Militer Myanmar Boros Beli Persenjataan, Ini Tiga Negara Pemasok Utamanya

15 Maret 2021, 01:50 WIB
MILITER MYANMAR - Sebagian besar warga Myanmar melakukan pemberontakan terbuka sejak pasukan menggulingkan pemerintahan pemenang Nobel Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021./THE MOSCOW TIMES/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

KALBAR TERKINI - Peluru tajam digunakan oleh aparat militer dan polisi Myanmar selama menindak aksi unjuk rasa rakyatnya yang berlangsung sejak 1 Februari 2021 menyusul kudeta oleh pihak junta pimpinan Jenderal Senior Min Aung Hlaing terhadap Pemerintahan Aung San Suu Kyi.   

Hingga Minggu, 14 Maret 2021 malam, sekitar 80 warga telah tewas, yang  semuanya  akibat tembakan dari beragam senjata api dari aparat di banyak kota di Myanmar.                                 

Senjata-senjata ini serta jenis persenjataan berat yang digunakan adalah hasil belanja bernilai puluhan juta dolar AS oleh pihak militer dari uang rakyat untuk memerangi bangsanya sendiri: alih-alih untuk menjadi kekuatan tempur kelas satu!

Baca Juga: Ayahnya Tewas Ditembak Junta, Tangis Balitanya Pecah di Pemakaman

Baca Juga: Hadapi Junta Myanmar, 10 Kelompok Etnis Bersenjata Sepakat Bela Rakyat

Baca Juga: Pasukan Malaikat Suci Iran Bertaruh Nyawa, Khamenei: Puji Tuhan Semesta Alam!

Dilansir Kalbar-Terkini.com dari France 24, edisi 29 Mei 2019, pengeluaran besar-besaran ternyata dilakukan oleh pihak junta militer, meskipun Myanmar  mengalami embargo senjata dari Uni Eropa (UE) dan AS serta seruan pada awal Mei 2019 dari misi pencari fakta PBB bagi komunitas internasional untuk memutuskan hubungan keuangan dengan militer Myanmar.

Bisnis persenjataan terus dilakukan, walaupun  para jenderal senior Myanmar juga menghadapi sanksi atas kampanye bumi hangus yang telah memicu evakuasi lebih dari 740 ribu warga Muslim Rohingya ke Bangladesh.  

Belum lagi dengan tuduhan pelanggaran HAM yang kian meningkat karena militer Myanmar harus menangani gerakan bersenjata dari etnis Rakhine yang notabene beragama Buddha, menurut laporan Amnesti International.

Toh tentara terus shooping, bahkan menawarkan diskon ke negara-negara mitra, dengan kepemilikan di lokasi stategis untuk berbisnis di Myanmar.  

Berikut tiga negara yang selama ini setia berbisnis dengan militer Myanmar, baik berupa penjualan persenjataan, peralatan, atau pelatihan militer.

1.China

Meski sanksi ekonomi AS terhadap China sempat mereda pada 2019, China  tetap menjual senjata ke Myanmar. Beijing telah memberikan perlindungan diplomatik untuk Myanmar di PBB. Itu juga menjadi sumber utama senjata, menurut Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI), yang memperkirakan bahwa pada 2013-2017, Tiongkok  China mempasok 68 persen dari total impor senjata ke Myanmar.

"Persenjataan itu sudah termasuk kendaraan lapis baja, teknologi rudal permukaan-ke-udara, radar, dan drone tak bersenjata," kata Siemon Wezeman, peneliti senior SIPRI untuk Asia-Pasifik.

Ditambahkan, Myanmar juga memperoleh jet tempur JF-17 Thunder produksi Sino-Pakistan, masing-masing senilai 25 juta  dolar AS. -"Sebutkan itu (merek pesawat jet tempur), dan China yang memasoknya," kata Wezeman kepada AFP.

"Harga penjualan senjata biasanya didiskon," kata Yun Sun, pakar hubungan China-Myanmar di Stimson Center.

2.Rusia

Rusia telah muncul sebagai salah satu mitra Myanmar yang paling antusias di panggung dunia. Pada April 2019, pengiriman persenjataan Rusia ke Myanmar langsung ditangani panglima militer Min Aung Hlaing yang juga menggulingkan Pemerintahan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021.

Jenderal senior ini malah  sempat datang ke Kota Ulan Ude di Siberia, Rusia, dan memeriksa sebuah pabrik helikopter, dan menerbangkan salah satu  helikopter tempur jenis Mi 171 di atas Ulan Ude, sambil 'menikmati pemandangan' di sekitar Danau Baikal air tawar, juru bicara negara Myanmar, menurut koran Pemerintah Myanmar Global New Light of Myanmar.

Tak lama kemudian, Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu datang ke Myanmar, dan bertemu dengan Min Aung Hlaing kemudian  menandatangani kesepakatan untuk membeli enam unit jet tempur Su-30 bernilai 200 juta dolar AS, sebagaimana dilaporkan media Pemerintah Rusia, TASS. "Jet-jet ini akan menjadi pesawat tempur utama angkatan udara Myanmar", kata  Shoigu.

Menanggapioembelian pesawat itu, Departemen Luar Negeri AS menegaskan,  kesepakatan tersebut dapat memperburuk krisis Rohingya.

3.India

Guna mengimbangi pengaruh China atas Myanmar, India meningkatkan hubungan pertahanan dan dengan tegas menghindari kritik atas masalah Rohingya. Tapi, upaya itu masih tertinggal jauh dengan China.

Menurut analis keamanan AS, Anthony Davis, India cenderung memfokuskan upayanya pada Angkatan Laut Myanmar yang menawarkan lebih banyak peralatan khusus dan latihan gabungan.

"Orang-orang India pada dasarnya berupaya untuk melanjutkan modernisasi angkatan laut Tatmadaw (nama militer Myanmar), yang telah bergerak maju dengan kecepatan yang luar biasa," kata Davis yang menggunakan kata Burma untuk militer.

Min Aung Hlaing juga sempat melakukan beberapa perjalanan ke India. Ketika tindakan keras terhadap militer Myanmar terhadap Muslim Rohingya meningkat pada September 2017, Perdana Menteri India Narendra Modi bertemu dengan pemimpin sipil, Aung San Suu Kyi di Myanmar, dan setuju untuk memperdalam hubungan pertahanan.

4.Israel

Israel telah lama menjalin hubungan dengan Myanmar, salah satu sekutu awal negara Yahudi itu di Asia. Pada 2018, Israel menyumbangkan sistem pemurnian air ke badan pemerintah Myanmar yang dibentuk setelah krisis Rohingya.

Min Aung Hlaing mengunjungi Israel pada 2015, dan mendatangi Museum Holocaust Nazi Jerman atas orang Yahudi. Pada April 2017, Angkatan Laut Myanmar memposting gambar kapal patroli Super Dvora Mk 3 buatan Israel di Facebook.

"Dia bergerak maju dengan kecepatan 45 knot di Perairan Myanmar. Selamat datang di Angkatan Laut Myanmar !!!" tulis Angkatan Laut Myanmar  di wall Facebook-nya.

Tetapi  sentimen atas pelanggaran HAM dan rasis yang pernah dialami warga Yahudi di Eropa oleh Nazi Jerman, memicu kontroversi di dalam negeri Israel. Akibatnya,  penjualan persenjataan Israel ke Myanmar terhenti pada 2017.

Kedutaan Besar Israel di Yangon membenarkan 'tidak ada perubahan dalam keputusan Israel untuk tidak menjual senjata ke Myanmar.'

 

Sumber: France 24  

Editor: Oktavianus Cornelis

Tags

Terkini

Terpopuler