Jack Ma jadi 'Domba': Sukses Dicuci Otak Partai Komunis?

10 April 2021, 14:38 WIB
JADI 'DOMBA'- Jack Ma, pendiri dan Ketua eksekutif Alibaba Group, dikenal karena ucapannya yang bijak walaupun terkadang sedikit aneh. Pada 2020, Jack Ma yang begitu vokal menantang kebijakan moneter China, kini berubah menjadi 'domba'./FOTO: REUTERS/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS/

KALBAR TERKINI -  Sikap keras bos Alibaba Group Jack Ma menghadapi berbagai regulasi moneter China benar-benar anjlok drastis pasca dia menghilang dari publik sejak akhir 2020 dan muncul pada awal 2021. Terbukti, Ma langsung mengiyakan ketika regulator China mendenda Alibaba  2,78 miliar dolar AS  atau setara Rp 37,3 triliun.

Ma mengaku menerimanya dengan lapang dada denda terkait pelanggaran Undang-undang anti-Monopoli China. itu. Padahal, menjelang absen dari publik  beberapa waktu lalu, mantan orang terkaya di Asia ini dalam pidatonya di Shanghai, dengan berang menyatakan bahwa berbagai regulasi moneter China sudah ketinggalan zaman, produk para 'orang tua'.

Pidatonya ini memicu kemarahan Pemerintah Tiongkok yang dikuasai Partai Komunis China. Terbukti,  menurut catatan Kalbar-Terkini.com, penawaran saham perdana atau penawaran umum perdana (Initial Public Offering /IPO) Ant Group, anak jaringan Alibaba yang bergerak di bidang pinjaman online (pinjol), batal dicatatkan sahamnya di papan Star Market, papan khusus perusahaan teknologi di Bursa Efek Shanghai, Kamis, 5 November 2020.

Inilah IPO 'paling paus' dalam sejarah bursa efek di China. Nilainya mencapai 2,6 miliar dolar AS, setara Rp 37,3 triliun.

Baca Juga: Sekali Gebuk, China Klaim Lumpuhkan Taiwan: AS tak Berdaya

Baca Juga: Dua Satelit Besar Tabrakan, Waspadai Reruntuhannya

Baca Juga: Live di Tik Tok Saat Kecelakaan, Offroader ini Ditolong Remaja Lain yang Berjarak 800 Mil

Otoritas China hanya menyatakan, masalah utamanya karena Ant Group  'tidak memenuhi persyaratan pencatatan' di bursa efek.

Ma pun kelimpungan karena sangat  merugi.

Putusan mendadak otoritas keuangan atas permintaan Pemerintah China ini, diyakini sebagai reaksi keras pemerintah  atas sikap vokal Ma.  

Ma dianggap sangat nekat, dan  berani menentang 'kebijakan klasik',  yang notabene identik dengan  kebijakan 'Tuhan'-nya China: Xin Jin Ping, Presiden Tiongkok, Sekretaris Jenderal Partai Komunis China, Kepala Komisi Militer Sentral Republik Rakyat Tiongkok, dan Sekretaris Jenderal Komite Tetap Politbiro Partai Komunis China. 

Sejak itulah Ma menghilang. Selain diisukan diculik dan dipenjarakan di penjara rahasia China, yang banyak dimiliki negara ini, Ma juga disebut menghilang karena harus ke India.

Di India, Ma disebut-sebut menghadapi tuntutan hukum menyusul pemberitaan di medianya, UC News,  yang dituding hoax ketika mengabarkan tentang insiden baku hantam tangan kosong di tapal batas China-India antara militer kedua negara, yang menewaskan tentara-tentara India. 

Denda anti-Monopoli Terbesar

Setelah denda tersebut, dilansir Kalbar-Terkini.com dari Global Times, Sabtu, 10 April 2021, Alibaba menerbitkan surat terbuka yang ditujukan kepada pelanggannya dan publik.  Dalam surat tersebut, Alibaba yang notabene adalah mewakili suara Ma, menyatakan bahwa pihaknya menerima hukuman dengan 'ketulusan dan bertekat patuh'. 

Ma benar-benar bukan seperti sebelumnya yang bagai harimau. Ma lewat pernyataan itu menyatakan, hukuman tersebut mencerminkan ekspektasi yang bijaksana, dan normatif dari regulator terhadap perkembangan industri.

"Ini adalah tindakan penting untuk menjaga persaingan pasar yang adil dan pengembangan kualitas ekonomi platform internet," bunyi surat itu. 

Perusahaan juga mengatakan akan semakin memperkuat fokus ke penciptaan nilai, dan pengalaman pelanggan, serta terus memperkenalkan langkah-langkah untuk menurunkan hambatan masuk, dan biaya bisnis pengoperasian pada platform.

Menyusul denda tersebut, Administrasi Negara untuk Peraturan Pasar (SAMR) juga merilis panduan administratif. Alibaba Group didesak untuk melakukan inspeksi internal yang 'komprehensif dan mendalam', sesuai dengan Undang-undang anti-Monopoli untuk memeriksa dan menstandarisasi operasi bisnisnya.

Guna meningkatkan sistem kepatuhan hukum internalnya,  Alibaba diminta untuk melakukan pelatihan kepatuhan hukum terhadap eksekutif dan karyawannya secara teratur kemudian melaporkan prosesnya secara  relevan kepada otoritas pemerintah.

Selain itu, Alibaba harus membangun saluran pelaporan serta mekanisme penyelesaian perselisihan, sambil memberi tahu publik tentang tindakan hukuman apa pun yang mereka lakukan untuk bisnisnya. Di antaranya,  menghentikan layanan atau menghapus produknya.

Alibaba telah diminta untuk membuat rencana perbaikan sesuai persyaratan yang tercantum dalam pedoman, dan menyerahkan rencana tersebut ke SAMR sebelum Jumat, 30 April 2021.

Perusahaan juga diharuskan untuk menyerahkan laporan inspeksi mandiri ke SAMR selama tiga tahun berturut-turut.

Platform tersebut juga diperlukan untuk membangun sistem penilaian eksternal oleh konsumen dan ahli sosial, serta melakukan kerjasama dengan dunia usaha berdasarkan prinsip adil dan tidak diskriminatif.

SAMR 'menyarankan'  agar Alibaba mengungkapkan pula situasi kepatuhan hukum kepada publik terkait upaya inspeksi sosial.

Jika Alibaba tidak setuju dengan hukuman tersebut, maka hal itu dapat diajukan ke SAMR untuk dipertimbangankan ulang secara administratif dalam waktu 60 hari setelah menerima pemberitahuan hukuman, atau mengajukan litigasi administratif ke pengadilan. 

Pihak berwenang menjatuhkan hukuman berdasarkan beberapa ketentuan hukum di bawah Undang-undang anti-Monopoli China.

Menurut keputusan tertulis terkait hukuman administratif SAMR, Alibaba telah menyalahgunakan posisi dominasi pasarnya, dan melanggar Undang-undang anti-Monopoli. Misalnya, Alibaba melarang bisnis di platform untuk membuka toko online di platform lain yang dianggap sebagai pesaing.

Toko-toko itu juga dilarang berpartisipasi dalam kampanye promosi platform online lainnya. Bisnis yang tidak mematuhi aturan ini, akan dihukum oleh pihak Alibaba. Misalnya, mendiskualifikasi mereka dari aktivitas promosi, dan mengurangi akses ke pencarian konsumen.

Tidak hanya Alibaba yang menghadapi denda terbesar di China terkait pelanggaran Undang-undang anti-Monopoli.

Hukuman itu juga telah melampaui skala denda anti-monopoli serupa untuk raksasa internet asing, seperti 2,42 miliar euro atau 2,7 miliar dolar AS ke Google, yang didenda oleh Uni Eropa pada 2017, serta denda 975 juta dolar AS dari otoritas Tiongkok ke pihak Qualcommterkait tudingan praktik pasar yang tidak adil pada 2015. 

Denda sebesar 2,78 miliar dolar AS menyumbang sekitar 40 persen dari laba bersih grup pada kuartal pertama. Alibaba telah memperoleh keuntungan sebesar 46,4 miliar yuan pada kuartal pertama tahun fiskal 2021. 

Pihak Alibaba menyatakan akan semakin memperkuat fokus ke penciptaan nilai, dan pengalaman pelanggan, serta terus memperkenalkan langkah-langkah untuk menurunkan hambatan masuk, dan biaya bisnis pengoperasian pada platform. 

Saham Alibaba kehilangan 2,24 persen dalam perdagangan  Hong Kong pada Jumat, 9 April 2021.

Penerimaan penyimpanannya di AS juga merosot 2,16 persen pada hari yang sama. 

Denda tersebut merupakan upaya Pemerintah Tiongkok untuk memperkuat manajemen anti-monopoli, dan mencegah ekspansi perusahaan yang tidak tertib.

Tetapi,  itu tidak berarti pemerintah menyangkal peran penting perusahaan platform online, tulis People's Daily dalam sebuah artikel yang diterbitkan tak lama setelah denda itu diberlakukan. 

"Sikap pemerintah untuk mendukung pengembangan platform online, tidak berubah, tetapi akan fokus pada pengembangan maupun regulasi," tulis artikel itu. 

Shi Jianzhong, profesor di Universitas Ilmu Politik dan Hukum China menyatakan, kasus Alibaba menunjukkan bahwa penerapan undang-undang anti-monopoli China pada platform online,  telah 'memasuki fase baru'.

Ini juga mengirimkan sinyal kebijakan yang jelas bahwa meskipun pemerintah mendorong pengembangan ekonomi online, hal itu juga akan mencegah dan menghentikan perusahaan dari merugikan kepentingan, inovasi, dan persaingan konsumen, melalui keunggulannya dalam data, teknologi, dan modal. 

Menurut Shi, keputusan denda empat persen dari penjualan domestik Alibaba pada 2019, tergolong moderat. Sebab, denda ini  menunjukkan prinsip hukum, dan sikap pemerintah untuk memperkuat manajemen anti-monopoli, tetapi juga menunjukkan arahan kebijakan untuk mendukung pengembangan platform online.

Undang-undang menetapkan bahwa perusahaan akan dikenakan denda sebesar 1-10 persen dari penjualan tahunan mereka tahun sebelumnya, jika masih menyalahgunakan status dominasi pasar.*** 

 

Sumber: Global Times & berbagai sumber

Editor: Oktavianus Cornelis

Tags

Terkini

Terpopuler