Tentara Bayaran Grup Warner Hadapi Pengadilan Internasional

- 18 Mei 2021, 21:20 WIB
TENTARA BAYARAN  RUSIA - Selama konferensi pers bersama Kanselir Jerman Angela Merkel di Moskow, 11 Januari 2020, Presiden Rusia Vladimir Putin ditanyai tentang tentara bayaran Rusia dari perusahaan militer swasta (PMC) Wagner Group di Libya. Putin mengaku keberadaan warganya di negara Afrika Utara, tetapi mengklaim mereka tidak mewakili kepentingan Federasi Rusia  dan juga tidak menerima uang dari negara Rusia./SOURCE: THE SUN VIA THE JAMESTOWN FOUNDATION/
TENTARA BAYARAN RUSIA - Selama konferensi pers bersama Kanselir Jerman Angela Merkel di Moskow, 11 Januari 2020, Presiden Rusia Vladimir Putin ditanyai tentang tentara bayaran Rusia dari perusahaan militer swasta (PMC) Wagner Group di Libya. Putin mengaku keberadaan warganya di negara Afrika Utara, tetapi mengklaim mereka tidak mewakili kepentingan Federasi Rusia dan juga tidak menerima uang dari negara Rusia./SOURCE: THE SUN VIA THE JAMESTOWN FOUNDATION/ /THE SUN VIA THE JAMESTOWN FOUNDATION

Dalam laporan terbarunya, Guterres menyatakan, penempatan para pemantau ke Libya bergantung pada Sidang Umum PBB (UNGA), yang menyetujui sumber daya untuk mencakup persyaratan keamanan, logistik, medis dan operasional, yang akan diserahkan 'dalam waktu dekat'.

Tentara bayaran diyakini akan menghadapi tuntutanPengadilan Kriminal Internasional (ICC) karena terlibat  pula dalam aksi pelanggaran HAM di pusat penahanan."Kantor tersebut telah menerima informasi mengenai aktivitas tentara bayaran dan pejuang asing di Libya," kata kepala jaksa Fatou Bensouda selama pertemuan virtual Dewan Keamanan PBB di Libya. 

"Kejahatan yang dilakukan oleh tentara bayaran dan pejuang asing di wilayah Libya, mungkin berada di bawah yurisdiksi pengadilan, tidak peduli kebangsaan orang yang terlibat," katanya. 

Baca Juga: Austria Kibarkan Bendera Israel, Iran 'Ngambek'

Bensouda menambahkan,  pengadilan menerima informasi tentang kejahatan terhadap tahanan,  mulai dari penghilangan dan penahanan sewenang-wenang hingga pembunuhan, penyiksaan, dan kekerasan seksual,  dan berbasis gender. 

"Kami telah mengumpulkan informasi dan bukti yang dapat dipercaya tentang kejahatan berat, yang diduga dilakukan di fasilitas penahanan resmi dan tidak resmi di Libya," kata jaksa penuntut Gambia. 

PBB memperkirakan, 8.850 orang telah ditahan tanpa proses hukum di 28 penjara resmi Libya, sementara 10 ribu  lainnya, termasuk wanita dan anak-anak, ditahan di fasilitas lain yang dikendalikan oleh faksi-faksi bersenjata. 

"Saya mendesak semua pihak yang berkonflik di Libya untuk segera menghentikan penggunaan fasilitas penahanan yang melakukan penganiayaan dan kejahatan terhadap warga sipil," kata jaksa penuntut, yang pada pertengahan Juni 2021 akan meninggalkan posisinya, dan digantikan oleh pengacara Inggris Karim Khan. 

Bensouda sebelumnya pada November 2020 menyatakan, serangan oleh pasukan timur di bawah komando Haftar,  merupakan bagian dari 'pola kekerasan yang melibatkan serangan udara dan penembakan tanpa pandang bulu di wilayah sipil, penculikan sewenang-wenang, penahanan dan penyiksaan warga sipil, pembunuhan di luar hukum, penghilangan paksa, dan penjarahan properti sipil. *** 

 

Halaman:

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah