Amnesti Internasional Bicara HAM: KKB Papua pun Mendapatkan Pembenaran

- 27 April 2021, 19:55 WIB
  SEPARATIS - Separatis harus dilarang di Papua dan Papua Barat,  Indonesia./PHOTO & CAPTION: BLOG WEST PAPUA/
SEPARATIS - Separatis harus dilarang di Papua dan Papua Barat, Indonesia./PHOTO & CAPTION: BLOG WEST PAPUA/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

KALBAR TERKINI - Saat korban terus berjatuhan termasuk aparat di Papua, Amnesti Internasional (AI) beraksi  atas pernyataan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo.  Pernyataan bahwa sikat habis KKB Papua dengan kekuatan penuh, ditanggapi pihak AI bahwa hal itu berarti tidak memperhatikan aspek HAM. 

Kelompok Kriminal Bersenjata (KKP) Papua terbukti sudah melakukan tindakan-tindakan brutal sehingga sudah memenuhi kriteria sebagai teroris, dan harus ditindak semaksimal mungkin.

Pernyataan Bamsoet 'tumpas' dan 'dengan kekuatan penuh aparat', tidaklah berlebihan.

Alih-alih Hak Asasi Manusia (HAM), gerombolan pengacau ini di mana saja berada, kerap mendapat pembenaran dari kelompok-kelompok HAM kendati aksi mereka justru tak peduli soal HAM.

Baca Juga: Penyebab Kecelakaan Masih Selidiki, Asrena Kasal: Kapal Selam KRI Nanggala-402 Tidak Kelebihan Muatan

Serangan Angkatan Udara Prancis di sejumlah titik di beberapa negara Afrika pada Maret 2021 misalnya, menewaskan gerombolan afiliasi ISIS. Belakangan, kelompok-kelompok  HAM setempat, protes keras dan mengancam membawa Prancis  ke pengadilan HAM Internasional. 

Cara-cara pembunuhan yang dlakukan ISIS, antara lain memenggal kepala puluhan korban, dan ditinggalkan di pantai di salah satu negara di Afrika, belum lama ini, mencerminkan, bahwa yang namanya teroris, tidak peduli soal HAM.

Begitu pula dalam kasus gerombolan Mujahidin Indonesia Timur di kawasan Poso, Provinsi Sulawesi Tengah: melakukan pembantaian brutal terhadap warga sipil. Pun di Papua, KKB menyerang warga-warga sipil selain militer. 

Terorisme adalah  kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime) terhadapo kemanusiaan, yang di Indonesia dijerat dalam Undang-undang (UU) Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.  

Baca Juga: Canda Anak Jokowi Pemilik Persis Solo, Bertekad Datangkan Pemain Barcelona

UU  ini  menyatakan, setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban, dipidana dengan pidana mati, atau penjara seumur hidup,  atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun,  dan paling lama 20 (dua puluh) tahun. 

Tindakan yang dimaksud di atas adalah yang bisa  bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau menghilangkan nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis,  atau lingkungan hidup,  atau fasilitas publik,  atau fasilitas internasional).

Mandat Resolusi PBB

Mandat Resolusi 2005/80 dari Komisi HAM Perserikatan Bangsa-bangsa yang diperkuat oleh Resolusi 60/251 dari Dewan HAM PBB,  memberikan kriteria terhadap terorisme. 

Diyatakan, terorisme adalah tindakan atau percobaan tindakan yang bersifat: Aksi; Menyandera secara sengaja,  atau  dimaksudkan untuk menyebabkan kematian atau luka serius pada satu atau lebih anggota populasi umum,  atau segmennya.

Melibatkan kekerasan fisik, yang mematikan atau serius terhadap satu atau lebih anggota masyarakat umum atau segmennya; Tindakan dilakukan atau dicoba dengan maksud memprovokasi negara atau teror di masyarakat umum atau segmennya; Memaksa pemerintah atau organisasi internasional untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Baca Juga: Pemenang Pilkada Serentak Tahun 2020, Ini Profil dan Janji Politik Bupati dan Wabup Sekadau

Aksi KKB Papua pun berhasil memancing reaksi dunia terutama dari AI. Bahkan hadir kelompok Free West Papua lewat situs www.freewestpapua.org.

Teroris adalah pembuat teror dengan menghalalkan segala cara. Tidak ada yang namanya teori HAM saat kelompok ini beraksi.

"Mereka jelas tidak punya right to self determination (hak menentukan nasib sendiri). Karena ketika Papua telah menjadi bagian integral NKRI berdasarkan New York Agreement 1962, maka hak menentukan nasib sendiri serta merta batal demi hukum," tegas Bamsoet dalam pernyataannya yang dirilis di grup Whatsupp Forum Redaktur.

Badan Intelijen Nasional (BIN) sudah melabeli KKB Papua sebagai Kelompok Separatis dan Teroris (KST),  usai terjadi penembakan hingga menewaskan Kepala BIN Daerah Papua, Mayjen (Anumerta)  I Gusti Putu Danny Karya Nugraha,  Minggu, 25 April 2021.  

Dikutip dari Longdom,  20 Januari 2016, Profesor MA Hers lewat tulisannya  yang berjudul  Hak Asasi Manusia dan Etika: Sebuah Pendekatan Modeling dari Universitas Glasgow, Glasgow, Skotlandia, mendefinisikan tentang terorisme.

Disebutkan, elemen umum untuk mendefinisikan terorisme adalah  penggunaan kekerasan, intimidasi atau ancaman kekerasan terhadap seseorang atau kelompok untuk mencapai politik, ideologis. 

Juga untuk mencapai tujuan sosial atau tujuan agama,  dengan menekan atau mengintimidasi kelompok lain, orang atau individu lain untuk melakukan tindakan yang seharusnya mereka lakukan ditentang.

Oleh karena itu orang-orang yang akan terpengaruh pada umumnya berbeda dari mereka yang mengalami kekerasan, meskipun mereka mungkin mengalami kekerasan dari anggota grup yang sama.  

Kekerasan terorisme  bisa diarahkan terhadap warga sipil untuk menekan atau menentang pemerintah menteri pemerintah tertentu untuk menekan pemerintah lain.

Pakar hukum Muladi,  sebagaimana dilansir dari Jurnal Universitas Padjajaran (Unpad), 16 Agustus  2020, menyebutkan, terorisme merupakan kejahatan luar biasa yang membutuhkan pula penanganan dengan memberdayakan cara-cara yang luar biasa (extraordinary measure) karena berbagai hal. 

Pertama: terorisme merupakan perbuatan yang menciptakan bahaya terbesar (The Greatest Danger) pada hak asasi manusia. Dalam hal ini, merupakan hak untuk hidup dan hak untuk terbebas dari rasa takut.  

Kedua: Kemungkinan digunakannya senjata pemusnah massal dengan memanfaatkan teknologi modern. 

Ketiga: Kecenderungan terjadinya sinergi negatif antar organisasi terorisme nasional dengan organisasi terorisme internasional.

Keempat: kemungkinan terjadinya kerjasama antar organisasi teroris dengan kejahatan yang terorganisisasi dengan baik yang bersifat nasional atau internasional.

Kelima: dapat membahayakan perdamaian dan keamanan internasional

Tindak pidana terorisme dimasukan ke dalam extraordinary crime dengan alasan sulitnya pengungkapan,  karena merupakan kejahatan transboundary,  dan melibatkan jaringan internasional sebagai konsekuensi dari sinergi yang negatif antarorganisasi terorisme.

Komite Ad Hoc yang dibentuk di bawah Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 51/210, yang menyusun rancangan Konvensi komprehensif terorisme internasional, sangat memastikan bahwa istilah terorisme haruslah dibatasi penggunaannya hanya untuk perbuatan-perbuatan yang bersifat terorisme.

Tiga tahap karakterisasi terorisme berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1566 pada 2004,  yang dapat digunakan untuk mencegah dan merespon kejahatan terorisme. Tiga hal tersebut, haruslah memenuhi syarat secara kumulatif.

Syarat Pertama: Acts committed with the intention of causing death or serious bodily injury, or the taking of hostages  (Bertindak yang dilakukan dengan tujuan dari menyebabkan kematian atau cedera tubuh serius, atau melakukan sandera);

Syarat Kedua: For the purpose of provoking a state of terror, intimidating a population, or compelling a Government or international organization to do or abstain from doing any act (untuk tujuan teror terhadap negara, mengintimidasi populasi, atau memaksa pemerintah atau organisasi internasional untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu).***

 

Sumber: Rilis Ketua MPR RI, Longdom, Jurnal Unpad, berbagai sumber

 

 

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x