Akulturasi antara dua bahasa, Jawa dan Minahasa dari subetnis Toulour telah menyisipkan paduan bahasa sehari-hari yang unik.
“Weyan sego wi ya kurek (ada nasi dalam kuali)?”
Inilah 'bahasa Jaton'. Kata 'sego' berarti nasi dalam bahasa Jawa, sedangkan kata-kata lainnya ini, berasal dari bahasa Toulour, salah satu subetnis Minahasa .
Pasukan Waraney Pimpinan Dotulong
Perlawanan sengit Pangeran Diponegoro, yang dikenal sebagai Perang Jawa (1825-1830), membuat kelabakan Kolonial Belanda.
Setelah berkoordinasi dengan Gubernur Ternate Robertus Padtbrugge, yang wilayahnya membawahi Minahasa, Kolonial Belanda mengutus Xaverius Dotulong, salah satu tonaas (bahasa Minahasa, artinya ' pimpinan') dari subetnis Tonsea yang berkedudukan di Kema.
Dotulong memimpin para waraney -sebutan untuk prajurit Minahasa- dan berlayar ke Jawa untuk menangkap Diponegoro bersama pasukannya.
Setelah melalui berbagai pertempuran sengit hingga ke Gua Selarong, Diponegoro dan puteranya, Kyai Maja serta 63 santrinya dibawa ke Batavia.
Alih-alih melakukan perundingan di atas Kapal Santa Maria, kapal ini diam-diam dilarungkan oleh pihak kolonial ke laut lepas dan berlayar ke Sulawesi Utara.
Pada 1828, Santa Maria berlabuh di pesisir Kema, Minahasa. Diponegoro bersama pasukan kemudian berjalan kaki dengan pengawalan pasukan Dotulong menuju Manado, tepatnya di Istana Pondol yang dikuasai Belanda.
Dari Manado, Kyai Modjo dan putera Diponegoro berjalan kaki ke lokasi pengasingan yang berada di kawasan pegunungan di wilayah Minahasa, yang sekarang menjadi Kampung Jaton.