Sri Lanka Jadi 'Negara Koboi': Penembakkan kian Marak!

23 Juni 2022, 18:38 WIB
Grafis kasus kriminal bersenjata api di Sri Lanka pada 2022. /Daily Mirror

KALBAR TERKINI - Maut mulai mengintai di jalan-jalan di seantero Sri Lanka. Krisis perekenomian telah memicu aksi kekerasan dengan menggunakan senjata api.

Di negara yang menyebut dirinya demokrasi ini, haram mentoleransi aksi-aksi brutal, seperti yang dilakukan oleh bandar-bandar narkoba sekaliber Al Capone, Pablo Escobar, El Chapo, politisi atau pengusaha.

Tapi, lima insiden penembakan dilaporkan terjadi dalam kurun waktu empat hari selama Juni 2022, dan salah satu korban adalah seorang saksi negara.

Baca Juga: Sri Lanka Sengkarut, 10 Tewas Antre Bahan Bakar: PM Wickremesinghe Elus Dada Dimaki-maki!

Banyak yang terbunuh dalam penembakan ini masih berusia muda, sehingga menimbulkan pertanyaan lebih lanjut tentang apakah kaum muda ini telah terlibat kasus narkoba.

Selain itu, sebagaimana dilansir Kalbar-Terkini.com dari ulasan Daily Mirror, Rabu, 16 Juni 2022, muncul pula pertanyaan tentang apakah anak-anak muda ini terkait operasi dunia bawah tanah, sebagai akibat dari krisis ekonomi yang sedang berlangsung. di Sri Lanka

Menurut mantan Jaksa Agung Sri Lanka Palitha Fernando, senjata api terkadang diberikan kepada kalangan Orang Sangat Penting (Very Important Person/VIP), karena mereka rentan menjadi korban kekerasan.

Baca Juga: Negara Sri Lanka Bangkrut, PM Baru Sebulan Menjabat Tega Dimaki Oposisi!

Kalangan VIP adalah penerima hak istimewa yang lebih penting daripada orang-orang biasa.

Sedangkan seorang berstatus Sangat Sangat Penting (Verry Very Imortant/VVIP) adalah kalangan yang paling pantas didahulukan dari seorang VIP.

“Banyak yang tidak mengembalikan senjata ke negara. Selanjutnya geng-geng dunia bawah tertentu dibentuk.

Sebelum mengeluarkan izin, latar belakang seseorang, catatan polisi, dan lain-lain, diperiksa," ujarnya.

Tapi sekarang, tidak ada kriteria khusus yang harus dipenuhi untuk memiliki senjata api.

Baca Juga: Obat COVID -19 Ditemukan Oleh 'Penyihir' Di Sri Lanka, Resep Dari Dewi Hindu Kali, Pemerintah Mendukung Penuh

Di sisi lain, banyak personel Angkatan Darat yang meninggalkan Angkatan Darat saat masih memiliki senjata.

" Dan, kami belum 100 persen berhasil mendapatkan kembali senjata tersebut. Dunia bawah saat ini memiliki senjata api, dan ada pembunuh bayaran," lanjutnya.

Beberapa waktu lalu, menurutnya, pemerintah mengetahui tentang adanya 'budaya van putih', dan ini adalah sesuatu yang tidak bisa dimaafkan.

"Lalu, ada senjata seperti Gal Katas, yang merupakan senjata buatan lokal.

Baca Juga: Miss World Caroline Jurie Akhirnya Diseret ke Pengadilan, Pushpika De Silva Sandang Miss Sri Lanka

Kadang-kadang, politisi diberi wewenang membawa senjata untuk perlindungan diri," kata Fernando.

Mengingat kejadian-kejadian tertentu yang terjadi pada saat itu, Fernando menyatakan bahwa setiap kali terjadi perampokan bank atau perampokan berani lainnya, seorang desertir Angkatan Darat terlibat.

“Tapi untuk pencurian kecil-kecilan, biasanya pecandu narkoba. Pembelot dari kalangan tentara dilatih untuk menangani senjata.

Namun, senjata tidak bisa diselundupkan ke dalam negeri,” jelasnya.

Komisi Nasional Melawan Proliferasi Senjata Kecil Gelap (NCAPISA) dibentuk selama masa jabatan Presiden Chandrika Bandaranaike.

Komisi ini dibentuk untuk mengoordinasikan pendekatan yang terkait dengan masalah terkait senjata ringan di Sri Lanka.

“Saat itu, Sekretaris Komisi adalah Gotabaya Rajapaksa dan dialah yang menandatangani dokumen tersebut sebagai Menteri Pertahanan,” kata Vidya Abhayagunawardena, Koordinator Forum Perlucutan Senjata dan Pembangunan (FDD).

“Alasan untuk membentuk Komisi ini adalah bahwa pada saat itu PBB menyiapkan Program Aksi untuk Mencegah, Memerangi dan Memberantas Perdagangan Gelap Senjata Kecil dan Senjata Ringan (UN POA)," ujanrya.

"Dan, Sri Lanka memimpin program ini. Itu adalah dorongan besar bagi kami dan pemerintah untuk mendapat dukungan teknis serta pendanaan," jelasnya.

"Kami menyiapkan komisi ((NCAPISA), dan hal pertama yang kami lakukan adalah membentuk amnesti senjata dan mengumpulkan sekitar 30.000 senjata gelap kecil dari berbagai tempat," tambah Vidya.

Namun, amnesti ini dikecualikan untuk wilayah utara dan timur Sri Lanka, karena perang sedang berlangsung.

"Survei yang tepat kami lakukan, karena perang belum berakhir, ada pembelot Angkatan Darat, dan mereka membawa senjata ke selatan dan, LTTE menjual senjata di sana-sini," tambahnya.

Menurut Vidya, pihaknya untuk kali pertama di Asia Selatan telah menghancurkan senjata kecil Illicit di Lapangan Kemerdekaan selama 2006- 2007,” kata Abhayagunawardena.

Ada beberapa tindakan yang berkaitan dengan senjata api dan bahan peledak termasuk Undang-undang Senjata Api (Amandemen) Nomor 22 Tahun 1996, dan Undang-undang Senjata Ofensif Nomor 2 Tahun 2011.

Juga Undang-undang Bahan Peledak dan Undang-undang Pisau Berbahaya atau Undang-undang Pisau.

“Tapi denda untuk membawa pisau terlarang hanya Rs. 50! Denda untuk kepemilikan bahan peledak ilegal adalah Rs. 25.000.

Biaya perangko untuk senjata yang digunakan dalam pertanian adalah Rs. 50," keluhnya.

Menurutnya, undang-undang ini percuma dan belum diubah sama sekali.

Itu sebanya sulit untuk bisa hidup normal dalam masyarakat modern di Sri Lanka karena hukum dan sistemnya sudah ketinggalan zaman.

"Jika sistem dan hukum ada, kekerasan akan berkurang. Orang-orang akan menyadari akibat dari membawa senjata otomatis," ujar Vidya.

Secara lokal, menurutnya, undang-undang itu harus diubah, termasuk dendanya yang harus ditingkatkan pemerintah.

Denda karena membawa senjata api ilegal harus dinaikkan, setidaknya menjadi Rs. 500.000, mengingat senjata itu tidak untuk digunakan dalam pembunuhan, pencurian, atau kegiatan ilegal apa pun.

Menurut Vidya, pihaknya tidak harus memenjarakan orang, tetapi jika ada denda yang tinggi, maka orang tidak akan mencoba untuk terlibat dalam kekerasan senjata.

"Jika senjata api terlibat dalam pembunuhan, denda bisa dinaikkan menjadi Rs. 5 juta,” sarannya.

Vidya lebih lanjut menuduh bahwa pendaftaran senjata di Kementerian Pertahanan Sri Lanka, tidak otomatis.

“Selama senjata itu terdaftar di Kementerian Pertahanan tidak ada masalah. Mereka bertanggung jawab dan mereka tahu jumlah peluru yang dikeluarkan dan mengapa mereka digunakan," ujarnya.

Laporan komisi ini menyatakan bahwa pendaftaran senjata harus diotomatisasi sehubungan dengan senjata api. Dengan cara ini, orang akan terlindungi.

Negara-negara seperti Selandia Baru, Jepang dan Swiss mengikuti metode ini. Bahkan Filipina - yang memiliki masalah narkoba besar - sekarang ini tampaknya memiliki sistem.

"Presiden Filipina cukup berani menandatangani konvensi internasional seperti Arms Trade Treaty (ATT),” katanya.

Karena itu, Sri Lanka harus meratifikasi AT. Disarankan bahwa yang harus segera dilakukan oleh pemerintah adalah melihat laporan komisi yang tersedia secara online dan gratis.

"Untuk melihat di mana dapat segera memulainya. Ada banyak dana yang tersedia untuk pemerintah, jika dilihat dari POA dan ATT," katanya.

Sri Lanka dinilainya harus menjadi pihak ATT. Afghanistan dan Maladewa adalah dua negara di Asia Selatan yang meratifikasi konvensi tersebut. dan Bangladesh masih dalam tahap penandatangan.

Menurut Vidya, Sri Lanka adalah bangsa yang netral. Masalahnya, apalah arti dari netralitas jika Sri Lanka sendiri tidak mengikuti konvensi-konvensi tersebut.

Vidya menilai bahwa jika Sri Lanka menjadi pihak dalam Perjanjian, maka Sri Lanka bisa mendapatkan banyak bantuan teknis dan keuangan dari negara-negara barat.

Pada 2018, Jepang menjadi ketua konvensi dan Duta Besar Jepang untuk Jenewa mengunjungi Sri Lanka, dan mengundang pihaknya untuk menjadi pihak ATT.

Jepang siap membantu Sri Lanka dengan dukungan teknis dan keuangan, selain dari PBB.

Karena itu, menurut Vidya, Sri Lanka kehilangan banyak peluang. Bahkan, China yang merupakan salah satu produsen senjata terbesar di dunia, telah menjadi pihak ATT.

Karena itu, Pemerintah Sri Lanka dinilainya harus serius melihat laporan komisi, mengamandemen undang-undang, dan menjadi pihak ATT dan POA.

Ditekankan, Sri Lanka berkomitmen untuk memenuhi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, dan di bawah SDG Nomor 16, di mana satu salah komponennya adalah untuk mengurangi kekerasan dan menjamurnya senjata ringan ilegal.***

Sumber: Daily Mirror

Editor: Slamet Bowo SBS

Sumber: Daily Mirror

Tags

Terkini

Terpopuler