Mie Instan Indonesia 'Ngetop Kebangetan' di Ukraina: Ekspor Gandum Ukraina pun Stop akibat Blokade Laut Hitam

28 Juni 2022, 15:51 WIB
Kapal Angkatan Laut Rusia berlabuh di teluk pelabuhan Laut Hitam Sevastopol di Krimea 8 Mei 2014. NATO dan Inggris berencana mengirim kapal perang di wilayah Ukraina yang sedang diinvasi Moskow. /Stringer/Reuters


KALBAR TERKINI - Indonesia dan Ukraina ternyata saling bersimbiosis terkait mie instan. Ukraina merupakan eksportir terbesar tepung gandum, bahan baku mie instan ke pabrikan-pabrikan di Indonesia.

Sebaliknya, mie instan produksi Indonesia sangat terkenal di Ukraina, yang pasokannya ke Ukraina terhenti sejak perang.

Perang Rusia dan Ukraina juga menghentikan ekspor tepung gandum dari Ukraina ke Indonesia.

Baca Juga: Kunjungi Zelenskyy di Ukraina dan Vladimir Putin di Rusia, Ini Agenda Utama Presiden Jokowi ke Eropa Timur

Setelah Australia, Ukraina lewat Odessa, Pivdennyi, Mykolayiv, dan Chornomorsk adalah eksportir terbesar tepung gandum Ukraina ke Indonesia.

Pasokan tepung gandum dari daerah-daerah Ukraina Timur ini lewat laut Hitam,terhenti akibat perang di Ukraina sejak Rusia melancarkan operasi militernya pada 24 Februari 2022.

Dilansir Kalbar-Terkini.com dari Asia Times, Jumat, 22 April 2022, serangan Rusia ke Ukraina memicu pabrik tepung gandum dari negara-negara lain berebutan untuk menggantikan peran Ukraina, yang berjulukan Lumbung Pangan Dunia,

Bahaya yang lebih besar akibat serangan Rusia juga mengancam ladang-ladang gandum di Ukraina Timur.

Baca Juga: ASTAGANAGA! Pengungsi Ilegal Ukraina di Inggris Dideportasi ke Rwanda: Negeri Berdarah yang Banyak Gorila!

“Penggilingan tepung hanya akan memiliki waktu singkat untuk menemukan sumber pasokan alternatif,” kata seorang analis pasar.

Analisis ini menunjuk awal Juli 2022 sebagai awal musim panen gandum musim dingin yang biasa terjadi di Ukraina. "Ini akan menjadi tantangan yang cukup besar," katanya.

Industri makanan Ukraina telah terpukul keras danyak infrastruktur pelabuhannya hancur akibat artileri dan pemboman udara dan kapal perang Rusia, dan juga blokade Rusia atas Laut Hitam, jalur untuk ekspor 80 persen gandumnya.

Baca Juga: Dmitry Muratov Wartawan Rusia Peraih Nobel 2021 Jual Medalinya untuk Bantu Anak-anak Pengungsi Ukraina

Hanya saja, Ukraina membuat Rusia membayar serangannya, karena kehilangan jalur kehidupan ekonomi mereka sendiri.

Hal ini terjadi pada April 2022 dengan tenggelamnya kapal penjelajah berpeluru kendali Moskva, kapal Armada Laut Baltik, yang menurut Rusia akibat kebakaran tidak disengaja.

Selain berusaha mengatasi kesulitan transportasi, masih belum jelas berapa banyak hasil panen yang dapat ditanam di Ukraina.

Baca Juga: Rusia Ditantang Perang di Ruang Angkasa: Akibat Satelit AS Pandu Militer Ukraina dari Orbit Bumi

Hal ini karena terjadinya serangan Rusia yang mengancam pula ketersediaan pupuk yang kian menipis serta pula solar untuk peralatan pertanian.

Para pejabat memperkirakan Ukraina telah kehilangan 1,2 miliar dolar AS dalam ekspor biji-bijian.

“Jika kita gagal panen tahun ini, itu akan menjadi bencana bagi seluruh dunia, untuk Asia dan Afrika,” kata Duta Besar Ukraina untuk Jakarta, Vasyl Hamianin, dalam webinar.

Ukraina mungkin tertinggal denan Australia, tetapi masih memasok Indonesia dengan tiga juta ton pada 2021, dibandingkan dengan 2,9 juta ton pada 2019 dan 2020.

Secara keseluruhan, dampak perang terhadap komoditas utama dunia akan menimbulkan tantangan di semua lini.

Tidak hanya bagi industri dan masyarakat, tetapi juga bagi transisi ke energi bersih, dan kemajuan menuju sistem pasokan pangan yang lebih berkelanjutan.

Pertanyaan yang kritis tetap ada terkait ketersediaan minyak dan gas alam, gandum dan komoditas lainnya.

Pun untuk ketahanan rantai pasokan, penyempurnaan blok perdagangan, dan masalah terkait lainnya.

Semuanya diperkirakan akan terpengaruh oleh konflik yang sedang berlangsung, dan mungkin hingga tahun-tahun mendatang.

Menurut sebagian besar analisis, efek langsung perang di Asia akan lebih kecil ketimbang di bagian lain dunia, karena paparannya yang terbatas ke Rusia dan Ukraina melalui hubungan perdagangan, investasi, dan keuangan.

Tetapi , efek tidak langsungnya akan lebih besar, awalnya karena harga energi yang lebih tinggi.

Jika perang berlarut-larut, para ekonom memperingatkan hal itu dapat merusak sentimen global dan lebih lanjut menunda pemulihan dari pandemi.

Isu ketahanan pangan akibat wabah Covid-19 telah meningkatkan kesadaran masyarakat di Indonesia akan pentingnya diversifikasi dan swasembada pangan, serta risiko yang melekat pada ketergantungan yang tinggi pada satu bahan pokok.

Tetapi meskipun peluang untuk diversifikasi sangat besar, Indonesia akan selalu mengimpor gandum.

Ini membuat pabrik penggilingan menanggung kenaikan harga 70-90 persen selama setahun terakhir, sesuatu yang tidak dapat mereka berikan kepada konsumen yang sensitif terhadap biaya.***

Sumber: Asia Times

 

 

Editor: Arthurio Oktavianus Arthadiputra

Sumber: Asia News

Tags

Terkini

Terpopuler