Maka janganlah kamu tunduk (melemahlembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya (syahwat), dan ucapakanlah perkataan yang baik.”
Menurut Syekh Nawawi, maradl (sakit) dalam ayat itu adalah syahwatu zina (syahwat atau gairah untuk berzina). Jenis penyakit yang kedua adalah sakit badan, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an
لَيْسَ عَلَى الأعْمَى حَرَجٌ وَلا عَلَى الأعْرَجِ حَرَجٌ وَلا عَلَى الْمَرِيضِ حَرَجٌ (٦١)
Tidak ada halangan (dosa) bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, (QS. An-Nur[24]: 61).
Sakit badan inilah yang menjadi sebab adanya rukhshah (dispensasi) dalam hal ibadah.
Seperti pelaksanaan shalat dengan duduk bagi yang tidak mampu berdiri, berbuka puasa bagi yang sakit, mencukur rambut bagi yang ihram disebabkan sakit di kepalanya, dibolehkannya tayamum sebagai pengganti wudhu dan sebagainya.***
Penulis: Jaenuri