Dua 'Laba'laba' Siap Tarung: Rusia Depak 10 Diplomat AS!

- 17 April 2021, 04:37 WIB
KIKIS DOMINASI AS -  Rusia tidak akan mencoba menggunakan titik panas global untuk merugikan AS. Rusia akan sabar menunggu untuk melihat bagaimana mereka mengikis dominasi AS./GAMBAR ILUSTRASI: PIXABAY/
KIKIS DOMINASI AS - Rusia tidak akan mencoba menggunakan titik panas global untuk merugikan AS. Rusia akan sabar menunggu untuk melihat bagaimana mereka mengikis dominasi AS./GAMBAR ILUSTRASI: PIXABAY/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

MOSKOW, KALBAR TERKINI -  Kementrian Luar Negeri  Rusia pada Jumat, 16 April 2021 menyatakan akan segera mengusir 10 diplomat AS. Ini sebagai balas dendam atas sanksi AS  menyusul tuduhan Rusia campur tangan dalam Pilpres AS 2020. Tindakan ini disertai keyakinan  Rusia akan kekuatan militernya yang kini ditakuti AS.

Analisis menyatakan,  potensi ekonomi Rusia dan jangkauan globalnya memang terbatas dibandingkan di era Uni Soviet yang  bersaing dengan AS untuk mendapatkan pengaruh internasional selama Perang Dingin.

Namun, persenjataan nuklir Rusia dan pengaruhnya dewasa ini di banyak bagian dunia, menjadikan kekuatannnya harus diperhitungkan oleh  Washington.

Selain akan mengusir 10 diplomat AS, dikutip Kalbar-Terkini.com dari The Associated Press, Sabtu, 17 April 2021, Kementerian Luar Negeri Rusia juga menerbitkan daftar delapan pejabat saat ini atau mantan pejabat AS yang dilarang memasuki negara itu, termasuk Jaksa Agung AS Merrick Garland, Direktur FBI Christopher Wray.

Pencekalan ke Rusia juga dilakukan untuk Direktur Intelijen Nasional Avril Haines, dan Sekretaris Keamanan Dalam Negeri Alejandro Mayorkas.

Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov juga menyatakan, Moskow akan bergerak untuk menutup organisasi non-pemerintah AS yang tetap berada di Rusia untuk mengakhiri apa yang digambarkannya  sebagai campur tangan mereka dalam politik Rusia.

Baca Juga: Sambil Berteriak, Remaja Sakit Jiwa Tembak Mati Empat Orang!

Baca Juga: Distrik Beoga Pulih, Mama-mama sudah Berjualan di Pasar

Baca Juga: Bantai Tentara, 19 Warga Dieksekusi: Tentara Tembak Pemuda Cacat di Masjid

Diplomat top Rusia ini menambahkan, Kremlin menyarankan agar Duta Besar AS John Sullivan mengikuti contoh Dubes Rusia di AS yang pulang untuk berkonsultasi. Rusia juga akan menolak kemungkinan Kedutaan Besar AS mempekerjakan personel dari Rusia.

Selain itu, Rusia akan menolak negara ketiga sebagai staf pendukung, membatasi kunjungan diplomat AS yang menjalani tugas jangka pendek di kedutaan, dan memperketat persyaratan untuk perjalanan diplomat AS di negara tersebut.

Orang lain yang dilarang memasuki Rusia adalah Susan Rice, mantan DutaBbesar PBB yang sekarang menjabat Kepala Dewan Kebijakan Domestik; John Bolton, yang merupakan penasihat keamanan nasional di bawah mantan Presiden Donald Trump; James Woolsey, mantan direktur CIA; dan Michael Carvajal, Direktur Biro Penjara Federal.

Pada Kamis, 15 April 2021, pemerintahan Presiden Joe Biden mengumumkan sanksi terhadap Rusia karena ikut campur dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) AS 2020, dan keterlibatan Rusia dalam peretasan SolarWind,  kegiatan yang dibantah oleh Moskow. AS telah  memerintahkan 10 diplomat Rusia diusir, menargetkan puluhan perusahaan dan orang, serta memberlakukan pembatasan baru pada kemampuan Rusia untuk meminjam uang.

Sementara AS menggunakan kekuatan untuk melumpuhkan ekonomi Rusia, Moskow tidak memiliki pengungkit untuk merespons dengan cara yang sama, meskipun hal itu dapat merugikan kepentingan AS sendiri  secara global. 

Lavrov menyebut langkah Washington 'benar-benar tidak ramah dan tidak beralasan', dan menyatakan bahwa untuk sementara Rusia dapat mengambil 'tindakan menyakitkan' terhadap kepentingan bisnis AS di Rusia.

Namun, langkah itu  belum segera diberlakukan karena akan digunakan sebagai kekuatan di masa depan. 

Diingatkan pula, jika Washington meningkatkan tekanan lebih lanjut, maka Rusia kemungkinan akan  meminta AS  mengurangi jumlah kedutaan dan staf konsulernya dari sekitar 450 menjadi 300.

Menurut Lavrov,  kedua negara menampung sekitar 450 diplomat, tetapi itu termasuk sekitar 150 orang Rusia di PBB di New York, yang menurutnya tidak boleh dimasukkan. 

Adapun menyadari kekuatan militer Rusia yang harus diperhitungkan, Biden menyerukan untuk meredakan ketegangan, dan membuka pintu untuk kerja sama dengan Rusia di bidang-bidang tertentu.

Biden menyatakan kepada Putin lewat telepon pada Selasa, 13 April 2021 lalu  bahwa dia memilih untuk tidak menjatuhkan sanksi yang lebih keras untuk saat ini, dan mengusulkan untuk bertemu di negara ketiga pada musim panas. 

Lavrov sendiri menegaskan,  Rusia memiliki sikap positif terhadap tawaran Konferensi Tingkat Tinggi (KTT),  dan sedang menganalisisnya.

Tapi, pernyataan yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri Rusia tak lama kemudian telah  mencatat bahwa tawaran Biden itu 'sedang dipelajari'  dalam konteks 'situasi yang sedang berkembang'.   

Sanksi baru AS ini semakin membatasi kemampuan Rusia untuk meminjam uang karena melarang lembaga keuangan AS membeli obligasi pemerintah Rusia secara langsung dari lembaga negara, namun pasar sekunder tidak ditargetkan. 

“Sangat penting bahwa tidak ada sanksi pada hutang sekunder,  karena itu berarti bahwa orang non-AS dapat membeli hutang, dan menjualnya kepada orang-orang AS,” kata Tom Adshead, Direktur Penelitian Macro-Advisory Ltd, seorang analisis yang juga penasehat perusahaan. 

Timothy Frye, seorang ilmuwan politik di Universitas Columbia, AS, mencatat bahwa Biden memilih untuk tidak menargetkan calon pipa gas alam Nord Stream 2 ke Jerman,  atau mengejar perusahaan besar negara yang dikendalikan Rusia. 

"Hal itu adalah bagian dari strategi yang lebih luas dalam menggunakan sanksi, tetapi juga menjangkau Kremlin untuk mengusulkan pembicaraan tentang stabilitas strategis,  dan akhirnya pada pertemuan puncak, "katanya. 

Pembatasan yang lebih ketat juga akan merugikan bisnis Barat, menimbulkan penderitaan ekonomi yang signifikan kepada orang Rusia biasa,  dan memungkinkan Putin untuk melakukan unjuk rasa anti-AS sebagai sentimen untuk menopang kekuasaannya. 

Peningkatan sanksi,  pada akhirnya dapat membuat Rusia terpojok,  dan memprovokasi tindakan Kremlin yang lebih sembrono yang akan mengarah pada potensi eskalasi di Ukraina, yang telah menyaksikan lonjakan bentrokan dengan separatis dukungan Rusia di timur,  dan penumpukan pasukan Rusia besar-besaran di seberang perbatasan.  

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy berada di Paris pada Jumat kemarin untuk membahas ketegangan, dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron.

Setelah panggilan bersama dengan Kanselir Jerman Angela Merkel, ketiganya mendesak Rusia untuk menarik kembali pasukannya untuk meredakan situasi. 

Fyodor Lukyanov, pakar kebijakan luar negeri terkemuka yang memimpin Dewan Kebijakan Luar Negeri dan Pertahanan yang berbasis di Moskow, memperkirakan bahwa Putin kemungkinan akan menerima undangan Biden untuk bergabung dengan seruan pekan depan, tentang perubahan iklim, tetapi dapat menunda tawaran KTT. 

“Tidak ada cara untuk membuat kesepakatan,” kata Lukyanov. "Ada antipati timbal balik, dan kurangnya kepercayaan. Satu-satunya hasil praktis dari KTT itu, adalah kesepakatan untuk menggelar pembicaraan yang panjang dan sulit,  tentang pengganti perjanjian pengurangan nuklir START Baru, yang diperpanjang oleh Rusia dan AS pada Februari 2021 selama lima tahun lagi." 

Lukyanov mencatat bahwa tekanan AS yang meningkat akan mendorong Rusia dan China lebih dekat dalam jangka panjang.   

Bersama China, Rusia Patahkan Dominasi AS

"Kerja sama yang lebih erat dengan China dalam mengoordinasikan tindakan untuk menahan Amerika Serikat,  akan berkembang lebih cepat sekarang,  karena China tertarik dengan itu," katanya.  

Sementara Rusia dinilainya kekurangan alat untuk jawaban simetris terhadap sanksi AS. "Rusia memiliki kemampuan yang cukup untuk merangsang perubahan dalam tatanan dunia," tambahnya. 

Konstantin Kosachev, wakil ketua majelis tinggi parlemen yang terkait dengan Kremlin, menyatakan bahwa dengan menjatuhkan sanksi,  dan mengusulkan pertemuan puncak pada saat yang sama, maka AS berusaha untuk mengambil sikap memerintah. 

"Persetujuan Rusia akan ditafsirkan sebagai cerminan dari keinginannya untuk melunakkan sanksi, memungkinkan AS untuk mengamankan posisi dominan pada pertemuan tersebut. Sementara penolakan kami untuk bertemu,  akan menjadi alasan yang tepat untuk tindakan yang lebih menghukum," tulis Kosachev di Facebook

Menurutnya,  Rusia tidak boleh terburu-buru menerima tawaran KTT Biden. "Balas dendam adalah hidangan yang paling baik disajikan dalam keadaan dingin," tulis Kosachev. "Saya percaya,  pepatah ini cukup bisa beradaptasi dengan situasi, ketika kita berbicara bukan tentang balas dendam,  tetapi jawaban atas tindakan agresif oleh lawan." 

Beberapa analisis memperkirakan, sanksi AS dapat membuat Rusia enggan bekerja sama dengan AS dalam krisis internasional. 

"Posisi Rusia akan tumbuh lebih keras di Suriah, kesepakatan nuklir Iran dan masalah lainnya," kata Ivan Timofeev, Direktur Program Dewan Urusan Internasional Rusia dalam sebuah komentar.

Alih-alih bertindak sebagai pencegah, Timofeev memperingatkan bahwa sanksi AS itu hanya akan membuat marah Rusia dan membuat kebijakannya lebih keras.

Kendati begitu,  diakuinya bahwa  Rusia dan AS telah berbagi kepentingan di banyak titik panas global. Misalnya, Moskow khawatir ketidakstabilan dapat menyebar dari Afghanistan ke bekas republik Soviet di Asia Tengah, dan Moskow tertarik untuk menyelesaikan masalah politik di sana. 

Adapun Iran, Moskow juga tidak ingin melihatnya dengan senjata nuklir, meskipun memiliki hubungan persahabatan dengan Teheran.

Lukyanov menegaskan, Rusia tidak akan mencoba menggunakan titik panas global untuk merugikan AS,  dan akan menunggu dengan sabar untuk melihat bagaimana mereka mengikis dominasi AS. 

“Ini bukan masalah memainkan spoiler di sini atau di sana,” katanya. "Perkembangan yang sedang berlangsung, akan membantu mempercepat proses konsolidasi kekuatan-kekuatan terkemuka melawan dominasi AS." 

 

Sumber: The Associated Press

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah