Iklim Tropis Minimalkan Penyebaran Covid-19

4 Mei 2021, 01:32 WIB
WILAYAH TROPIS - Sebuah penelitian terbaru mengklaim, suhu hangat dan iklim tropis benar-benar dapat membantu mengurangi penyebaran Covid-19./ILUSTRASI PANTAI TROPIS: PIXABAY/CAPTION: OKTAVIANUS C/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

KALBAR TERKINI - Sebuah penelitian terbaru  mengklaim, suhu hangat dan iklim tropis benar-benar dapat membantu mengurangi penyebaran Covid-19. Studi menemukan, tempat-tempat bersuhu hangat dan sinar matahari berjam-jam, memiliki tingkat kasus Covid-19 lebih rendah.

Negara-negara yang lumayan aman dari virus korona itu,  dekat khatulistiwa, dan yang mengalami musim panas, dibandingkan dengan negara-negara yang jauh dari khatulistiwa,  dan negara-negara bercuaca lebih dingin.

Berdasarkan catatan Kalbar-Terkini.com, Kota Pontianak, merupakan satu-satunya wilayah di Provinsi Kalimantan Barat, yang dilewati garis khatulistiwa sehingga dinamakan Kota Khatulistiwa. Di Kota ini, tingkat penularan Covid-19 mengalami peningkatan drastis pasca kemunculan varian baru virus ini.'

Toh yang pasti, penemuan ini dilakukan setelah para peneliti memperhitungkan faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi penyebaran Covid-19, dan jumlah kasus yang dilaporkan, seperti tingkat urbanisasi suatu negara, dan intensitas pengujian Covid-19.

Baca Juga: Misteri Buaya Bertanduk: Samar-samar di Pohon Kehidupan

Namun, sebagaimana dikutip dari  Live Science, Sabtu, 1 Mei 2021,  penulis penelitian ini menekankan, temuan mereka tidak berarti cuaca musim panas akan menghilangkan Covid-19, tapi itu setidaknya mungkin memberi orang semangat untuk melawan penyakit tersebut.

"Hasil kami tidak menyiratkan bahwa penyakit itu akan hilang selama musim panas,  atau tidak akan mempengaruhi negara-negara yang dekat dengan khatulistiwa," tulis para penulis dalam makalah yang diterbitkan pada Selasa, 27 April 2021 di jurnal Scientific Reports.

"Sebaliknya, suhu yang lebih tinggi dan radiasi UV [ultraviolet] yang lebih intens di musim panas, cenderung mendukung langkah-langkah kesehatan masyarakat untuk menahan SARS-CoV-2, virus korona baru yang menyebabkan Covid-19," lanjut tulisan di makalah.

Baca Juga: Teroris Papua Jangan Mimpi Merdeka, Mahfud: Tak Dibahas di Forum Resmi Internasional

Virus Musiman

Tak lama setelah dimulai pada musim dingin 2020, ada spekulasi bahwa suhu musim panas dapat meredakan Covid-19. Memang, banyak virus pernapasan, termasuk virus flu, menunjukkan pola musiman, dan memuncak selama musim dingin,  dan menurun selama musim panas. 

Para ilmuwan tidak tahu pasti mengapa virus ini mengikuti pola musiman, tetapi sejumlah faktor diperkirakan berperan. Misalnya, penelitian menunjukkan bahwa banyak virus pernapasan lebih stabil,  dan bertahan lebih lama di udara di lingkungan bersuhu dingin dan berkelembapan rendah. 

Perilaku manusia, seperti berkumpul di dalam ruangan pada musim dingin, juga dapat meningkatkan penularan.

Baca Juga: Siapakah Keluarga Glazer? Pemilik Manchester United Yang Ditolak Sejak Akuisisi MU 16 Tahun Lalu

Studi di laboratorium juga menemukan bahwa suhu dan kelembapan tinggi mengurangi kelangsungan hidup SARS-CoV-2, tetapi apakah ini diterjemahkan ke penularan dunia nyata,  masih belum jelas. 

Dalam studi terbaru, para peneliti menganalisis informasi dari 117 negara, menggunakan data penyebaran Covid-19  dari awal pandemi hingga pada 9 Januari 2021.

Mereka menggunakan metode statistik untuk memeriksa hubungan antara garis lintang suatu negara - yang memengaruhi jumlah sinar matahari yang diterimanya serta suhu dan kelembapan - dan tingkat penyebaran Covid-19. 

Juga digunakan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mengontrol faktor-faktor yang dapat mempengaruhi seberapa tinggi suatu negara terkena Covid-19,  seperti perjalanan udara, pengeluaran perawatan kesehatan, rasio orang dewasa yang lebih tua dengan orang yang lebih muda, dan perkembangan ekonomi. 

Para peneliti kemudian menemukan bahwa setiap kenaikan satu derajat di garis lintang suatu negara dari khatulistiwa, dikaitkan dengan peningkatan 4,3 persen dalam jumlah kasus Covid-19 per juta orang.

Ini berarti bahwa jika satu negara berjarak 1.000 kilometer lebih dekat ke khatulistiwa dibandingkan dengan negara lain, maka negara yang lebih dekat ke khatulistiwa diperkirakan memiliki 33 persen lebih sedikit kasus Covid-19 per juta orang, dengan semua faktor lain dianggap sama di antara negara-negara tersebut.

"Hasil kami konsisten dengan hipotesis bahwa panas dan sinar matahari mengurangi penyebaran SARS-CoV-2,  dan prevalensi COVID-19, " demikian pernyataan para peneliti dari Heidelberg Institute of Global Health di Jerman, dan Chinese Academy of Medical Sciences di Beijing, China.  

Penemuan ini juga berarti bahwa ancaman kebangkitan epidemi dapat meningkat selama musim dingin, seperti yang terlihat di banyak negara di belahan bumi utara pada Desember 2020,  dan Januari 2021. 

Para penulis mencatat, penelitian mereka hanya mencakup data hingga 9 Januari 2021, sebelum sejumlah varian Covid-19, termasuk varian yang pertama kali muncul di Afrika Selatan dan Inggris, muncul di seluruh dunia.

Jadi,  tidak begitu jelas apakah varian ini akan menunjukkan pola infeksi musiman yang serupa.*** 

 

Sumber: Live Science

 

 

 

Editor: Oktavianus Cornelis

Tags

Terkini

Terpopuler