Rahasia Talas Beneng, Potensi Besar Masyarakat Desa Punggur Besar hingga Ekspor ke Australia dan Jepang

16 Februari 2021, 12:34 WIB
BUDIAYA - Talas Beneng (Keladi Pratama) yang dibudidayakan masyarakat Desa Punggu Besar, Kecamatan Kakap, Kabupaten Kubu Raya. Talas ini punya potensi besar sebagai komidisi ekspor hingga ke Jepang dan Australia. /Kalnar Terkini/Mulyanto Elsa/Kalbar Terkini/Mulyanto Elsa

 

KUBU RAYA, KALBAR TERKINI - Ketua Komisi II DPRD Kalbar, H Affandie AR, beberapa waktu lalu, telah melakukan penanaman perdana Keladi Pratama atau Keladi Beneng.

Menurutnya, perwakilan importir Jepang dan Australia sepakat akan membeli hasil pertanian keladi Keladi Beneng yang dibudidayakan masyarakat Desa Punggur Besar.

“Talas yang akan dieskpor ke Jepang, harus memenuhi persyaratan batas maksimum residu pestisida, bebas dari kontaminasi bakteri, memiliki tekstur, rasa, penampilan, warna dan ukuran sesuai permintaan pembeli,” katanya.

Baca Juga: Nama dr Jarot Dicatut Akun Palsu, Pemkab: Bupati Tak Miliki Akun Facebook

Jepang sendiri, merupakan negara tujuan ekspor yang sangat memperhatikan food safety (keamanan pangan) di samping juga food quality (mutu pangan), sehingga traceability (ketertelusuran), untuk setiap pangan yang diedarkan menjadi sebuah persyaratan yang harus dipenuhi.

Legislator Dapil Kabupaten Mempawah-Kubu Raya ini menjelaskan, untuk memastikan penerapan SOP di tingkat petani talas atau keladi, maka pihaknya membentuk Tim Pendamping.

Tim ini terdiri  atas unsur Dinas Pertanian Provinsi Kalbar Atau Kubu Raya, exportir (Jepang&Australia) di Indonesia. Kemudian ada unit Pengolahan Tepung Talas di Jawa Timur dan Perguruan Tinggi.

Pasar ekspor talas dinilai masih terbuka lebar, sehingga pemerintah bersemangat mengembangkan budidaya talas, salah satunya ‘Si Beneng’.

Baca Juga: Tidak Memenuhi Syarat, MK Putuskan 33 Perkara Sengketa Pilkada Tidak Dilanjutkan

“Perbedaan Si Beneng dengan talas lainnya adalah umbi batang yang dipanen berukuran panjang dan besar serta berada diatas permukaan tanah, sedangkan pada talas biasa, umbi batang yang dipanen adalah umbi yang terpendam di dalam tanah,” tuturnya.

Bahkan Kementrian Pertanian (Kementan) RI menyatakan, bahwa Talas Jumbo yang dibudidayakan ini telah menembus pasar Belanda, Jepang dan Australia.

“Bubur dari umbi Talas Beneng ini, bisa untuk kosmetik, makanan dan lainnya,” katanya.

“Itu yang ke Belanda, kalau ke Australia itu daun talasnya, untuk pengganti tembakau,” ujar Affandie.

Talas Beneng merupakan singkatan dari besar dan koneng (kuning dalam bahasa Indonesia).

Baca Juga: Minta Masyarakat Jaga Keharmonisan, Bupati Kapuas Hulu: Terimakasih Dukungan Semua Pihak

Hal tersebut terlihat dari ukurannya yang di atas rata-rata talas pada umumnya, yaitu 120 cm, bobot bisa mencapai 42 kg dan ukuran lingkar luar batang mencapai 50 cm.

Jika kita menanam luas 1 hektare itu di butuhkan sekitar 10.000 ribu bibit talas beneng, di usia 4-5 bulan sudah mulai bisa panen daun tuanya untuk 1 batang tanaman talas beneng ini bisa mendapatkan daun 3-4 lembar dan 1 bulan sekali kita bisa panen untuk daun tuanya.

“Berarti selama 1 bulan sekali, kita mendapatkan keuntungan dari daun talas yang sudah tua dengan rata-rata 3-4 lembar daun dengan berat kurang lebih 1 kg,” lanjut Affendie.

Adapun 1kg x 10.000 tanaman budidaya talas 10.000 x 1.000 per kg Berarti 3 minggu sekali keuntungan dari daun saja kita mendapatkan minimal Rp.10.000.000.

“Daun yang kita export adalah daun yang sudah diolah dan kering, pasar Australia siap menyerap berapapun jumlahnya,” katanya.

Baca Juga: Divaksin Setelah Terpapar Covid-19, Walikota Tjhai Chui MieMinta Masyarakat Tak Takut

Sementara analisa untuk perhitungan hasil umbi dan harga penjualan umbi talas beneng, Afanndie AR memberikan sedikit ilustrasinya.

Untuk harga Umbi Talas Beneng Rp1.500 kg. Maka diambil hasil umbi rata-rata dengan berat 30 Kg per batang.

“Mari kita hitung 30 KgxRp10.000 pohon maka 300 TonxRp1.500 harga umbi per Kg, sama deghan Rp. 450.000.000. Itu gambaran hitungan terendahnya, usia talas ini adalah 8-9 bulan. Jangan takut bertani dan menjadi petani millenial ditengah persaingan global dan era digital,” pungkas Affandie bersemangat.

Komitmen Bersama Ekspor Talas

Dedy W Kurniawan, selaku koordinator dan pemegang buyer komoditas talas ini, potensi Talas Beneng untuk dikembangkan masih sangatlah besar.

Terutama untuk aneka pangan lokal yang saat ini sedang banyak berkembang dan menggunakan talas sebagai bahan bakunya.

“Karena talas jenis ini mengandung protein yang lebih tinggi dan memiliki warna kuning yang menarik sehingga menjadi ciri tersendiri yang tidak dimiliki talas lain," terangnya.

Lebih lanjut Dedy menekankan Si Beneng sebagai salah satu pangan alternatif potensial yang kebutuhan domestiknya mencapai 3 sampai 10 ton per bulan untuk produk tepung talas beneng.

Baca Juga: Siapkan Dana Rp20 Triliun, Kemenaker Buka Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 12

Sementara 30 ton per bulan dalam bentuk umbi segar untuk memenuhi permintaan ekspor ke Belanda, Jepang dan Australia melalui pengerajin di Jawa Timur.

“Karena itu, potensi peningkatan produksi sangat dimungkinkan karena permintaan pasar belum dapat dipenuhi secara maksimal,” tutur Dedy.

Jadi, Lanjutnya, saat ini petani memerlukan dukungan pemerintah melalui bantuan bibit hingga sarana produksi pertanian untuk meningkatkan produksi Si Beneng.

mengingat baik umbi dan daunnya memiliki nilai ekonokis yang luar biasa.

Dan hal ini bak gayung bersambut, Affandie AR sebagai Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kalbar, Politisi Demokrat ini siap akan mewujudkan bantuan yang dimaksud dalam tahun depan.

Baca Juga: IPM Terendah di Kalimantan, Sutarmidji: Peran Cendikiawan Dayak Sangat Penting

“Bahkan Affandie bercita-cita menjadikan Punggur Besar Sebagai sentra Keladi Beneng,” ujarnya.

Sebagai informasi jenis umbi-umbian ini memiliki sebutan beragam di setiap daerah, di antaranya Empeu (Aceh), Bete (Manado dan Ternate), Paco (Makassar) dan Kaladi (Ambon).

Berbeda dengan talas pada umumnya, Talas Beneng asal Pandeglang Banten ini memiliki ukuran yang lebih jumbo dari talas biasa.

“Dengan tinggi tanaman yang dapat mencapai lebih dari 2 meter. Tanaman dengan nama latin Xantoshoma undipes K. Koch ini baru mulai dikenal banyak orang sejak tahun 2008,“ pungkasnya. ***

Editor: Ponti Ana Banjaria

Tags

Terkini

Terpopuler