CERITA UTUH KKN di Desa Penari Bagian 10, Widya Ikuti Bima Menuju Tapak Tilas, Tempat Penghubung ke Dunia Lain

11 Mei 2022, 08:42 WIB
Lokasi Asli Tapak Tilas KKN di Desa Penari Ditemukan, Warganet Telusuri Lewat Google Earth /tangkapan layar TikTok @tasya.vayrs

KALBAR TERKINI - Widya masuk ke kamar Bima, di sana ada Wahyu sama Anto, yang pertama Widya lakukan, membangunkan Wahyu.

Meski enggan, Widya terus memaksanya.

Setelah Wahyu benar-benar terjaga, Widya memberitahu kalau Bima baru saja keluar.

Wahyu hanya menatap Widya keheranan.

Baca Juga: CERITA UTUH KKN di Desa Mandiri Bagian 9, Nur Akhirnya Akui Dirinya Miliki Penjaga Ghaib dan Tingkah Aneh Bima

"Aku lak wes tau ngomong su (aku kan sudah pernah bilang)."

"Lha ya, ayo di tutno, nang ndi arek iku (lha iya, makanya, ayo kita ikuti, kemana anak itu)."

"Gawe opo? Paling nang omahe prabu, ndandani tong bambu'ne

(buat apa, palingan dia ke rumah prabu, memperbaiki tong sampahnya yang dari bambu).

Baca Juga: CERITA UTUH KKN di Desa Penari Bagian 8, Bungkusan Isi Kepala Monyet dan Nur yang Tiba-tiba Bertingkah Aneh

"Yo wes mboh (ya sudah terserah)."

Widya keluar dari kamar itu, kemudian ia pergi menyusul Bima sendirian.

Bima itu anak cowok yang paling religius, sama kaya Nur, karena mereka memang sudah dekat di kampus.

Tapi, Anton sering cerita, kalau kadang, dia memergoki Bima onani di dalam kamar, dan itu tidak sekali dua kali.

Baca Juga: CERITA UTUH KKN di Desa Mandiri Bagian 7, Motor Wahyu Mogok di Tengah Hutan dan Kampung Misterius Penuh Pesta

Masalahnya adalah, saat Bima melakukan itu, ada suara perempuan.

Widya tidak terima Bima dikatain itu oleh Anton, Widya pun bertanya darimana dia tahu Bima onani.

"Heh, mbok pikir aku ra eroh wong onani iku yo opo (kamu pikir saya gak tau bagaimana cowok onani)?"

Widya masih diam, mendengarkan penjelasan Anton.

Baca Juga: CERITA UTUH KKN di Desa Penari Bagian 6, Bapak Misterius Masuk Rumah dan Sosok Penunggu Watu Item Kali

"Sing dadi masalahe iku guk Bima onani. Kabeh lanangan pasti tahu onani, aku gak munafik, masalahe, onok suara wedok'e.

(yang jadi masalahnya itu bukan Bima onani, semua cowok pasti pernah, aku gak munafik, masalahnya, ada suara perempuannya)."

"Pas tak enteni, sopo arek iku, nek gak awakmu, pasti Ayu nek gak Nur, tapi, ra onok sopo sopo sing nang kamar ambek cah kui.

Baca Juga: CERITA UTUH KKN di Desa Mandiri Bagian 5, Cerita Mistis Mbah Buyut dan Widya yang Muntah Gumpalan Rambut

(ketika kutunggu, siapa perempuan itu, kukira itu kamu, kalau gak Ayu atau Nur, ternyata, tidak ada siapa-siapa di dalam kamar sama dia)

"Trus?" tanya Widya.

"Suoro sopo sing tak rungokno lek ngunu (suara siapa dong yang kudengar waktu itu)?"

"Masalahe, aku wes sering krungu, mesti, onok suoro iku (masalahnya, aku sudah sering dan selalu dengar suara itu)."

Baca Juga: CERITA UTUH KKN di Desa Penari Bagian 4, Siapa Pemilik Suara Lembut Pelantun Kidung Jawa dan Tingkah Aneh Nur

Cerita Anton membuat pandangan Widya berubah, dan malam itu, ia melihat Bima berjalan jauh ke timur.

Arah menuju sebuah tempat yang seringkali membuat Widya merinding tiap memandangnya. Tipak Talas.

Tipak Talas

Widya melihat Tipak talas seperti sebuah lorong panjang. Hanya saja, dindingnya adalah pepohonan besar dengan akar di sana-sini.

Baca Juga: CERITA UTUH KKN di Desa Penari Bagian 3, Sosok Pak Prabu yang Misterius dan Nisan Makam Ditutup Kain Hitam

Selain medan tanahnya yang menanjak, di depan Tipak Talas, ada gapura kecil, lengkap dengan kain merah dan hitam di sekelilingnya.

Pak Prabu pernah bercerita, kain hitam adalah nama adat untuk sebuah penanda seperti di pemakaman.

Namun, bukankah warna cerah lebih baik untuk menjadi sebuah penanda.

Sebelum Widya tahu kebenaran dari warga yang bercerita, bahwa hitam yang dimaksud adalah simbol alam lain.

Hitam bukan untuk yang hidup, melainkan untuk tanda bagi mereka yang sudah mati.

Mati lalu, apa maksud penanda warna merah?

Konon, dari seluruh tempat yang diberi penanda sebuah kain di desa ini, hanya gapura ini yang diberi kain warna merah, apalagi bila bukan simbol petaka.

Widya mulai melangkah naik, kakinya tidak berhenti mencari pijakan antara akar dan batu, sembari tangannya mencari sesuatu yg bisa menahan berat tubuhnya.

Malam sangat dingin, dingin sekali. Hanya kabut di tengah kegelapan yang bisa Widya lihat.

Butuh perjuangan keras untuk sampai. Ketika Widya sampai di puncak Tapak tilas.

Widya hanya melihat satu jalan setapak, kelihatannya tidak terlalu curam, namun rupanya butuh ekstra perjuangan juga.

Di sana, Widya merasakannya, perasaan yang tidak enak dari tempat ini, semakin kentara, hal itu, membuat Widya merinding.

Jalan setapak itu tidak terlalu besar, di kanan-kiri ditumbuhi rumput dan tumbuhan yang tingginya hampir sebahu Widya.

Dari sela tumbuhan dan rumput, Widya bisa melihat hutan yang benar-benar hutan, pohon menjulang tinggi dengan tumbuh-tumbuhan di sekitarnya yang tidak tersentuh.

Sangat mudah mengikuti Bima, karena hanya tinggal mengikuti jalan setapak.

Namun, setiap kali Widya berjalan, selalu saja, dari balik semak atau rerumputan, seperti ada yang bergerak-gerak.

Kadang ketika Widya mencoba memandangnya, suara itu lenyap begitu saja.*** (Bersambung....)

Editor: Slamet Bowo SBS

Sumber: Berbagai sumber Twitter @SimpleM81378523

Tags

Terkini

Terpopuler