Jaton, Desa Muslim Keturunan Pasukan Diponegoro di Tepi Danau Tondano

- 11 April 2021, 14:30 WIB
KUNJUNGI  ULAMA  JATON -Bupati Minahasa Royke Octavian Roring (kiri) sungkem kepada seorang ulama di Kampung Jaton (kanan) dalam Safari Ramadan-nya. Walaupun mayoritas menganut Nasrani, kerukunan antarumat beragama di Sulut Utara termasuk di Minahasa terkenal akan kerukunannya.  Jaton adalah kawasan Muslim yang warga aslinya adalah keturunan dari pasukan Pangeran  Diponegoro./FOTO: WEBSITE PEMKAB MINAHASA/
KUNJUNGI ULAMA JATON -Bupati Minahasa Royke Octavian Roring (kiri) sungkem kepada seorang ulama di Kampung Jaton (kanan) dalam Safari Ramadan-nya. Walaupun mayoritas menganut Nasrani, kerukunan antarumat beragama di Sulut Utara termasuk di Minahasa terkenal akan kerukunannya. Jaton adalah kawasan Muslim yang warga aslinya adalah keturunan dari pasukan Pangeran Diponegoro./FOTO: WEBSITE PEMKAB MINAHASA/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

Akulturasi antara dua bahasa, Jawa dan Minahasa dari subetnis Toulour telah menyisipkan paduan bahasa sehari-hari  yang unik. 

“Weyan sego wi ya kurek (ada nasi dalam kuali)?”

Inilah 'bahasa Jaton'.  Kata 'sego' berarti nasi dalam bahasa Jawa, sedangkan kata-kata lainnya ini, berasal dari bahasa Toulour, salah satu subetnis  Minahasa .

Pasukan Waraney Pimpinan Dotulong

Perlawanan sengit Pangeran Diponegoro,  yang dikenal sebagai Perang Jawa (1825-1830), membuat kelabakan Kolonial Belanda.

Setelah berkoordinasi dengan Gubernur Ternate Robertus Padtbrugge, yang wilayahnya membawahi Minahasa, Kolonial Belanda  mengutus Xaverius Dotulong,  salah satu tonaas (bahasa Minahasa, artinya ' pimpinan') dari subetnis Tonsea yang berkedudukan di Kema.

Dotulong  memimpin para waraney  -sebutan untuk prajurit Minahasa-  dan  berlayar ke Jawa  untuk menangkap  Diponegoro bersama pasukannya.

Setelah melalui berbagai pertempuran  sengit hingga ke Gua Selarong, Diponegoro dan puteranya, Kyai Maja serta 63 santrinya dibawa ke Batavia.

Alih-alih melakukan perundingan  di atas Kapal Santa Maria, kapal ini diam-diam dilarungkan oleh pihak kolonial ke laut lepas dan berlayar ke Sulawesi Utara.

Pada 1828, Santa Maria berlabuh di pesisir Kema, Minahasa. Diponegoro bersama pasukan kemudian berjalan kaki dengan pengawalan  pasukan Dotulong menuju Manado, tepatnya di Istana Pondol yang dikuasai Belanda.

Dari Manado, Kyai Modjo dan putera Diponegoro berjalan kaki ke lokasi pengasingan yang berada di kawasan pegunungan  di wilayah Minahasa, yang sekarang menjadi Kampung Jaton.

Halaman:

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x