Bagi Edy, orang-orang tidak akan mau membangun properti di Kalimantan, karena pasar di Kalimantan, hanya makhluk halus. “Pasarnya siapa? Kalau pasarnya kuntilanak, genderuwo, ngapain gua bangun di sana,” katanya.
Para tokoh Dayak se-Kalimantan pun geram atas pernyataa Edy. Ajonedi Minton, SE, SH, MKn, praktisi hukum yang juga Kepala Divisi Ekonomi Kerakyatan DIO (Dayak International organization) menyatakan, bahwa dari segi etika, hal ini adalah pernyataan orang yang tidak beradat.
"Artinya, dia tidak memiliki sopan santun, tidak mampu menghargai nilai persaudaraan antara sesama anak bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," kata Minton kepada Kalbar-Terkini.Com di kafenya, Coffee Jhon di kawasan Jalan HOS Cokroaminoto, Kota Pontianak, Kalbar, Senin, 24 Januari 2022.
“Selama ini, kami, ornag Dayak, diam. Tapi ingat, jangan diinjak, kami punya harga diri. Kami selama ini mengalah atas nama kebhinekaan, dan demi menopang keutuhan NKRI," lanjut Minton.
Menurut Minton, pernyataan Edy itu sangat jelas melecehkan seluruh orang di Kalimantan, dan bukan hanya masyarakat di Kalimantan Timur sebagai IKN.
"Melainkan juga seluruh masyarakat Kalimantan, baik yang ada di Indonesia maupun di Malaysia, Negara Bagian Sabah, Sarawak, dan Negara Brunei Darusalam, khususnya bagi orang Dayak, yang secara historis adalah penduduk asal Pulau Borneo atau Kalimantan," tegasnya.
Minton mencatat, Edy telah menyakiti dan melukai perasaan semua etnis yang menghuni Pulau Kalimantan, bukan hanya masyarakat Suku Dayak, namun juga Suku Melayu, Banjar, Jawa, Sunda, dan semua suku lainnya di Bumi Borneo.
"Walau secara tidak langsung manyudutkan Suku Dayak, namun secara tersirat, pernyataan Edy ini sudah mengidentikkan bahwa Pulau Kalimantan adalah pulaunya orang Dayak, yang dihuni oleh mahluk halus, orang hutan, dan segolongan monyet yang disetarakan dengan orang Dayak," tambahnya.