Berkabung Daerah Provinsi Kalimantan Barat, melalui rapat paripurna DPRD Kalimantan Barat, merupakan bentuk kepedulian sekaligus apresiasi dari DPRD terhadap perjuangan pergerakan nasional yang terjadi di Mandor. Lantas, adakah upaya dari pihak Anda untuk menjadikan peristiwa memilukan ini, bukan hanya diperingati  oleh warga Kalbar,  melainkan secara nasional?

Baca Juga: 5 Zikir Beserta Doa Pembuka Pintu Rezeki Yang Mustajab Untuk Umat Muslim

ST:  Belum ada pemikiran ke situ dari kami. Yang paling penting, bagamana  peristiwa ini menggugah nilai-nilai patriotisme orang Kalbar. Bahwa para korban, yang sebagian besar kaum elit, berasal dari semua agama dan etnis yang ada di Nusantara. Sebagian juga ada yang diangkut dari Kalteng dan Kaltim.

Halaman:

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x