Rusia Berantakan jika Presiden Vladimir Putin Mati Mendadak tanpa Siapkan Pengganti

27 Juni 2022, 10:58 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin menghadiri pertemuan BRICS+ selama KTT BRICS melalui tautan video di wilayah Moskow, Rusia 24 Juni 2022. /Sputnik/Mikhail Metzel/Kremlin via REUTERS

KALBAR TERKINI - Rusia bakal kacau bahkan bisa saja bubar seperti Uni Soviet jika Presiden Vladimir Putin mendadak meninggal tanpa menyiapkan pengganti.

Selain itu, kalangan oposisi yakin, Putinisme segera sirna jika Putin wafat karena dia diduga kuat telah mengidap penyakit yang komplikatif.

Putin dilanda rumor mengidap kompilasi berbagai penyakit baik kanker pankreas, kanker tiroid, kanker darah, atau masalah punggung yang sudah berlansung lama.

Baca Juga: Putin dan Zelensky akan Dihadirkan di G-20, Jokowi Dipuji, Joe Biden Dilanda 'Sakit Kepala Diplomat'!

Selama bertahun-tahun, para pengamat berspekulasi tentang penyakit fatal apa yang menimpa Putin.

Bahkan dalam beberapa bulan terakhir, diskusi telah menjadi bola salju.

"Benar atau tidak, rumor ini memaksa semua orang untuk berpikir serius tentang apa yang akan terjadi jika Putin pergi," kata Tatiana Stanovaya, pendiri proyek analisis politik Politik.

Dalama artikelnya di Moscow Times bertajuk 'Kehidupan Setelah Putin: Apa Yang Terjadi Jika Presiden Meninggal?', Stanovaya menulis bahwa oposisi cenderung percaya bahwa jika Putin mati, maka rezimnya akan pergi bersamanya.

Baca Juga: Kunjungi Zelenskyy di Ukraina dan Vladimir Putin di Rusia, Ini Agenda Utama Presiden Jokowi ke Eropa Timur

"Dan, akan ada peluang untuk 'perestroika baru'. Konservatif berpikir saat ini akan menjadi kesempatan mengencangkan sekrup," tulisnya, dilansir Kalbat-Terkini.com dari Moscow Times, Rabu, 22 Juni 2022

Perestroika sendiri adalah gerakan politik untuk reformasi di dalam Partai Komunis Uni Soviet (PKUS) pada akhir dekade 1980-an.

Dilansir dari Wikipedia, perestroika identik dengan Sekretaris Jenderal PKUS Mikhail Gorbachev dan reformasi kebijakan glasnost (keterbukaan) yang dirintisnya.

Baca Juga: Kolonel Zimin, Pembawa Tas Nuklir Putin Tewas Misterius: Saat Berstatus Tahanan Rumah

Arti secara harfiah dari perestroika adalah 'rekonstruksi', merujuk restrukturisasi yang terjadi dalam sistem politik dan ekonomi Soviet dengan tujuan dari Stagnasi Era.

Perestroika memungkinkan tindakan yang lebih independen dari berbagai kementerian, dan memperkenalkan banyak reformasi, seperti pasar.

Namun, dugaan dari perestroika sendiri bertujuan untuk merencanakan ekonomi, tetapi untuk membuat sosialisme dapat dijalankan lebih efisien untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Soviet dengan mengadopsi elemen-elemen ekonomi liberal.

Baca Juga: Pedesaan Rusia Diserang, Vladimir Putin Caplok Kiev jika Serangan Ukraina Berkelanjutan!

Proses untuk mengimplementasikan perestroika menimbulkan beragam masalah baik politik, sosial, dan ekonomi di Soviet.

Perestroika sering disalahkan sebagai akibat kebangkitan politik nasionalisme dan politik nasionalis di republik-republik konstituennya.

Perestroika dan penyakit struktural yang terkait dengan itu disebut sebagai katalis utama yang mengarah pada pembubaran Soviet pada 1991.

Baca Juga: Vladimir Putin Bandingkan Dirinya dengan Kaisar Tsar Rusia Peter Agung yang Taklukkan Swedia

Istilah ini pertama kali digunakan oleh Mikhail Gorbachev saat berpidato dalam kunjungannya ke Kota Togliatti pada 1986.

Perestroika yang berlangsung pada 1985- 1991 ini dianggap sebagai penyebab signifikan atas jatuhnya Blok Timur, dan pembubaran Soviet, yang juga menandai akhir Perang Dingin.

Masih menurut Stanovaya, ada ketidakpastian mendalam tentang apa, dan siapa yang selanjutnya bisa menggantikan Putin.

Baca Juga: Putin Ancam Luncurkan Senjata Pemusnah Massal: Akibat AS hanya Berani Perang Proksi

Konstitusi Rusia sendiri, tidak merinci apa yang terjadi jika presiden meninggal saat menjabat.

Hanya disebutkan kemungkinan 'alasan kesehatan;, yang berarti presiden tidak dapat lagi menjalankan kekuasaannya.

Namun dalam praktiknya, prosedurnya sama dengan pengunduran diri.

Dalam situasi saat ini, pertanyaan tentang persiapan adalah kuncinya: apakah 'kepergian' Putin akan tiba-tiba dan tidak terduga, atau akankah dia punya waktu untuk menunjuk penggantinya?

Jika seorang penerus diketahui sebelumnya, maka para elit akan memiliki lebih sedikit ruang untuk bermanuver.

Semakin banyak waktu yang ada, transfer daya akan semakin mudah diatur.

Jika dukungan untuk Putin tetap relatif stabil, Putin dan penggantinya akan memiliki modal politik yang cukup besar terkait 'ideologi Putinisme'.

"Sejauh ini, ideologi tersebut telah memastikan rezim yang stabil," kata Stanovaya.

Namun, jika Putin meninggalkan jabatan presiden secara tiba-tiba, dan tanpa sempat menyiapkan penggantinya, maka segalanya menjadi jauh lebih tak terduga.

"Banyak hal akan bergantung pada faktor-faktor di luar kendali Putin, dan peran elit akan jauh lebih signifikan," tambahnya.

Menurut konstitusi, perdana menteri menjadi penjabat presiden, jika presiden tidak dapat melakukan tugasnya.

Tetapi, kekuasaan penjabat presiden terbatas, karena tidak dapat membubarkan Duma Negara, menyerukan referendum, atau mengusulkan revisi konstitusi.

Duma Negara sendiri, yang sering disingkat sebagai Gosduma , adalah lembaga legislatif majelis rendah dari Majelis Federal Rusia.

Sedangkan majelis tinggi Rusia adalah Dewan Federasi. Markas besar Duma terletak di pusat kota Moskow, beberapa langkah dari Lapangan Manezhnaya, yang anggotanya disebut deputi.

Duma Negara mengajukan Majelis Agung Uni Soviet pada 1993, sebagai hasil dari konstitusi baru yang diajukan oleh Presiden Boris Yeltsin setelah krisis konstitusional Rusia pada 1993, dan disetujui rakyat Rusia dalam sebuah referendum.

Nama Duma Negara diambil dari nama parlemen dari Rusia yang juga bernama Duma Negara, yang dibentuk sebagai akibat revolusi pada 1905.

Secara formal, Duma Negara adalah badan legislatif.

Duma Negara I (April–Juli 1906) dan Duma Negara II (Februari–Juni 1907) dibubarkan oleh pemerintah tsar.

Dalam Duma Negara Ketiga (1907–1912) dan Keempat (1912–1917) berdominasi wakil-wakil yang disebut Seratus Hitam sebagai pemihak otokrasi.

Stanovaya menambahkan, status penjabat presiden tampaknya merupakan titik awal yang ideal untuk calon penerus Putin.

Itulah sebabnya, banyak pengamat percaya bahwa transfer kekuasaan akan dimulai dengan penunjukan perdana menteri yang baru.

Terlepas dari semua jasanya, kecil kemungkinan Putin melihat Perdana Menteri Rusia saat ini, Mikhail Mishustin, sebagai penggantinya.

Mishustin tidak cukup dekat dengan Putin, dan tidak mampu menjadi lebih dari seorang teknokrat politik.

Bahkan jika sesuatu terjadi pada Putin esok, dan Mishustin menjadi penjabat presiden, maka ini tidak secara otomatis menjadikannya sebagai kandidat favorit untuk memenangkan pemilihan presiden berikutnya (karena dia belum dipilih oleh Putin).

Padahal, jika Mishustin tiba-tiba ditempatkan di posisi penjabat presiden tanpa persiapan yang memadai, dia akan berada dalam situasi yang sangat sulit.

Dia akan bergantung pada administrasi kepresidenan, dan setiap keputusan politik independen yang besar, atau perubahan staf dalam pemerintahan, pasti akan menyebabkan konflik.

Prosedur konstitusional yang tepat dalam hal kematian presiden adalah bahwa Dewan Federasi memiliki waktu 14 hari untuk mengadakan pemilihan presiden (pemungutan suara harus dilakukan dalam waktu tiga bulan setelah berakhirnya kekuasaan presiden).

Jika Dewan Federasi tidak mengadakan pemilihan pada waktunya, maka itu jatuh ke Komisi Pemilihan Pusat.

Jika tidak ada penerus yang ditunjuk, peran lembaga formal akan tumbuh, seiring dengan peluang bagi elit untuk berperan.

Saat ini, lembaga-lembaga kunci kekuasaan berfungsi sebagai bagian dari rezim informal Putin.

Tetapi, jika Putin meninggal tanpa penerus, mereka akan menjadi saluran untuk kepentingan perusahaan besar, dinas keamanan, kepemimpinan Rusia Bersatu, dan rekan serta sahabat Putin yang berpengaruh.

Perjuangan yang intens untuk mendapatkan pengaruh resmi, akan segera berlangsung.

"Dan pertanyaan kuncinya adalah apakah para elit dapat mencapai kesepakatan tentang penggantinya," ujar Stanovaya.

Apakah konsensus muncul atau tidak, akan tergantung pada banyak faktor.

Tetapi di atas semua itu, berpulang ke keadaan Putinisme itu sendiri.

Hari ini, ketika pemerintah memiliki peringkat tinggi yang tidak normal, penduduk dimobilisasi dan oposisi dibungkam, kemungkinan para elit akan mencapai kesepakatan.

Lebih tepatnya, sebagian dari elit akan berhasil memaksakan pilihan mereka.

Kekuatan konservatif, terutama 'siloviki', kemungkinan akan mengambil inisiatif, yang berarti rezim berikutnya akan lebih kejam, lebih hawkish, lebih represif, bahkan lebih keras kepala secara radikal.

Suka atau tidak, pandangan dunia semacam ini jauh lebih sejalan dengan opini publik Rusia saat ini daripada agenda modernisasi atau reformasi.

'Sloviki' akan memiliki lebih sedikit ruang untuk bermanuver dan suara para modernis dan besar bisnis akan lebih kuat. Jika ini terjadi, memilih penerus akan menjadi proses yang jauh lebih berkonflik.

Tetapi, ini akan terjadi jika Putin wafat ketika blok pro-perang melemah, dan juga ketika ada dukungan politik yang lebih sedikit untuk rezim.

Dengan tingkat ketidakpuasan yang lebih tinggi dan lebih banyak masalah ekonomi, maka banyak akan tergantung pada sifat arus utama politik.

Semakin 'sehat' ideologi anti-Barat, anti-liberal, maka semakin besar pula kemungkinan para elit akan berusaha untuk tetap menjaga hal-hal sebagaimana adanya . atau mengencangkan sekrup.

Tetapi, jika segala sesuatunya berantakan secara politik dan ekonomi, ketidakpuasan umum meningkat, oposisi sistemik telah berhasil bangkit kembali.

Dengan demikian, maka Putinisme aanmenjadi ide yang membusuk, dan kemungkinan Rusia berakhir dengan presiden reformasi alam jauh lebih tinggi. .

"Sederhananya, mengingat lingkungan politik saat ini di Rusia, semakin cepat Putin mati, semakin besar peluang kebangkitan konservatif," tegas Stanovaya.***

Sumber: Moscow Times

Editor: Arthurio Oktavianus Arthadiputra

Sumber: Moscow Times

Tags

Terkini

Terpopuler