Otoritas Korea Selatan dilaporkan langsung mengadakan pertemuan darurat atas peluncuran pada Kamis pagi ini, dan menyatakan keprihatinan yang mendalam tentang bagaimana rudal itu ditembakkan di tengah sedang dilakukannya peninjauan kebijakan Korut oleh AS.
Peninjauan kebijakan ini diharapkan untuk menguraikan pendekatan masa depan Pemerintahan Biden ke Korut dengan Washington yang baru-baru ini mengirim menteri luar negeri dan menteri pertahanan AS ke Seoul.
Insiden uji coba itu terjadi hanya sehari setelah muncul berita adanya uji coba dua rudal jarak pendek pada Minggu, 21 Maret 221.
Pada Kamis ini, juru bicara militer AS Mike Kafka dilaporkan menyatakan, peluncuran terbaru ini menyoroti ancaman yang ditimbulkan oleh program senjata terlarang Korut terhadap tetangganya dan komunitas internasional.
Ankit Panda, seorang analisis senior di Carnegie Endowment for International Peace menyatakan, peluncuran terbaru ini tidak terlihat seperti uji perkembangan untuk menyebut meningkatkannya teknologi rudal terbaru Korut. Sebab, uji coba ini melibatkan lebih dari satu proyektil.
Dia menambahkan bahwa proyektil itu bisa berupa rudal balistik jarak pendek KN-23, KN-24 atau KN-25. "Jika itu hanya satu rudal, dan itu adalah rudal balistik di Laut Jepang, itu bukan pertanda baik," katanya.
“(Tapi) itu mungkin hanya tes operasional yang mereka lakukan pada Maret (tahun 2020) , juga sekitar waktu latihan militer AS dan Korea Selatan. AS dan Korea Selatan umumnya menggelar latihan militer gabungan sekitar musim semi, dengan latihan simulasi komputer yang tahun ini dimulai pada Senin, 8 Maret 2021 lalu.
Pada 20 Maret 2020, Korut menembakkan dua rudal balistik jarak pendek ke Laut Timur, tapi tidak menimbulkan reaksi dari AS saat itu, yakni Presiden Donald Trump.
Semua peluncuran rudal balistik dilarang berdasarkan resolusi yang ditetapkan oleh Dewan Keamanan PBB.
“Kali ini, saya pikir itu akan memiliki lebih banyak implikasi,” kata Panda. “Ini tentu saja tidak membantu lingkungan antar-Korea.”***