Jual Senjata ke Myanmar, Pengamat China: Wajar Tentara Beli Senjata, 'kan' Menjaga Keamanan Nasional

20 Februari 2021, 00:27 WIB
PROTES - Sebuah kendaraan lapis baja terlihat di jalan selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Minggu, 14 Februari 2021/REUTERS/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

BEIJING, KALBAR TERKINI - Penjualan senjata China ke Myanmar diklaim semata-mata berdasarkan prinsip dagang. Beijing tidak  mencampuri urusan di dalam negeri Myanmar.

Menurut Song Zhongping, seorang pakar militer China kepada Global Times yang dilansir, Kamis, 18 Februari 2021, Beijing malah berharap Myanmar menangani sengketa internalnya secara baik, dan menghormati konstitusi guna menyelesaikan masalah internalnya.

Karena itu, perdagangan senjata tersebut dinilainya sebagai hal yang normal. Apalagi Myanmar membeli senjata tidak hanya dari China melainkan juga dari Rusia dan India.  

Song yang juga pembawa acara di televisi ini menegaskan, China hanya salah satu dari negara-negara itu. Desas-desus bahwa China berada di belakang junta militer Myanmar dinilainya bisa jadi hanya propaganda sebagaimana kerap dilakukan pihak Barat untuk mencoreng China. 

Baca Juga: Maraknya Aksi Demo di Hongkong, Pemerintahan Diklaim Disusupi Penghianat Negara

Masih menurut Song, sebagaimana dilansir Kalbarterkini.com dari  Global Times, propaganda tersebut secara sengaja ditebar hanya untuk menjebak China, dengan menuduhnya  sebagai penyebab peristiwa politik di Myanmar. Padahal, China dan Myanmar selama ini menjalin kerja sama militer yang stabil dan jangka panjang.   

Menyitir komentar kalangan pakar China, media corong pemerintah Tiongkok ini menambahkan, itu sebabnya penjualan senjata Tiongkok ke militer Myanmar merupakan hal yang normal.

Senada itu, kalangan pakar lainnya juga menyangkal laporan dari kelompok masyarakat sipil Myanmar, yang mengklaim bahwa senjata yang dijual oleh perusahaan-perusahaan  China, digunakan oleh militer Myanmar melawan rakyatnya sendiri.  

Justice for Myanmar dalam laporannya menyatakan, penjualan peralatan militer China tersebut, yang antara lain kendaraan lapis baja dan pesawat, dilakukan oleh lima perusahaan Tiongkok. Pengadaan kendaraan lapis baja misalnya, oleh China North Industries Group Corporation (NORINCO), dan pesawat militer dari Aviation Industry Corporation of China (AVIC). 

Baca Juga: Diduga Mata-mata Musuh, Warga Korut Ditangkap di Zona Demiliterisasi

Sedangkan raksasa luar angkasa China, Aerospace Science and Technology Corporation (CASC) diklaim sebagai pendukung utama Myanmar dan telah mempasok amunisi. Laporan itu juga menyebutkan, perusahaan dari India, Israel, Rusia dan Singapura menyediakan pula senjata dan bahan terkait ke Myanmar. 

Menurut Global Times, laporan semacam itu kemudian ditafsirkan oleh beberapa media anti-China di luar negeri sebagai 'bukti dukungan China untuk junta'. Padahal, Duta Besar China untuk Myanmar, Chen Hai dalam sebuah wawancara dengan media lokal Myanmar pada Selasa,  16 Februari 2021, sudah menyatakan bahwa pihaknya memelihara persahabatan yang baik dengan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi pimpinan Aung San Suu Kyi. 

Hubungan yang baik dijalin pula dengan pihak  Tatmadaw, Angkatan Bersama Myanmar. "Jadi, perkembangan saat ini di Myanmar, sama sekali bukan yang ingin dilihat China," tegas Chen. 

“Kami berharap semua pihak di Myanmar menangani perbedaan dengan baik, sesuai kerangka konstitusi dan hukum, serta menjaga stabilitas politik dan sosial,” lanjut Dubes China. 

Baca Juga: Nord Stream II Dibayangi Sanksi AS ke Rusia, Jubir Kremlin: 'Pake' Akal Sehatlah!

Sementara Fan Hongwei, Direktur Pusat Studi Asia Tenggara di Universitas Xiamen, China, menyatakan bahwa Tatmadaw sangat berperan penting dalam politik negara. Sebagai satu-satunya militer resmi di Myanmar, Tatmadaw dinilainya bertanggung jawab untuk menjaga kemandirian dan keamanan nasionalnya.  

"Karena itu, wajar dan normal bagi mereka untuk membeli senjata China, dan bekerja sama dengan perusahaan China," tegasnya. 

Menurutnya, Myanmar selama ini menjalin pula kerjasama militer dengan banyak negara termasuk Rusia, Ukraina, China. dan India. Karena itu, merupakan 'kejahatan yang dipaksakan' , jika menuduh bahwa kerjasama militer tersebut merupakan bentuk dukungan China untuk kudeta militer di Myanmar. 

"Ada banyak kelompok masyarakat sipil di Myanmar yang menerima dana dan pelatihan dari Barat. Ini bukan rahasia," kata Fan.*** 

 

Sumber: The Global Times

Editor: Oktavianus Cornelis

Tags

Terkini

Terpopuler