Tragedi Pembantaian Mandor Kalimantan Barat OLeh Jepang, Ini Catatan Keluarga yang Menjadi Korban

- 28 Juni 2022, 10:31 WIB
Kerabat kerajaan SIntang yang menjadi korban pembantaian Mandor 28 Juni 1944 yang menewaskan tak kurang 50 ribu orang termasuk sebagian besar keluarga kerajaan-kerajaan yang ada di Kalimantan Barat
Kerabat kerajaan SIntang yang menjadi korban pembantaian Mandor 28 Juni 1944 yang menewaskan tak kurang 50 ribu orang termasuk sebagian besar keluarga kerajaan-kerajaan yang ada di Kalimantan Barat /Istimewa/Facebook @AdeMIswadi
 
KALBAR TERKINI - Pembantaian Mandor 28 Juni 1944 menjadi catatan kelam bangsa Indonesia di akhir pendudukan Jepang di tanah Kalimantan khususnya Kalimantan Barat.
 
Pembantaian yang menewaskan puluhan ribu nyama tersebut kini diperingati dengan nama tragedi Mandor berdarah.
 
Sebagian besar korbannya merupakan keturunan langsung Kerajaan-kerajaan yang ada di Kalimantan Barat.
 
 
Tragedi ini pula yang disebut menjadi cikal bakalmulai pudarnya pengaruh kerajaan yang ada di wilayah Kalimantan Barat hingga kini.
 
Pasalnya, tak hanya membunuh mereka yang menjadi pewaris langsung kerajaan, pihak Jepang juga melakukan perampasan benda-benda bersejarah milik kerajaan.
 
Salah satu kerabat Keraton Al Mukaramah Sintang, Ade Muhammad Iswadi, menceritakan tentang kejadian mengerikan tersebut.  
 
Dilansir Kalbarterkini.com dari akun facebook pribadinya @AdeMIswadi, berikut catatan Mantan Ketua KPU Kabupaten Sintang tersebut.
 
 
Memperingati Tragedi Mandor Berdarah, "AYI ACHYAN TERBUNUH, AYI IBRAHIM TERSELAMATKAN"
 
Berawal dari firasat Buruk Nyai dari Ama "Mas Nurseli" (akan datang penjajahan yang lebih kejam dari Belanda usianya seumur jagung sebelum Jepang masuk).....
 
Ayi dari Ama (Ade Djamadin Pangeran Sepuh Adi Suryanata) bernama Gusti Achyan/alias Oeti Achyan (no.277 buku tragedi Mandor Berdarah oleh Syarifudin Osman) bin AM Mahidin Pangeran Suryanata bin Sultan Ade Muhammad Yasin Pangeran Ratu Adipati Muhammad Djamaludin.... kala itu berangkat dari Sintang/Pulau Perigi membawa berkas untuk menghadiri undangan Jepang.
 
Termasuk bersama tiga orang pangkat cucunya (Panembahan Raden Danu, Raden Panji, dan Raden Syahdan Syahkobat) namun pulang hanya membawa kabar duka.
 
ternyata semuanya seolah datang hanya mengantar ajal dibunuh oleh tentara Jepang yang kejam dan dimasukkan kedalam lobang/sumur (ada 10 sumur) bersama 21.000 an (versi lain ada yang mengatakan 50.000 an).... AYI ACHYAN TERBUNUH.... Ama yang berusia 3 tahun saat itu, adik bungsu (Mas Sri Mawarni) berusia 8 bulan, Abang Ama (Ade Mustafa Achyan) berusia skitar 10 tahun praktis terlantar luntang Lantung menghidupi diri sebelum nyai akhirnya Nyai (Mas Nurseli) menerima 2 pensiun marhum Ayi (sebagai sekretaris di Kerajaan Sintang dan Ajun Komist kantor Asisten Residen Belanda).
 
Dan kakak dari Ama (Mas Ana Delima) yang berusia 15-an tahun saat itu sedikit aman karena sempat dinikahkan Ayi (karena mengantisipasi kekejaman penjajahan Jepang Laknatullah).
 
Dalam usia muda dengan Abang sepupunya (Gusti Manaf)... Perih mendengar kisah marhum Ama dalam beberapa kali, ada rasa benci dan tatapan marah saat marhum berkesah.....
 
Lain lagi cerita Ayi dari Umak (Mas Djusnawati)... Ayi Oeti Ibrahim bin H.G. Muhammad Isa Pangeran Temenunggung Setia Agama bin Sultan Ade Muhammad Yasin Pangeran Ratu Adipati Muhammad Djamaludin saat itu ditugaskan sebagai Demang di daerah Karangan (Mempawah Hulu) wilayah Kerajaan Mempawah:.... (Marhum Ama Ade Djamadin saat menjadi Kepala Kantor Bangdes di Kabupaten Sanggau dalam sebuah kesempatan bertemu seorang yang dipanggil Pak Pujin anak dari seorang Temenggung Dayak di Karangan Mempawah Hulu) ...
 
Dikisahkannya, ... Ayi kami Oeti Ibrahim (Demang Karangan) pagi pagi dikala itu sudah berada di warung (milik seorang warga Tionghoa) bertemu Temenggung Dayak Karangan, ...
 
Singkat kata kemudian menceritakan kepada Ayi/Kakek bahwa tentara Jepang sedang mencari dan menuju rumah Demang.
 
saat itu Temenggung Dayak Karangan meminta Ayi agar tidak pulang ke rumah tapi harus bersembunyi dulu, namun karena banyaknya tentara Jepang dijalan.
 
akhirnya Temenggung Dayak meminta Ayi untuk membuka seluruh pakaiannya hingga tersisa celana dalam dan baju kaus dalam dan berpura pura menjadi orang bisu sambil membawa Tangkin /tas Dayak yang dibawa dipunggung dan tali diletakkan dikepala berisikan barang2....
 
Temenggung serta beberapa orang berencana membawa Ayi ke lumbung tempat menyimpan hasil panen di kebun yang letaknya agak jauh dari pemukiman,... Namun dalam perjalanan ketemu Opas/tentara Jepang yang memeriksa setiap orang yang lewat.
 
tentara Jepang sempat curiga dan bertanya sambil menunjuk ke arah Ayi... Ini siapa????....
 
Temenggung Dayak menjawab ini pekerja saya dia bisu tidak dapat berbicara... Setelah diperiksa beberapa waktu Ayi yang saat itu hanya berpakaian dalam saja dan memanggil Tangkin akhirnya bisa lewat dan rombongan berjalan menuju lumbung dikebun yang terletak jauh luar pemukiman di Karangan Mempawah Hulu....
 
Di Lumbung yang sunyi Ayi bersembunyi sampai waktunya pulang ke rumah, di satu sisi sebelumnya, Temenggung Dayak Karangan sudah bersepakat dengan orang Tionghua pemilik warung untuk mengutus seseorang ke rumah Demang Karangan (rumah dinas Ayi) untuk bertemu Nyai (Mas Sahora) menyampaikan perihal Ayi dan singkat kata meminta kepada istri Demang Karangan (Nyai Mas Sohara) agar tidak mencari Demang (Ayi) dulu hingga waktunya sudah aman, Ayi akan diantar pulang ke rumah lagi ....
 
Sebuah pelajaran yang patut diambil dari kisah ini bagi kami, seandainya Ayi dikhianati atau dilaporkan Temenggung Dayak dan orang Tionghua pemilik warung yang cukup besar di Karangan saat itu, mungkin Ayi juga akan terbunuh bersama puluhan ribu tokoh tokoh penting yang jadi target Genoside Tentara Jepang di Kalbar saat itu.... Tapi mereka justru membantu Ayi saat itu.... AYI IBRAHIM TERSELAMATKAN....
 
Kebayang pula saat itu, jika saja Ayi Ibrahim jadi korban Tragedi Mandor Berdarah (28 Juni 1944) mungkin kami tidak akan lahir, sepupu kami juga tidak akan lahir dan hidup sampai saat ini...
 
Karena Umak kami (Mas Djusnawati) baru lahir di Sintang tahun 1951 dan ada tiga orang adiknya juga lahir setelah itu (Ade Muhammad Husni dan Mas Sudarmiwati, dan yang lainnya meninggal dunia dalam usia 4 tahun) ...
 
Dari tempat tugas jauh di Karangan Mempawah Hulu, Ayi Ibrahim beberapa tahun sebelum Umak lahir sudah pulang pulang lagi bertugas di Sintang, Abang kami yang tertua yang sempat bertemu dan bermain dengan Ayi Ibrahim sebelum beliau wafat.
 
Pilu.... Jika mengingat mengulang kisah yang terekam dalam otak, terngiang hawa Amarah Marhum Ama saat bercerita.... "AYI ACHYAN TERBUNUH, AYI IBRAHIM TERSELAMATKAN"....
 
*kutitip kisah ini disini agar semua saudara Juriat Ayi Achyan Bin Pangeran Suryanata bin Sultan Ade Muhammad Yasin Pangeran Ratu Adipati Muhammad Djamaludin dan Ayi Ibrahim Bin Pangeran Temenggung Setia Agama Bin Sultan Ade Muhammad Yasin Pangeran Ratu Adipati Muhammad Djamaludin mengingat kisah ini pula...... Alfatihah.
 
Demikian catatan mengerikan pada saat tragedi Mandor tersebut terjadi. Semoga bermanfaat.***

Editor: Arthurio Oktavianus Arthadiputra

Sumber: Facebook @AdeMIswadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Pemilu di Daerah

x