Serangan Bom Mobil Kabul: Parlemen 'Ngamuk', Pemerintah Dianggap Gagal!

- 10 Mei 2021, 21:34 WIB
BOM SAYED AL-SHUHADA - Negara dianggap tidak bisa mengamankan rakyatnya menyusul serangan bom mobil mematikan sekolah Sayed Al-Shuhada,  Kabul , Ibu Kota Afghanistan, Sabtu, 8 Mei 2021./FOTO: FREEPIK/PIXABAY/CAPTION & GRAFIS: OKTAVIANUS CORNELIS/
BOM SAYED AL-SHUHADA - Negara dianggap tidak bisa mengamankan rakyatnya menyusul serangan bom mobil mematikan sekolah Sayed Al-Shuhada, Kabul , Ibu Kota Afghanistan, Sabtu, 8 Mei 2021./FOTO: FREEPIK/PIXABAY/CAPTION & GRAFIS: OKTAVIANUS CORNELIS/ /FREEPIK/PIXABAY

KABUL, KALBAR TERKINI - Sidang sesi pertama di Parlemen Nasional Afghanistan, Senin, 10 Mei 2021,  sarat akan kecaman terhadap pemerintah.  Negara dianggap tidak bisa mengamankan rakyatnya menyusul serangan bom mobil mematikan sekolah Sayed Al-Shuhada,  Kabul , Ibu Kota Afghanistan, Sabtu, 8 Mei 2021.

Negara dianggap lemah karea intelijen dianggap tak berdaya, dan militer juga tak sanggup menangani sepak terjang Taliban.  Padahal, gerakan nasionalis Islam Sunni ini sudah masuk daftar hitam di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sebagai teroris.  

Presiden Ashraf Ghani bahkan langsung menuding, serangan bom mobil beruntun di sekolah Sayed Al-Shuhada, yang didominasi keluarga miskin  dari kalangan Islam Syiah yang dimusuhi  Taliban, tak lain  adalah  ulah Taliban sendiri.

Baca Juga: Bom Mobil Renggut Nyawa Dara Kecil Penenun Karpet

Adapun dalam sidang di parlemen, sebagaimana dikutip Kalbar-Terkini.com dari Tolo News, Senin, Gul Ahmad Kamin, anggota parlemen dari Kandahar, menyatakan tak tahan lagi mendengar  kata-kata 'mengutuk' dari pemerintah atas serangan bom tersebut  “Kami mengutuknya dengan sangat kuat.  Ini 'istilah yang sering diulang-ulang'  oleh pejabat pemerintah, tapi publik sudah bosan dengan yang diulang-ulang seperti itu, ” kecam Ahmad.

Pembunuhan dan Genosida

Sidang ini sarat dengan berbagai kecaman verbal yang sangat panas. Semua wakil rakyat Afghanistan sepakat menyalahkan pemerintah.  Apalagi serangan mematikan ini telah menewaskan  lebih dari 60 orang, semua siswa remaja, dan lebih dari 150 luka-luka.

Beberapa anggota parlemen menyerukan pencabutan jabatan kepala keamanan. Mereka pun sepakat, pemerintah harus menjamin keselamatan rakyat ketimbang hanya menyatakan 'mengutuk' dan 'berduka', tanpa tidnakan yang nyata.

“Ketika badan intelijen dan organisasi terkait lainnya tidak begitu sadar, lalu apa logika di balik keberadaan mereka?”  timpal Shahgul Rezaee, seorang anggota parlemen dari Ghazni.

Beberapa anggota parlemen mengatakan,  aparat keamanan, khususnya aparat intelijen, telah gagal melindungi masyarakat dari kejadian tersebut.

“Genosida telah terjadi di satu wilayah dalam lima tahun terakhir. Hal seperti ini tidak pernah ada dalam masa lalu dan sejarah Afghanistan, "kata Arif Rahmani,  anggota parlemen dari Ghazni.

"Siapapun di parlemen yang mendukung kejahatan ini, maka dia akan menjadi bagian dari pembunuh rakyat Afghanistan," kata Ghulam Husain Naseri, anggota parlemen dari Kabul.

Beberapa anggota parlemen mengklaim,  serangan semacam ini ditujukan untuk membunuh warga Afghanistan, dan bukanlah genosida.

Perbedaan antara kata 'pembunuhan' dan 'genosida' itu dipicu  ketika Anggota Parlemen Logar Shahpoor Hassanzoi,  menuduh bahwa beberapa rekannya yang menyebut serangan itu sebagai genosida dari mata-mata negara lain.

Baca Juga: Mengenal Kota Tarim-Yaman, Kota Seribu Wali dan Peran Besarnya Terhadap Islam di Nusantara

Dituduh Didalangi Iran

Merujuk pada pernyataan genosida maka Hassanzoi berkata: “Ini didukung oleh Iran. Di sini ada agennya sendiri,  di Wolesi Jirga."

“Mereka baru saja menguburkan anak-anak mereka karena tindakan kejam teroris. Alih-alih belasungkawa, mereka malah menambah rasa sakit dari keluarga ini," kata Qayum Sajjadi, anggota parlemen dari Ghazni.

Ketua Parlemen Nasional Afghanistan Mir Rahman Rahmani pun menengahi dengan menegaskan bahwa musuh negara ingin mengganggu persatuan di antara masyarakat lewat serangan yang keji tersebut.

Anti-ilmu pengetahuan dan anti-pendidikan,  telah  menciptakan tragedi,  dengan menyerang anak-anak,  dan sekolah Sayedul Syuhada di bulan suci ini,” kata Rahmani.

"Semua warga Afghanistan mengutuk serangan ini," kata Naeem Wardak, anggota parlemen dari Maidan Wardak.

Baca Juga: Kabul Diserang Jahanam: Puluhan Siswi Tewas, Jenazah Berserakan bersama Buku dan Tas

Sementara itu,  Presiden Ashraf Ghani dalam sebuah pernyataan  pada Senin, menginstruksikan semua pasukan Afghanistan untuk mengamati gencatan senjata selama tiga hari Idul Fitri.

Namun ditegaskan, kekerasan yang dilakukan pihak Taliban,  tidak memiliki legitimasi. Ini karena pasukan internasional meninggalkan negara itu.

Menurut Ghani, pemerintah sudah mengetahui pengumuman gencatan senjata dari Taliban, tetapi Ghani tidak menyambut  apalagi mengakui isyarat tersebut dalam sambutannya. 

Ghani hanya menegaskan, Pemerintah Afghanistan dan tuntutan rakyat Afghanistan,  adalah gencatan senjata secara permanen dan nyata.

“Pesan kami kepada Taliban adalah bahwa serangan terbaru mereka selama Ramadhan di Logar, Helmand, Ghazni, Herat, Baghlan, serangan sekolah Kabul, dan insiden mematikan hari ini di Zabul (insiden terbaru pasca Sabtu), menunjukkan bahwa semua upaya ini adalah untuk memaksakan kekerasan," tegasnya. 

Lewat kekerasan-kekerasan itu, katanya:  "Mereka melakukan upaya ini, juga untuk menciptakan kengerian di masyarakat,  demi mencapai tujuan politik, yang hanya mengarah pada lebih banyak kebencian (terhadap mereka) di antara orang-orang." 

Ditambahkan, Taliban dalam beberapa pekan terakhi, mungkin telah mengetahui bahwa perhitungan mereka telah salah,  untuk menang secara militer dan dalam pertarungan tatap muka melawan Pasukan Pertahanan dan Keamanan Nasional Afghanistan. 

Ghani sekali lagi meminta Taliban untuk menanggapi permintaan gencatan senjata,  dan kembali ke meja perundingan. 

Taliban sendiri dalam sebuah pernyataan pada hari yang sama mengumumkan tentang gencatan senjata tiga hari selama Idul Fitri mendatang, menyusul gelombang kekerasan yang datang setelah penarikan pasukan AS dan koalisi asing dari negara itu. 

Menurut pernyataan tersebut,  semua pejuang Taliban telah diperintahkan untuk menghentikan segala jenis operasi ofensif di seluruh negeri dari hari pertama hingga ketiga Idul Fitri. 

Pernyataan itu menambahkan,  pejuang Taliban telah diberitahu bahwa jika mereka diserang 'oleh musuh' selama tiga hari sesuai ketentuan gencata senjata, maka mereka harus melindungi,  dan mempertahankan diri. 

Para pejuang juga telah diminta untuk menghindari upaya apa pun untuk memasuki wilayah di bawah kendali Pemerintah Afghanistan. Mereka juga tidak boleh mengizinkan anggota pasukan Afghanistan untuk memasuki wilayah mereka. Ini terjadi karena kekerasan telah meningkat sejak awal Mei 2021. 

Gencatan senjata ini akan menjadi kali ketiga di Afghanistan setelah yang pertama pada Agustus 2018.

Tapi,  semuanya hanya berlangsung selama tiga hari setiap kali. Ini terjadi ketika Kepala Staf Angkatan Darat Pakistan Jenderal Qamar Javed Bajwa mengunjungi Kabul pada Senin untuk bertemu dengan para pejabat Afghanistan.   

Taliban dalam sebuah pernyataan mengumumkan gencatan senjata tiga hari selama Idul Fitri mendatang, menyusul gelombang kekerasan yang datang setelah penarikan pasukan asing dari negara itu. 

Pasukan Uni Eropa Siap Gantikan AS

Para menteri luar negeri Uni Eropa (UE) pada Senin juga memperdebatkan cara untuk mempertahankan dukungan bagi Pemerintah Afghanistan setelah serangan brutal pada Sabtu. 

Digarisbawahi pula keprihatinan yang mendalam bahwa kekerasan akan menyebar ketika pasukan pimpinan AS meninggalkan negara itu.

 "Setelah serangan mengerikan beberapa hari terakhir, sangatlah penting bagi UE untuk memperjelas bahwa Afghanistan dapat terus mengandalkan dukungan Eropa," kata Menteri Luar Negeri Jerman,  Heiko Maas kepada wartawan di Brussel. 

“Kami akan terus menyediakan dana yang cukup untuk rekonstruksi sipil. Dan, kami akan melakukan segala yang kami bisa,  sehingga negosiasi perdamaian yang sedang berlangsung mencapai kesimpulan,” kata Maas.*** 

 

Sumber: Tolo News   

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah